Wanita Penebus Hutang
Suara jeritan Claire terdengar kuat sampai bergema ke lantai dasar karena perlakuan dua wanita dewasa yang tidak lazim kepadanya membuka seluruh pakaiannya agar diganti dengan yang lebih terbuka. Walaupun ia berteriak kencang tapi tak satu pun yang mau menolong dan membiarkannya histeris.
"Jangan, Bu, Larisa!" jerit Claire memohon agar tidak melucuti pakaiannya sambil mengatubkan kedua tangannya.
"Jangan? Kami hanya ingin membawamu ke sebuah tempat indah yang belum pernah kau pijak Claire," ucap Larisa penuh seringai.
"Kalian mau bawa aku ke mana? Aku tidak mau mengenakan pakaian itu?" ucap Claire takut apalagi sorot mata Larisa dan Sinta terlihat mengintimidasi.
"Nanti juga kau akan tahu." Claire sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Larisa.
"Claire tidak mau, Larisa. Bu jangan bawa Claire ke sana!" mohonnya kepada Sinta.
"Kau harus menurut. Claire hanya ikut kami yang akan bekerja, paham!" sentak Sinta sampai membuat tubuh kecil Claire tergelonjak kaget.
"Tapi Bu-" Sinta langsung memotong ucapan Claire karena perkataannya tidak mau dibantah.
"Tidak ada kata tapi-tapian kali ini kau harus menurut kepada ibu. Dengar! Perusahaan ayah sekarang lagi collapse jika dalam waktu satu kali dua puluh empat jam uang tidak terkumpul menutupi kerugian, kita akan jadi gembel kau mau hidup miskin, Claire?" bentak Sinta kuat sambil cengkram lengan Claire kuat.
"Bu, sakit," lirih Claire merasa nyeri pada lengannya sampai terasa ke tulang-tulangnya.
"Wanita sepertimu mana mengerti dunia bisnis! Dari dulu ibu sudah katakan kau harus terjun juga ke dunia bisnis bersama Larisa tapi apa yang kau ambil malah jurusan kedokteran. Magang di sana sama aja kau memperkaya rumah sakit itu, Claire. Sekarang sebagai gantinya kau harus menurut kepada ibu malam ini kita harus menemui seorang penguasa bisnis dan minta tolong kepadanya. Hanya dia yang mampu memberikan suntikan dana ke perusahaan peninggalan ayah," ucap Sinta berapi-api.
"Claire mana mengerti yang ibu katakan. Wajahnya saja sudah menunjukkan dia tidak akan mau menolong perusahaan ayah," ucap Larisa sinis.
"Tapi kenapa harus berpakaian sexy, Bu? Claire tidak bisa mengenakannya," balas Claire lirih sambil geleng-geleng kepala.
"Syarat utama adalah ini Claire. Penampilan adalah nomor satu," bisik Sinta halus.
"Claire tidak mau, Bu." Sinta semakin berang mendengar penolakan Claire.
"Baiklah Claire, kau tidak bisa diajak kerjasama maka jangan salahkan kami lakukan sesuatu kepadamu!" Sinta gelap mata langsung merobek pakaian Claire sampai menyisakan yang didalam.
"Jangan, Bu!" teriak Claire melihat kenekatan Sinta sampai membuat tubuhnya polos.
"Diam! ini kan yang kau mau? Ibu hanya ingin kau ikut tapi kau menolak jadi untuk apa kau dilahirkan ke dunia ini jika tidak bisa pergunakan?!" bentak Sinta dan terus membabi buta kepada Claire.
"Baik Bu, Claire ikut," ucapnya pasrah sambil menangis tersedu-sedu meratapi dirinya yang terlihat kacau.
"Bagus, bilang dari tadi biar ibu dan Larisa tidak buang-buang tenaga." Sinta tersenyum puas sambil mengusap kepala Claire halus.
Claire hanya bisa menangis sambil memunguti pakaiannya yang sudah sobek bahkan nyaris tidak layak lagi dipakai.
"Bu, kita berhasil!" bisik Larisa kepada Sinta.
"Belum sayang, Claire kan masih di sini," balasnya.
"Ibu yang terbaik." Sinta dan Larisa adu tos tanpa sepengetahuan Claire yang masih menangis sambil mengenakan pakaiannya untuk menutupi tubuhnya.
Claire akhirnya menyerah mengikuti semua ucapan Sinta, bagaimanapun nasib mereka ada ditangannya sekarang. Pelayan mulai bersihkan tubuh serta makeup wajah Claire agar tidak terlihat pucat namun, air matanya terus bercucuran sampai pelayan kewalahan mengusap wajahnya.
"Nona, berkerja samalah dengan kami. Jiika terus seperti ini Nyonya akan marah lagi," pinta Vika pelayan setia keluarga Danes.
"Maaf aku tidak bisa menahannya Mbak," lirih Claire sesenggukan.
"Coba tarik napas kuat-kuat, lalu buang perlahan Nona." Claire melakukannya dan perasaanya sedikit tenang.
Di lantai dasar Larisa tidak sabaran menunggu Claire karena waktu mereka tinggal sedikit. Kesempatan mereka tidak datang dua kali apalagi Claire mau mengikuti permintaan mereka.
"Bu, aku naik ke atas melihat si Claire sudah siap apa belum," ucap Larisa kesal.
"Cepatlah! Ibu juga sudah tidak sabar lagi menerima uang satu koper!" dengus Sinta.
Larisa menunduk lalu naik dengan wajah yang terlihat emosi setibanya, pintu langsung dia dobrak kuat sampai Claire tergelonjak kaget.
"Larisa, apa tidak bisa ketuk dulu sebelum masuk?" pekik Claire tidak terima.
"Tidak ada waktu ketuk lagian kau lama sekali hanya ganti baju dan dandan sampai berjam-jam. Ibu sudah menunggu!" sentak Larisa.
"Aku tahu, kalian semua tidak pernah sabaran," balas Claire lalu keluar melewati Larisa.
"Beraninya dia melawanku tapi lihat saja nanti. Malam ini kau pasti akan menjerit Claire!" tawa Larisa penuh kemenangan.
Claire mengusap wajahnya karena air matanya kembali lolos sambil menuruni anak tangga. Sesekali Claire merasa tidak nyaman karena pakaiannya terlalu ketat hingga heals yang tinggi membuatnya sulit untuk melangkah.
"Ibu mau ke mana membawaku harus mengenakan pakaian seperti ini? Ada pakaian simpel tapi kenapa harus mengenakan yang kurang bahan?" tanyanya.
Sinta kagum melihat kecantikan alami Claire bahkan auranya memancar keluar sampai dia sendiri seorang wanita berbinar melihatnya apalagi pria.
Claire tidak sengaja melihat tatapan Sinta yang berbeda sampai membuat bulu kuduknya merinding serta risih.
"Kau cantik sekali Claire, ibu tidak menyangka bibit ayah tidak pernah ada yang gagal," puji Sinta sambil menggenggam tangan Claire yang hangat.
"Bu, Claire tidak secantik itu. Larisa lah yang cantik karena dia owner salon kecantikan ternama di kota ini," balas Claire pelan takut dia salah bicara.
"Mau Larisa atau kau kalian dua sama-sama cantik makanya ibu bangga. Baiklah ayo kita berangkat!" ucap Sinta lembut.
"Ya Bu," jawab mereka serempak.
Mobil membelah jalan raya yang sudah terlihat lengang karena sudah pukul delapan malam jadi pengendara tidak terlalu banyak melintas.
Claire sama sekali tidak menaruh curiga sedikitpun ke mana mereka pergi pandangannya terus tertuju keluar memikirkan siapa yang mereka temui malam-malam begini.
Suara getaran ponsel mengagetkan lamunannya Claire melihat nama Rio teman satu kuliahnya hubungi dia.
"Hai Claire, sedang apa sekarang?" tanya Rio tidak lupa memberikan tanda cinta.
"Aku hendak pergi ke suatu tempat bersama ibu dan Larisa," balasnya.
"Kemana?" tanya Rio mulai panik karena tidak biasanya Claire keluar malam.
"Aku tidak tahu tapi kata ibu kami mau menemui penguasa bisnis karena perusahaan ayah sedang collapse Rio," terang Claire.
"Apa?! Perusahaan Paman collapse tapi kenapa tidak ada beritanya Claire?" tanya Rio heran.
"Ibu menutupinya, Rio. Katanya takut suasana tidak terkendali. Oh ya Rio aku off ya kami sudah sampai!" Claire tidak lupa mengirim foto tempat dia berhenti saat ini lalu ponselnya dimatikan.
"Club Paradise?! Sedang apa Claire di tempat seperti itu?!" pekik Rio terbelalak karena dia tahu tempat itu adalah transaksi barang secara internasional.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments