Suara jeritan Claire terdengar kuat sampai bergema ke lantai dasar karena perlakuan dua wanita dewasa yang tidak lazim kepadanya membuka seluruh pakaiannya agar diganti dengan yang lebih terbuka. Walaupun ia berteriak kencang tapi tak satu pun yang mau menolong dan membiarkannya histeris.
"Jangan, Bu, Larisa!" jerit Claire memohon agar tidak melucuti pakaiannya sambil mengatubkan kedua tangannya.
"Jangan? Kami hanya ingin membawamu ke sebuah tempat indah yang belum pernah kau pijak Claire," ucap Larisa penuh seringai.
"Kalian mau bawa aku ke mana? Aku tidak mau mengenakan pakaian itu?" ucap Claire takut apalagi sorot mata Larisa dan Sinta terlihat mengintimidasi.
"Nanti juga kau akan tahu." Claire sama sekali tidak mengerti maksud perkataan Larisa.
"Claire tidak mau, Larisa. Bu jangan bawa Claire ke sana!" mohonnya kepada Sinta.
"Kau harus menurut. Claire hanya ikut kami yang akan bekerja, paham!" sentak Sinta sampai membuat tubuh kecil Claire tergelonjak kaget.
"Tapi Bu-" Sinta langsung memotong ucapan Claire karena perkataannya tidak mau dibantah.
"Tidak ada kata tapi-tapian kali ini kau harus menurut kepada ibu. Dengar! Perusahaan ayah sekarang lagi collapse jika dalam waktu satu kali dua puluh empat jam uang tidak terkumpul menutupi kerugian, kita akan jadi gembel kau mau hidup miskin, Claire?" bentak Sinta kuat sambil cengkram lengan Claire kuat.
"Bu, sakit," lirih Claire merasa nyeri pada lengannya sampai terasa ke tulang-tulangnya.
"Wanita sepertimu mana mengerti dunia bisnis! Dari dulu ibu sudah katakan kau harus terjun juga ke dunia bisnis bersama Larisa tapi apa yang kau ambil malah jurusan kedokteran. Magang di sana sama aja kau memperkaya rumah sakit itu, Claire. Sekarang sebagai gantinya kau harus menurut kepada ibu malam ini kita harus menemui seorang penguasa bisnis dan minta tolong kepadanya. Hanya dia yang mampu memberikan suntikan dana ke perusahaan peninggalan ayah," ucap Sinta berapi-api.
"Claire mana mengerti yang ibu katakan. Wajahnya saja sudah menunjukkan dia tidak akan mau menolong perusahaan ayah," ucap Larisa sinis.
"Tapi kenapa harus berpakaian sexy, Bu? Claire tidak bisa mengenakannya," balas Claire lirih sambil geleng-geleng kepala.
"Syarat utama adalah ini Claire. Penampilan adalah nomor satu," bisik Sinta halus.
"Claire tidak mau, Bu." Sinta semakin berang mendengar penolakan Claire.
"Baiklah Claire, kau tidak bisa diajak kerjasama maka jangan salahkan kami lakukan sesuatu kepadamu!" Sinta gelap mata langsung merobek pakaian Claire sampai menyisakan yang didalam.
"Jangan, Bu!" teriak Claire melihat kenekatan Sinta sampai membuat tubuhnya polos.
"Diam! ini kan yang kau mau? Ibu hanya ingin kau ikut tapi kau menolak jadi untuk apa kau dilahirkan ke dunia ini jika tidak bisa pergunakan?!" bentak Sinta dan terus membabi buta kepada Claire.
"Baik Bu, Claire ikut," ucapnya pasrah sambil menangis tersedu-sedu meratapi dirinya yang terlihat kacau.
"Bagus, bilang dari tadi biar ibu dan Larisa tidak buang-buang tenaga." Sinta tersenyum puas sambil mengusap kepala Claire halus.
Claire hanya bisa menangis sambil memunguti pakaiannya yang sudah sobek bahkan nyaris tidak layak lagi dipakai.
"Bu, kita berhasil!" bisik Larisa kepada Sinta.
"Belum sayang, Claire kan masih di sini," balasnya.
"Ibu yang terbaik." Sinta dan Larisa adu tos tanpa sepengetahuan Claire yang masih menangis sambil mengenakan pakaiannya untuk menutupi tubuhnya.
Claire akhirnya menyerah mengikuti semua ucapan Sinta, bagaimanapun nasib mereka ada ditangannya sekarang. Pelayan mulai bersihkan tubuh serta makeup wajah Claire agar tidak terlihat pucat namun, air matanya terus bercucuran sampai pelayan kewalahan mengusap wajahnya.
"Nona, berkerja samalah dengan kami. Jiika terus seperti ini Nyonya akan marah lagi," pinta Vika pelayan setia keluarga Danes.
"Maaf aku tidak bisa menahannya Mbak," lirih Claire sesenggukan.
"Coba tarik napas kuat-kuat, lalu buang perlahan Nona." Claire melakukannya dan perasaanya sedikit tenang.
Di lantai dasar Larisa tidak sabaran menunggu Claire karena waktu mereka tinggal sedikit. Kesempatan mereka tidak datang dua kali apalagi Claire mau mengikuti permintaan mereka.
"Bu, aku naik ke atas melihat si Claire sudah siap apa belum," ucap Larisa kesal.
"Cepatlah! Ibu juga sudah tidak sabar lagi menerima uang satu koper!" dengus Sinta.
Larisa menunduk lalu naik dengan wajah yang terlihat emosi setibanya, pintu langsung dia dobrak kuat sampai Claire tergelonjak kaget.
"Larisa, apa tidak bisa ketuk dulu sebelum masuk?" pekik Claire tidak terima.
"Tidak ada waktu ketuk lagian kau lama sekali hanya ganti baju dan dandan sampai berjam-jam. Ibu sudah menunggu!" sentak Larisa.
"Aku tahu, kalian semua tidak pernah sabaran," balas Claire lalu keluar melewati Larisa.
"Beraninya dia melawanku tapi lihat saja nanti. Malam ini kau pasti akan menjerit Claire!" tawa Larisa penuh kemenangan.
Claire mengusap wajahnya karena air matanya kembali lolos sambil menuruni anak tangga. Sesekali Claire merasa tidak nyaman karena pakaiannya terlalu ketat hingga heals yang tinggi membuatnya sulit untuk melangkah.
"Ibu mau ke mana membawaku harus mengenakan pakaian seperti ini? Ada pakaian simpel tapi kenapa harus mengenakan yang kurang bahan?" tanyanya.
Sinta kagum melihat kecantikan alami Claire bahkan auranya memancar keluar sampai dia sendiri seorang wanita berbinar melihatnya apalagi pria.
Claire tidak sengaja melihat tatapan Sinta yang berbeda sampai membuat bulu kuduknya merinding serta risih.
"Kau cantik sekali Claire, ibu tidak menyangka bibit ayah tidak pernah ada yang gagal," puji Sinta sambil menggenggam tangan Claire yang hangat.
"Bu, Claire tidak secantik itu. Larisa lah yang cantik karena dia owner salon kecantikan ternama di kota ini," balas Claire pelan takut dia salah bicara.
"Mau Larisa atau kau kalian dua sama-sama cantik makanya ibu bangga. Baiklah ayo kita berangkat!" ucap Sinta lembut.
"Ya Bu," jawab mereka serempak.
Mobil membelah jalan raya yang sudah terlihat lengang karena sudah pukul delapan malam jadi pengendara tidak terlalu banyak melintas.
Claire sama sekali tidak menaruh curiga sedikitpun ke mana mereka pergi pandangannya terus tertuju keluar memikirkan siapa yang mereka temui malam-malam begini.
Suara getaran ponsel mengagetkan lamunannya Claire melihat nama Rio teman satu kuliahnya hubungi dia.
"Hai Claire, sedang apa sekarang?" tanya Rio tidak lupa memberikan tanda cinta.
"Aku hendak pergi ke suatu tempat bersama ibu dan Larisa," balasnya.
"Kemana?" tanya Rio mulai panik karena tidak biasanya Claire keluar malam.
"Aku tidak tahu tapi kata ibu kami mau menemui penguasa bisnis karena perusahaan ayah sedang collapse Rio," terang Claire.
"Apa?! Perusahaan Paman collapse tapi kenapa tidak ada beritanya Claire?" tanya Rio heran.
"Ibu menutupinya, Rio. Katanya takut suasana tidak terkendali. Oh ya Rio aku off ya kami sudah sampai!" Claire tidak lupa mengirim foto tempat dia berhenti saat ini lalu ponselnya dimatikan.
"Club Paradise?! Sedang apa Claire di tempat seperti itu?!" pekik Rio terbelalak karena dia tahu tempat itu adalah transaksi barang secara internasional.
Sinta, Claire dan Larisa masuk ke dalam gedung Club Paradise begitu anggun hingga semua tatapan haus para pria belang menyapu mereka dari atas sampai bawah. Sinta menarik paksa agar Claire tidak terlalu jauh darinya karena emas jangan sampai lepas dari jeratannya. Sama halnya dengan Larisa mengunci tubuh Claire dari samping agar dia yang menjadi pusat perhatian para pengunjung Club Paradise.
"Tunjukkan kalau kau adalah wanita cantik, Claire. Naikkan dagumu!" bisik Sinta.
"Claire malu, Bu," balasnya.
"Kau membuat kepalaku sakit. Larisa, hubungi Tuan Jason kalau kita sudah sampai!" perintah Sinta kesal.
"Baik, Bu." Sosok pria yang disebutkan barusan tiba begitu gagahnya menghampiri mereka bertiga.
Larisa langsung berdiri menyambut kedatangan Jason Monta sambil menggeser Claire agar dia lebih dulu dilihat pria dewasa itu.
"Halo, Tuan Jason. Selamat malam," sapa Larisa tersenyum hangat.
"Malam," balasnya datar tanpa menunjukkan ekspresi sedikit pun. Bahkan dia sama sekali tidak balas uluran tangan Larisa.
"Sialan tidak dibalas," rutuk Larisa.
"Silakan duduk, Tuan Jason," potong Sinta karena suasana terlihat dingin.
"Siapa pria ini?" gumam Claire dalam hati lalu ikut duduk. Seorang pelayan menghampiri mereka membawa makanan dan minuman yang sudah dipesan Sinta sebelumnya.
"Vodka dingin!" ucap Jason dingin.
"Baik Tuan." Pelayan tersebut undur diri setelah selesai menyajikan makanan dan minuman.
"Minuman seperti itu kan tidak sehat. Sayang sekali pria tampan seperti dia mau merusak tubuhnya," cebik Claire.
"Tuan Jason, bagaimana kabar kakek Damar?" tanya Larisa basa-basi.
"Baik," jawabnya singkat.
"Oh begitu syukurlah." Jason tidak menanggapi tapi pandangannya tertuju kepada Claire yang sedari tadi diam dan menunduk.
"Apa dia wanita yang mereka rekomendasikan untukku?" batin Jason dengan bola mata menyorot tajam ke arah Claire.
"Ya Tuhan pria ini sungguh aneh, kenapa dia menatapku seperti itu?" dengus Claire.
"Mentang-mentang pilihan Tuan Jason, kau mulai menarik perhatiannya. Lihat saja nanti Claire, jeritan menantimu," tawa Larisa sambil menikmati makanannya.
"Tuan Jason, mari kita lanjutkan makan," ucap Sinta penuh kelembutan. Jason hanya mengangguk namun tatapannya tetap terarah kepada Claire.
Sinta puas melihat reaksi Jason yang ternyata menyukai Claire pertama kali bertemu. Hadiah yang akan dia terima malam ini akan penuh karena tidak gagal menunjukkan wanita sesuai keinginannya.
Disela mereka semua menikmati makanan dan minuman, Rio terus menarik gas melajukan motornya menuju Club Paradise.
"Claire, kau terlalu polos join ke sana! Lagian untuk apa kau mengikuti ibu Sinta ke tempat seperti itu?!" pekik Rio kuat hal-hal yang tidak diinginkan terbesit dalam pikirannya.
Beberapa kali Rio mengumpati jalan raya yang cukup padat karena jarak antara rumah dan Club Paradise membutuhkan waktu cukup lama. Hal itu dikarenakan tempat tinggalnya jauh dari kota.
Suara dentuman musik yang begitu kuat sampai memekikkan telinga. Benda asap mulai mengepul ke udara, banyak para pengunjung yang berpasangan mulai menari-nari di bawah lampu berwarna-warni sekaligus pandu oleh penari handal.
Claire terbelalak baru menyadari kalau tempat yang mereka kunjungi adalah tempat orang-orang putus asa serta menikmati dunia indah secara bebas.
Kedua bola matanya tidak sengaja melihat adegan tidak pantas yang tidak jauh darinya. Claire mulai merasa tidak nyaman karena tempat ini tidak cocok dengannya.
"Bu, apa masih lama? Claire tidak betah di sini," bisiknya pelan.
"Diamlah! Semua keputusan ada ditangan Tuan Jason," balas Sinta kesal.
"Udara di sini terlalu menyengat Bu." Sinta langsung melotot tajam bisa gagal rencananya malam ini jika mereka pulang tanpa hasil.
"Nyonya Sinta, apa kita sudah bisa bicara?" potong Jason datar.
"Silakan, Tuan," jawab Sinta cepat. Jason minum terlebih dahulu sebelum memulai obrolan.
"Saya sepakat dengan nominal yang anda inginkan ini, Nyonya Sinta. Jika kurang, katakan saja nanti sekretarisku akan siapkan lebih dari ini." Sinta meraih sebuah kertas tipis tersebut dengan cepat.
Kedua bola mata Sinta memerah melihat angka yang tertera seulas senyuman langsung mengembang lebar.
"Terima kasih Tuan Jason, saya puas," ucap Sinta bahagia lalu memasukkan cek tersebut ke dalam dompet.
"Baik, kalau begitu saya permisi." Jason langsung beranjak tidak lupa melihat wajah Claire terlebih dahulu.
"Bu, berapa banyak Tuan Jason beri?" tanya Larisa penasaran karena sedari tadi jantungnya mau copot takut Tuan Jason batalkan kesepakatan.
"Bisa beli satu pulau, Sayang?!" pekik Sinta bahagia.
"Asyik kita kaya Bu." Larisa menjerit bahagia akhirnya mereka tidak jadi miskin.
"Bu, Claire ingin pulang," potong Claire karena merasa masalah sudah selesai teratasi.
Sinta dan Larisa baru menyadari masalah kedua belum selesai. Wajah bahagia mereka seketika sirna hanya melihat ekspresi Claire berubah dingin.
"Kita harus ke suatu tempat sebelum pulang, Claire," ucap Sinta sambil merapikan pakaiannya serta riasannya.
"Ke mana, Bu?" tanya Claire polos.
"Kau akan tahu nanti. Sekarang ikut ibu dan Larisa malam ini. Kita harus bersama menyelamatkan perusahaan peninggalan ayah," ucap Sinta penuh penegasan.
"Baik Bu," sahut Larisa penuh semangat.
Claire terpaksa mengikuti Sinta dan Larisa ke mana pun mereka melangkah apalagi berpakaian seperti ini membuatnya tidak nyaman. Tapi karena perusahaan peninggalan ayah mau tidak mau harus mengiyakan.
Keluar dari Club Paradise melewati para pengunjung yang menari-nari bahkan mereka tidak segan colek Larisa. Namun yang dicolek sama sekali tidak marah justru semakin memberikan akses agar mereka bebas melakukannya.
"Temani kami, Baby," bisik pria itu tidak sebutkan namanya.
"Nanti setelah misiku berhasil," balas Larisa sambil menggoda.
"Kami tunggu." Larisa hanya mengedipkan matanya lalu mengejar Claire dan Sinta sudah hampir tiba pintu keluar.
Claire baru bisa menghirup udara segar setelah tiba di luar. Bau asap serta minuman membuat kepalanya pusing terlebih lagi suara dentuman musik memekikkan telinga.
"Naik Claire!" ucap Sinta.
"Larisa belum datang, Bu," balas Claire.
"Masuklah dia sudah datang," sentak Sinta.
"Ya Bu." Claire masuk setelah melihat Larisa mulai mendekati mereka.
"Kau tadi tidak minum, Claire? padahal kita makan enak. Nih!" Sinta lalu memberikan botol minuman kepada Claire.
"Claire juga punya kok Bu." Claire menunjukkan botol minumannya kepada Sinta.
"Terserah kau saja," dengus Sinta sambil tersenyum lebar.
"Aku telat," seru Larisa lalu masuk ke dalam.
"Ayo kita berangkat." Mobil melaju pelan Claire tidak sengaja melihat motor Rio berpapasan dengan mereka.
"Rio?" ucap Claire heran dan terus melihat ke mana temannya itu pergi.
Claire terbelalak melihat Rio masuk ke Club Paradise. Dia tidak menyangka sahabatnya mau menginjakkan kaki ke sana.
"Omongan pria memang tidak bisa dipercaya. Rio yang menyayangi tubuhnya bahkan bisa datang ke sana?" kesalnya lalu kembali menghadap ke depan.
Lima menit berlalu tiba-tiba penglihatan Claire mulai buram serta tubuhnya mulai lemah nyaris tidak bisa ditegakkan.
"Bu, kepala Claire pusing," ucapnya pelan.
Larisa dan Sinta yang berada di depan tersenyum lebar dan langsung saling adu tos melihat rencana mereka berhasil.
Larisa dan Sinta tertawa terbahak-bahak melihat Claire sudah tidak sadar bangku belakang akhirnya rencana yang disusun serapi mungkin berhasil.
Kini, mereka sudah tiba sebuah hotel terbesar di kota metropolitan, salah satu resepsionis hotel langsung menyambut kedatangan mereka sambil membawa kursi roda.
"Dudukkan Nona ke sini!" ucapnya tegas.
"Terlalu berlebihan sekali harus menggunakan ini," rutuk Larisa melihat kursi roda tersebut.
"Jaga omongan anda jika tidak Tuan Jason batalkan kesepakatan," ancam resepsionis.
"Larisa jaga bicaramu," bisik Sinta takut dia laporkan kepada Jason yang terjadi barusan.
"Ya Bu," dengus Larisa akhirnya menyerah.
"Mulai malam ini hubungan kalian dengan Nona Claire tidak ada lagi kecuali Tuan Jason mengembalikannya, kalian paham!" tambah Derulo.
Derulo adalah sekretaris Jason sedang menyamar sebagai petugas resepsionis agar transaksi Jason tidak jadi perhatian.
"Kami paham Derulo." Derulo langsung masuk kedalam lift sambil mendorong kursi roda Claire.
"Bu, yakin kalau Claire akan sanggup menghadapi Tuan Jason yang gagah?" tanya Larisa tidak percaya.
"Apa yang tidak mungkin Sayang?" balas Sinta bahagia.
"Tapi Larisa cemburu Bu, Claire bisa bersama Tuan Jason malam ini sementara aku?" ucapnya lagi.
"Saat ini kau jangan pikirkan itu karena kita sudah dapat gantinya. Tuan Jason adalah bukan sembarang pria dengan mudahnya menerima wanita dalam hidupnya." Sinta langsung menepuk tasnya menunjukkan saat ini mereka sudah kaya raya.
"Kenapa aku tidak kepikiran ibu yang terbaik." Sinta memeluk Larisa sambil keluar dari hotel kembali ke Club Paradise.
Berbeda dengan Claire nasibnya sudah diambang pintu terbaring diatas tempat tidur keadaan polos. Tubuhnya hanya ditutupi menggunakan selimut putih tebal sampai ke leher.
Jason baru selesai membersihkan tubuhnya yang tinggi, tegap serta berotot menatap dalam wajah Claire yang polos tanpa mengenakan make-up. Bulir-bulir sisa air yang masih menempel pada rambutnya jatuh tepat ke wajah itu.
Claire terusik secara perlahan membuka kedua bola matanya karena merasakan air dingin mengenainya. Pertama kali ia lihat adalah wajah tampan Jason yang begitu dekat dengannya.
"Siapa kau?!" teriak Claire Danes kuat sampai suaranya memenuhi ruangan tersebut.
"Diamlah! Ternyata wanita kecil sepertimu bisa juga berteriak?" bisik Jason halus.
"Tuan Jason?" ucap Claire setelah tahu siapa pria bersamanya saat ini.
"Ingatanmu ternyata kuat ya," ucap Jason. Claire terdiam berusaha cerna apa yang terjadi dan kenapa bisa tidur bukan tempat tidurnya.
Claire baru menyadari Jason saat ini hanya mengenakan celana tipis. Bukan hanya itu aja, tubuhnya bahkan tidak mengenakan apa-apa hingga menunjukkan perut kotak-kotaknya.
"Apa yang terjadi? Tidak mungkin saya ada di sini tanpa sebab?" tanya Claire gugup. Secara perlahan mundur agar jauh dari tubuh kekar Jason.
"Belum ada yang terjadi santai saja Claire Danes. Lagian permainan baru kita mulai setelah kau sadar." Claire ketakutan mendengar ucapan Jason barusan.
"Aku mau pulang ibu dan Larisa pasti sudah menungguku di rumah," alasan Claire berusaha mencari celah.
"Kau pulang kalau aku sudah bosan denganmu!" Jason akhirnya menarik lengan Claire kuat agar tidak turun dari tempat tidur.
"Tuan sakit," lirih Claire.
"Kau akan merasakan lebih sakit dari sini." Jason langsung mengunci tubuh Claire agar tidak bisa bergerak.
"Tuan jangan sakiti saya?!" jerit Claire sambil berusaha mendorong tubuh kekar Jason.
"Malam ini kau harus melayaniku, Claire!" ucap Jason menahan tubuh Claire agar tidak bergerak.
"Saya tidak mau," tolak Claire histeris. Claire berusaha agar ia tidak menangis, biar tidak kelihatan lemah di hadapan Jason.
Merasa ditolak pertama kali, Jason geram Claire tidak mau melayaninya padahal dia sudah dibayar mahal dengan nilai yang begitu fantastis.
"Malam ini kau harus melayaniku," bisik Jason pelan tepat ke wajah Claire namun, pelan tapi pasti selimut yang melilit tubuh kecil Claire perlahan melorot.
"Jangan lepaskanlah saya Tuan," pinta Claire mengiba berusaha menahan selimut agar tidak turun.
Jason langsung menyibakkan selimut hingga pemandangan yang sedari tadi dia bayangkan akhirnya terpampang jelas. Pria dewasa itu tertegun melihat setiap kulit putih Claire tidak ada goresan melekat pada tubuhnya.
"Kita mulai menu pembuka lebih baik kau diam dan nikmatilah, Claire Danes," bisik Jason begitu sensual.
Claire menahan kuat selimut sampai air matanya bercucuran namun Jason tidak peduli terus menarik karena gejolaknya sudah diubun-ubun hendak dituntaskan malam ini.
"Tuan jangan?!" teriak Claire kuat tidak bisa dipungkiri lagi ketakutannya menatap pria yang baru saja dia kenal sungguh menakutkan.
"Jangan menolakku Claire! Sinta dan Larisa sudah menandatangani surat pernyataan segala sesuatu ada pada dirimu milikku. Aku membelimu dengan harga yang mahal jadi aku berhak atas apa yang aku lakukan pada dirimu termaksud membuangmu kapan aja." tubuh Claire menegang setelah Jason selesai berucap.
Tanpa Claire sadari tangan kekar itu sudah mulai menjelajah kedua kakinya yang dingin. Claire diam mematung cairan bening terus lolos membasahi kedua pipinya ternyata dia terjebak dalam permainan Sinta dan Larisa.
"Kenapa mereka menjualku dengan pria kaya sepertimu?" tanya Claire lirih dan menahan perih karena tangan Jason sudah bekerja dibawah sana.
"Nanti kau akan tahu alasannya setelah ini." Jason menyentuh berbentuk kacang sampai Claire membuka kedua bola matanya lebar menahan sakit.
"Tuan pelan-pelan?!" teriak Claire kuat tanpa sengaja kedua tangannya repleks menarik rambut Jason.
Jason menghentikan aksinya lalu naik keatas memperhatikan wajah Claire secara seksama. Claire berusaha memberontak seraya mencegah Jason agar tidak berbuat lebih dalam namun, kekuatannya dengan Jason jauh sekali.
"Claire," Jason berucap lalu jatuhkan wajahnya ke samping menahan darahnya yang mendidih karena merasakan getaran yang kuat tiap kali kulitnya kena kepada Claire.
Jason banyak meninggalkan jejaknya di sana tidak peduli suara teriakan Claire memekikkan telinga.
"Hentikan jangan diteruskan aku mohon?!" pekik Claire kuat sambil memukuli punggung kekar Jason.
Jason terlanjur gelap mata tidak peduli dengan suara teriakan Claire. Keinginannya yang penuh seolah tidak mau lepas walau hanya sebentar.
"Manis sekali," ucap Jason dalam hati.
"Hentikan Tuan aku tidak bisa bernapas," ucap Claire tidak jelas serta kedua tangannya terus memukuli punggung kekar Jason sampai meninggalkan bekas cakaran kukunya.
Claire merasa pasokan oksigen kurang karena hampir dua menit Jason tidak mau melepaskan tautan yang masih berlangsung. Jason terlalu pintar serta lihai mengambil kesempatan agar dia tidak lengah.
Jason menatap wajah Claire yang tidak beraturan bahkan keringat ada dimana-mana hingga kulit itu terlihat lebih licin dan bersinar. Air mata yang terus lolos tidak mengindahkan ada rasa iba pada pria dewasa itu.
Claire terus menangis dalam kungkungan Jason namun pria dewasa itu sedikitpun tidak ada belas kasih melihat kondisi wanita yang sudah dia buat kesakitan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!