Cobalah jadi malam agar kau tahu rasanya rindu, dan jadilah senja sesekali agar kau tahu artinya menanti. Aku adalah senja yang sama; senja yang tak berani mengucapkan selamat tinggal, senja yang selalu menolak pergi meski dihalau paksa oleh waktu.
Hari ini aku belajar dari senja bahwa yang indah dan mempesona akan datang dan hilang pada waktunya.
Senja kembali ke kamar dan kembali terduduk di lantai. Wanita itu sedang berpikir, apa yang akan dia lakukan. Membuang darah dagingnya ini tidak mungkin. Mengatakan kebenaran ini pada ayahnya itu lebih tidak mungkin.
"Langit, di mana kamu saat ini? Apakah kau telah melupakan janjimu? Lihatlah, aku di sini harus menanggung beban itu seorang diri. Aku harus bagaimana dengan anak kita ini?" gumam Senja pada diri sendiri.
Senja merasa hidupnya sangat hancur. Setelah kepergian ibu untuk selamanya di tambah lagi dia hamil di luar nikah. Kemana dia akan mengadukan nasibnya. Hanya tersisa ayahnya. Apakah Ayahnya bisa menerima kehadiran calon bayi di rahimnya.
Kepergianmu sudah cukup membuatku paham bahwa aku tak perlu lagi berharap terlalu tinggi. Aku bisa saja melupakanmu, tapi aku tidak mau. Sebab setelah kepergianmu, hanya kenangan yang tersisa. Biaskan ia tetap berada di tempatnya.
Setelah cukup lama menangis. Akhirnya Senja memutuskan untuk menemui nenek Langit. Siapa tahu wanita tua itu bisa membantu dan memberikan jalan keluar untuknya.
Senja mengambil sepeda dan mengayuh menuju rumah kediaman nenek Langit. Sampai di rumah yang paling besar dan mewah di antara rumah lainnya, Senja turun dari sepeda.
Mengetuk pintu rumah dengan pelan. Beberapa kali baru terdengar sahutan dari dalam rumah. Tampak seorang wanita paruh baya membuka pintu. Senja berpikir, mungkin wanita ini pekerja di rumah nenek Langit.
"Maaf, Bu. Apa neneknya Langit ada di rumah?" tanya Senja. Wanita itu tidak pernah datang ke rumah ini. Hanya melihat dari kejauhan jika dia menunggu Langit.
"Silakan masuk! Bu Renti sedang sakit. Ada perlu apa ya?" tanya wanita itu.
"Ada yang ingin aku tanyakan. Apa aku bisa bertemu?" Kali ini Senja yang bertanya.
"Mari ikuti saya!" ucap wanita itu lagi.
Senja mengikuti langkah kaki wanita itu menuju salah satu kamar. Dibukanya pintu dan terlihat seorang wanita tua sedang terbaring sakit.
Bu Renti, neneknya Langit itu memandangi kedatangan Senja. Sepertinya dia bertanya, siapa Senja. Wanita itu mendekati neneknya Langit.
"Nek, kenalkan aku Senja. Temannya Langit. Aku datang ingin tahu alamat Langit atau nomor yang bisa aku hubungi. Aku ada urusan dikit dengannya. Apa aku boleh memintanya?" tanya Senja dengan suara pelan.
Bu Renti menggeleng kepalanya. Dia tampak berusaha membuka mulutnya. Namun, sepertinya sangat sulit bagi wanita tua itu bersuara.
"Bu Renti kesulitan bicara sejak sakit," ucap wanita yang bekerja membantu neneknya Langit.
Senja menarik napas dalam. Bagaimana bisa dia bertanya pada nenek yang sudah tidak bisa mengeluarkan suara itu. Wanita itu menarik rambutnya frustrasi. Kemana dia mencari tahu keberadaan Langit lagi.
Akhirnya Senja pamit. Tidak ada gunanya dia mengadu pada nenek Langit. Dia juga tidak bisa bicara. Wanita muda itu mengayuh sepedanya kembali ke rumah. Suasana kampung sudah mulai gelap, pertanda malam malam akan menjelang. Apa lagi awan mendung di langit pertanda hujan akan turun.
Hari ini, aku ingin membicarakan rasa kehilangan dengan bahagia. Aku tidak akan mengingatmu lagi sebagai kenangan, tetapi pelajaran. Terima kasih untuk semua pengalaman yang kamu ciptakan. Jika kelak kamu merasakan kehilangan sesuatu hal, setidaknya aku harap kamu masih mengingat siapakah yang dulu pernah kamu biarkan begitu saja untuk pergi.
Sampai di rumah, Senja melihat ayahnya yang telah pulang dari kebun. Ayah duduk di sofa yang telah usang itu. Pandangan mata ayah tampak tajam.
"Selamat malam, Ayah. Maaf, aku telat masak. Aku ke dapur dulu untuk masak," ucap Senja.
Senja tidak berani menatap mata pria itu. Ayah tiri Senja itu memang sedikit kejam dan pemarah. Dengan ibunya saja, pria itu sering membentak apa lagi dirinya. Padahal ayah tirinya telah Senja anggap seperti ayah kandung.
Ibu Senja, menikah dengan pria itu saat usia Senja masih satu tahun. Ayah kandungnya telah tiada saat dia masih dalam kandungan.
"Dari mana saja kamu? Menjual diri pada siapa kamu?" tanya Ayah Reno dengan suara tinggi.
Senja kaget dengan kata-kata yang dilontarkan ayah tirinya itu. Kenapa dia berkata kasar begitu?
"Ayah, kenapa bertanya begitu? Aku tadi keluar sebentar karena ada perlu."
"Dasar ja*lang! Siapa yang menghamili kamu? Baru saja ibumu meninggal, kau sudah menjual diri!" ucap Ayah Reno.
"Ayah, kenapa berkata kasar begitu?" tanya Senja. Air matanya telah tumpah membasahi pipi. Tidak percaya dengan ucapan pria itu. Walaupun dia hanya seorang ayah sambung, tapi bagi Senja sudah seperti ayah kandungnya.
"Jangan pura-pura, kau! Ini apa? Punya kau, bukan?" Ayah Reno melempar tespek ke arah Senja. Wanita itu kaget melihatnya. Senja baru ingat jika alat itu tertinggal di kamar mandi.
"Siapa pria yang menghamili kamu? Atau kau tidak tahu siapa laki-laki itu karena terlalu banyak pria yang meniduri kamu?"
Pertanyaan yang dilontarkan ayah tirinya itu terasa menusuk jantung Senja. Kenapa pria itu menuduh dirinya begitu.
"Ayah, aku tidak pernah tidur dengan banyak pria. Aku mengaku jika saat ini aku lagi hamil tapi bukan karena menjual diri," ucap Senja terbata karena menahan tangisnya.
Ayah bangun dari duduknya dan menghampiri Senja. Tanpa wanita itu duga, ayah melayangkan tamparan begitu keras ke pipinya. Senja merasakan panas di pipi.
"Dasar anak tidak tahu diri. Sudah aku besarkan kau, setelah itu kau buat aku malu. Katakan siapa ayah anak itu!" teriak Ayah.
Senja hanya bisa menangis. Tidak mungkin dia mengatakan Langit, ayah dari bayi dalam kandungannya. Sedangkan pria itu entah di mana berada saat ini.
Ayah lalu menarik tangan Senja hingga ke kamar dan mendorong tubuhnya hingga tersungkur ke lantai. Ayah lalu mendekati lemari dan mengeluarkan semua isi baju wanita itu. Melempar ke wajahnya.
"Kumpulkan semua barang-barangmu. Pergi dari sini sekarang juga. Aku tidak sudi tinggal seatap dengan wanita murahan seperti kamu!" usir Ayah dengan suara keras.
Senja merangkak, mendekati ayah. Bersimpuh di kaki pria itu. Sambil menangis wanita itu memohon pada ayahnya.
"Jangan usir aku, Ayah. Aku tidak tahu harus pergi kemana. Aku tidak memiliki siapa-siapa lagi selain Ayah," ucap Senja dengan memohon.
Bukannya kasihan melihat Senja yang menangis terisak, ayah bahkan menendang Senja agar menjauh dari kakinya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 84 Episodes
Comments
Sri Puryani
pergi ke rmh nenek langit dl senja juat sementara, terus terang cerita sama bibi nenek langit gpp
2025-02-08
0
Simba Berry
ayah tirinya tdk salah.orang tja mana yg tdk sakit hati ketika mengetahui anaknya hamil anak siapa.
2024-12-04
1
Benazier Jasmine
sabar senja, semoga ada tempt yg mau menampung u & anak u.
2023-02-19
2