Pesona Nona Zahra

Pesona Nona Zahra

Episode Satu

"Kau lembur lagi?" tanya Alin rekan kerja sekaligus orang baik yang memberikan tempat tinggal untuk Zahra.

"Iya, aku sedang butuh uang banyak, Alin." Zahra menjawab tanpa mengalihkan perhatian dari deretan angka di layar komputer.

"Kau pikir aku tidak butuh uang?" kekeh Alin seraya menyampirkan tas di pundaknya.

"Sepertinya tidak. Kau bekerja kan hanya untuk mengisi waktu luang saja," balas Zahra membuat mereka tertawa.

"Ya sudah aku pulang ya. Kabari kalau kau berniat pulang lebih awal."

Sudah bukan hal aneh ketika Alin meminta Zahra untuk memberi kabar ketika akan pulang lebih awal. Sebab suatu hari Zahra pernah memergoki Alin dengan salah satu pria yang menjadi atasan mereka. Bram.

Waktu itu Zahra pulang lebih awal karena tidak ada lagi pekerjaan yang mengharuskan untuk dia lembur. Saat memasuki rumah dan melewati pintu kamar Alin, dia mendengar suara aneh. Suara erangan dan nafas yang saling bersahutan.

Zahra ingin menolak apa yang terlintas di benak tapi suara itu semakin memperjelas bahwa di dalam kamar itu ada dua orang yang tengah menyambut gelombang hasrat.

Hal yang membuat Zahra terkejut adalah orang yang keluar dari kamar Alin setelah beberapa menit berlalu. Salah satu atasan mereka yang Zahra ketahui sudah memiliki istri.

"Zahra?" pekik Alin saat sudah menutup pintu dan bermaksud kembali ke kamar. "Kamu sudah pulang?"

"Baru saja tiba."

"Ra, kamu butuh uang berapa?" tanya Alin.

Oh Alin sedang meminta agar Zahra tutup mulut. Akan tetapi tanpa dibayar pun Zahra tidak akan membuka rahasia orang lain. Dia cukup tahu diri karena diberi tempat tinggal.

"Tenang saja, aku tidak akan mencampuri urusanmu. Bukan ranah-ku." Zahra meninggalkan Alin.

Sejak saat itu dia menjaga jarak dari Alin. Mereka tetap bertegur sapa ketika berpapasan. Alin sendiri tetap baik pada Zahra karena terbukti sampai saat ini belum ada orang lain yang mengetahui skandal dirinya.

"Kopi?" Suara seorang pria membuat Zahra beralih fokus dari layar komputer. Seorang pria yang tidak lain adalah Fatih Akbar alias atasan mereka.

"Maaf saya tidak minum kopi." Zahra kembali fokus pada pekerjaan.

Fatih menatap heran pada perempuan yang sudah dia perhatikan sejak dua minggu yang lalu.

"Apa gaji pokoknya tidak cukup sehingga kamu harus lembur. Bahkan hampir setiap hari?"

Zahra merasa terusik dengan perkataan atasannya. Berarti dia selalu diperhatikan. Dia harus waspada sekarang, bisa jadi pria itu akan memanfaatkan kesempatan untuk melecehkan dirinya.

"Hey aku sedang bicara." Fatih ingin Zahra fokus pada dirinya.

"Maaf aku sedang bekerja."

Fatih mengangguk dan meninggalkan Zahra. Aneh baru kali ini ada karyawan perempuan yang acuh saat didekati. Padahal seharunya perempuan itu merasa bangga karena diperhatikan orang penting di perusahaan.

Pukul delapan lewat lima belas menit Zahra sudah mematikan komputernya. Dia meregangkan otot tangan sebelum memutuskan pulang. Capek, tentu saja.

Namun tidak ada pilihan lain untuk mendapatkan uang. Dia tidak ingin kaya melalui jalan pintas alias menjadi simpanan pria beristri.

"Kak, ibu jatuh di kamar mandi. Sekarang sudah di bawa ke RS."

Sudah tentu akan mengeluarkan biaya lagi. Belum sempat membalas pesan tersebut ponselnya sudah berdering menampilkan nama adiknya di layar.

"Kak, doker bilang ibu harus dioperasi," kata Hilal-adiknya.

"Memangnya ibu jatuh sampai separah itu?" Zahra mulai panik. Selain menyangkut biaya juga menyangkut keselamatan ibunya.

"Dokter bilang ada darah di otak bagian belakang ibu."

Tanpa berpikir panjang Zahara langsung memesan taksi online untuk mengantarkan dirinya pulang. Rumah dia dan tempat kerjanya berbeda kabupaten tapi hal itu tidak membuat dirinya takut pulang malam. Yang penting dia harus pulang malam ini juga.

"Dok, bagaimana keadaan ibu saya?" tanya Zahra saat dia tiba di rumah sakit dan langsung menemui dokter yang menangani ibunya.

"Jatuh di kamar mandi dengan posisi bagian belakang kepala menyentuh lantai itu mengakibatkan terjadinya kehilangan kesadaran juga terjadinya perdarahan pada baian otak. Selian itu juga terjadi retak pada tulang leher. Tindakan yang harus segera kita ambil adalah segera melakukan tindakan operasi."

"Kemungkinan selamat masih ada kan, Dok?"

"Selama kita berusaha kemungkinan itu akan ada. Meskipun entah berapa persen."

Zahra menemui bagian administrasi dan meminta rincian biaya yang harus ia bayar untuk keselamatan ibunya. Hasilnya membuat dia menggelangkan kepala.

Dari mana aku harus mendapatkan uang sebanyak ini?

Setelah melalui pertimbangan Zahra menemui bibinya. Satu-satunya keluarga sang ibu yang memiliki nasib baik.

"Kau mau pinjam uang lagi?" tanya Hayla-bibinya.

"Iya. Bisakah bibi pinjamkan uang yang bibi punya. Aku akan mengembalikan secepatnya."

"Aku tidak punya uang," jawab Hayla. Padahal jelas perhiasan yang sedang dia pakai saja jika dijual lebih dari cukup untuk uang yang akan dipinjam oleh Zahra. "Kalau kau mu uang terima saja lamaran Tuan Demir."

"Maaf, bibi, itu bukan solusi."

Jelas saja bukan solusi karena Tuan Demir yang dimaksud adalah pria yang sudah memiliki istri.

"Kau butuh uang 'kan. Dia akan memberikan uang yang kau butuhkan. Apa salahnya jika kau menjadi istri kedua. Dia sanggup kok menghidupi dua istri. Tidak perlu kau menjaga harga diri jika kau masih hidup susah."

Rupanya Zahra salah menadatangi orang. Dia pikir bibinya akan meminjamkan uang karena yang sakit adalah kakaknya sendiri tetapi ternyata tidak.

Zahra kembali ke rumah sakit untuk meminta keringanan. Uang yang dia punya tidak sebanyak itu. Bersamaan dengan itu ponselnya berdering. Alin menghubunginya.

"Kau tidak pulang Zahra?" Terdengar nada cemas dari seberang sana.

"Aku pulang ke Bandung, Alin. Ibuku masuk rumah sakit."

"Sungguh?"

"Iya, beliau jatuh di kamar mandi dan mengalami perdarahan pada otak juga retak pada bagian leher."

"Astaga, kau pasti membutuhkan biaya banyak, Ra. Katakan berapa banyak uang yang kamu butuhkan sekarang."

Hal ini yang tidak disukai Zahra, di mana dirinya akan terlihat lemah dan membutuhkan bantuan orang lain. Sejak dulu orang selalu memandang rendah pada dia dan keluarganya.

Lalu apa kabar jika sampai dia menerima tawaran dari bibinya untuk menjadi istri kedua Tuan Demir.

"Ra, aku tahu kamu tidak ingin merepotkan orang lain tapi ini demi keselamatan ibumu. Biarkan aku membantumu, ini bukan sogokan agar kamu menutupi rahasia-ku. Murni karena aku ingin membantu."

***

Fatih menatap foto pernikahannya dengan Sarah. Tujuh tahun mereka menikah dan kini masing-masing mulai merasa bosan. Terlebih saat tak kunjung mendapatkan momongan. Dia sudah bosan diteror soal anak oleh sang ibu. Deru mobil menandakan bahwa Sarah pun baru pulang.

"Dari mana?" tanya Fatih saat Sarah sudah memasuki ruangan yang sama dengan dirinya.

"Refresing. Aku perlu kewarasan setelah diteror olah ibumu tenang anak. Ibu mu terlalu kuno dengan selalu menanyakan hal yang sama. Kapan punya anak, teman ibu cucunya sudah dua, sudah tiga dan bla bla bla bla. Kamu pikir aku tidak stres. Lagi pula menikah bukan sekedar untuk mecentak anak bukan. Aku sudah bilang dari awal, aku ingin childfree."

Sarah meletakan tas dan mulai membersihkan diri. Kemudian mengaplikasikan skincare malam pada wajahnya.

"Kalau begitu aku akan menikah lagi," ucap Fatih membuat istrinya menoleh.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!