Episode Lima

"Ya?" tanya Zahra ketika menoleh pada pria yang berdiri di dekat meja mereka.

"Zahra 'kan?"

"Iya, maaf apa kita saling mengenal. Soalnya saya sering lupa akhir-akhir ini," kata Zahra.

"Aku Rezaldi biasa dipanggil Aldi, sebelumnya memang belum pernah kenal karena aku hanya mengagumi dan tidak pernah berani mendekat. Kamu terlalu cantik soalnya. Boleh bergabung?"

"Silahkan," balas Alin sedangkan Zahra hanya menanggapi biasa saja.

Selagi mereka makan hanya Aldi dan Alin yang banyak berbincang, karena Zahra merasa tidak nyaman ketika berbicara dengan lawan jenis.

Sikap Zahra diartikan sikap sombong oleh Aldi padahal Zahra hanya tidak terbiasa. Selesai makan Aldi menawarkan untuk jalan tapi Zahra menolak.

"Maaf ya, untuk kali ini aku tidak bisa," kata Zahra.

"Kenapa, Alin mau jalan dulu?" tanya Aldi.

"Aku ikut Zahra saja."

"Baiklah, tapi lain kali bisa?" Aldi masih berharap bisa jalan bersama Zahra dan menaklukan perempuan yang selalu dibicarakan oleh para lelaki di perusahaan. Dan Aldi ingin menjadi pemenangnya.

Zahra tetap menggelengkan kepala. Mereka berpisah di tempat parkir. Alin dan Zahra masuk mobil sedangkan Aldi menemui kedua temannya.

"Gagal lagi kan?" tanya temannya yang satu.

"Dia terlalu sombong jadi perempuan, tapi jangan panggil aku Aldi kalau tidak bisa menaklukan seorang Zahra," kata Aldi dengan penuh percaya diri.

"Mau taruhan?" tanya teman yang satu lagi, "Kalau diantara kita ada yang bisa membawa seorang Zahra ke ranjang, kau boleh ambil mobil sport milikku."

"Serius?" tanya Aldi dan temannya secara bersamaan.

"Kapan aku main-main. Pegang kuncinya!" Teman Aldi yang menawarkan taruhan memberikan kunci mobil pada Aldi dan teman yang satunya lagi.

Sepertinya akan seru jika mereka berlomba untuk mendapatkan seorang Zahra.

Yang diperebutkan kini sedang berada di dalam mobil untuk pulang ke rumah Alin. Alin yang sedang mengemudi tiba-tiba menginjak rem sekaligus. Zahra yang tidak siap dan lupa menggunakan sabuk pengaman langsung mendapat kecupan manis dari dashboard mobil.

"Lin," pekik Zahra sambil memegang kening yang terasa linu.

"Maaf, Ra, maaf tadi ada orang nyembrang tiba-tiba."

Zahra cepat-cepat turun disusul Alin, dan ternyata benar di depan mobil mereka ada seorang perempuan tengah duduk dan meracau. Bau alkohol begitu menyengat.

"Aku capek Fatih, ibumu selalu membahas bayi. Kamu juga mau nikah lagi," racau Sarah.

Zahra dan Alin saling lirik. Fatih? Bayi? nikah lagi? Ah tapi itu bukan urusan mereka.

"Ra, ayo."

"Masa ditinggal begitu saja, Alin?"

"Dia mabuk."

"Kita bawa dia ke hotel itu, biar dia aman di sana. Kasihan kalau perempuan mabuk dibiarkan di jalanan Alin."

Mau tidak mau Alin mengikuti ucapan Zahra. Mereka memapah Sarah yang tengah mabuk ke hotel terdekat. Setelah mendapat kamar, mereka meninggalkannya di sana.

"Tadi perempuan itu menyebut nama Fatih ya?" tanya Zahra sebelum menutup pintu.

"Iya kalau tidak salah dengar. Jangan-jangan itu istrinya Mr. Fatih ya, Ra."

Alim kembali masuk dan memeriksa ponsel milik sarah. Di mana terdapat foto Sarah dengan Fatih di layar tersebut.

"Benar, Ra."

"Ya sudah kamu hubungi Bram dan kasih tahu Mr. Fatih kalau istrinya di sini." Seingat Zahra Fatih sedang bersama Bram tadi.

"Itu bunuh diri namanya. Lagi pula pasti Bram tidak akan mengangkat panggilan dariku."

Orang yang sedang mereka bicarakan tengah menemani anaknya Bram bermain. Dia begitu senang dengan anak kecil dan berharap kalau Sarah akan berubah pikiran. Jika menggunakan surogasi dia berpikir bukan solusi seperti kata Zahra. Iya memang bukan solusi jika yang mengandung dan melahirkan keturunannya bukan seorang Zahra Altafun Nissa.

Dia tersenyum kala mengingat perempuan itu. Sayangnya Zahra bukan sosok perempuan yang mudah digoyahkan imannya. Bahkan anda ditawarkan untuk menjadi istri ke dua pun sudah pasti dia akan menolak. Harta tidak menyilaukan mata seorang Zahra Altafun Nissa. Prinsip yang dia pegang justru membuat Fatih semakin mengagumi dan bertengkar untuk memilikinya. Dia lupa kalau dia sudah memiliki istri.

Ponsel di saku celananya berdering, terdapat nama Sarah tertera di layar.

"Iya, Sarah?"

"Pak, istri anda ada di hotel Caston lantai 15 kamar 308."

"Nona Zahra?" Fatih langsung bisa mengenali suara itu.

"Iya, tadi mobil kami hampir menabrak istri anda, jadi kami bawa istri anda ke sini." Jelas sekali nada bicara Zahra menyiratkan kalau dia terpaksa menghubungi Fatih.

"Saya akan segera ke sana." Fatih mematikan sambungan serta pamit kepada si empu hajat.

Saat Fatih tiba ternyata Zahra dan Alin sudah tidak ada di sana. Hanya ada Sarah yang terlelap dengan pakaian yang, ah sudahlah.

Dia berdecak, melihat istrinya yang sering mabuk-mabukan. Bagaimana mereka akan bisa memiliki keturunan jika Sarah seperti ini terus menerus.

Fatih membawa sang istri pulang dan ternyata di rumah sudah ada ibunya menunggu kedatangan mereka.

"Mama? Belum tidur?" tanya Fatih seraya menggendong sang istri.

"Dia mabuk lagi?" tanya Misha-ibunya Fatih.

"Aku bawa dia ke kamar dulu ya, Ma. Nanti kita bicara."

Setelah meletakan sang istri dan mengganti pakaiannya Fatih menemui ibunya yang masih berada di ruang keluarga.

"Kapan kalian akan punya keturunan kalau Sarah seperti itu terus. Kamu sebagai suami tidak mendidiknya kah?"

Selalu pembahasan tentang anak yang jadi masalah di dalam keluarga Fatih.

"Aku sedang berusaha mendidiknya, Ma, tapi dia juga butuh ketenangan karena mama selalu menanyakan soal anak pada dia."

"Jadi mama yang salah?"

"Ah, maksudku bukan begitu. Soal anak biar menjadi urusanku dengan Sarah, tolong mama jangan menanyakan pertanyaan yang sama pada dia. Ada atau tidaknya anak di antara kami, itu bukan masalah, Ma."

"Bukan masalah? Kamu ingin keturunan Alan Akbar berakhir di kamu. Kamu pikir hidup hanya berdua itu menyenangkan? Setidaknya rumah dan kehidupan kalian akan berwarna dengan adanya anak. Kalau kalian berpikir hanya repotnya bagaimana mengurus anak itu memang repot, tapi dia akan menjadi investasi masa depan kalian. Kalian tidak akan merasa kesepian di masa tua nanti."

Benar sih apa kata Ibu Misha.

"Lihat mama yang ditakdirkan hanya memiliki satu anak. Kesepian. Mama dulu berusaha untuk bisa memiliki anak lagi tapi Tuhan tidak mengizinkan. Sekarang kamu bayangkan kalau tidak memiliki anak sama sekali. Kalian sehat kan?"

"Sehat, kita sudah memeriksakan ke dokter tapi-"

"Tapi Sarah kan yang selalu meminum pil pencegah kehamilan. Dia juga memasang IUD kan?"

"Mama tahu?"

"Apa sih yang tidak bisa diketahui dari kalian. Termasuk kamu yang mulai melirik perempuan lain, iya kan? Jangan main-main kamu. Cukup satu istri, didik dia sungguh-sungguh, beri pengertian tentang kehadiran anak. Jangan berpikir untuk tambah istri, satu saja kamu tidak bisa mendidiknya."

Serba salah kan jadi Fatih. Katanya ibunya ingin cucu, tapi melirik perempuan lain juga disalahkan. Jadi Fatih harus bagaimana mana.

***

Pihak perusahaan memberikan pengumuman di group chat kantor bahwa sudah menjadi agenda perusahaan akan mengadakan famili gathering di awal tahun. Tempat wisata yang ditunjuk adalah pulau Bali. Seluruh karyawan perusahaan diizinkan membawa istri dan anaknya.

Kabar tersebut sampai kepada Alin dan Zahra.

"Ikut kan, Ra?"

"Sepertinya tidak, kalau aku ikut kasihan Hilal menjaga ibu seorang diri."

"Yah, tapi kan sayang sekali ini gratis, Ra. Kalau kamu tidak ikut aku tidak punya teman lain nanti di sana."

"Kan ada ...." Zahra berdehem.

Selain pada Zahra kabar tersebut tentu menyebar pada seluruh karyawan termasuk Aldi dan dua rekannya.

"Menurut kamu Zahra ikut?" tanya Aldi.

"Fivety-fivety, bisa ikut bisa tidak," balas temannya.

"Aku punya ide kalau dia ikut. Sini biar kuberitahu." Mereka berbisik dan menyiapkan rencana jahat untuk Zahra. Mereka menyeringai setalah mendapat bisikan dari temannya.

Selamatkah Zahra kali ini?

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!