Episode tiga

Kini giliran Fatih yang memutar orak untuk mendapat jawaban dari serangan pertanyaan Zahra. Sungguh dia tidak menyangka kalau perempuan ini sangat lurus biasa. Pantas dia merasa tertarik untuk terus memperhatikannya.

Dari jawaban pajang Zahra dapat Fatih tangkap kalau dia menawarkan kesepakatan padanya tentu akan mendapat penolakan. Padahal jelas jelas tadi Zahra mengatakan akan menolaknya.

"Apa anda berniat menawarkan kerja sama itu pada saya?" tanya Zahra masih menggunakan mode tenang.

Deg.

"Ya kalau anda mau."

"Bukankah sejak awal saya sudah mengatakan akan menolaknya."

Fatih menggaruk bagian pelipis padahal tidak gatal sama sekali.

"Ah iya saya yang kurang fokus," kekeh Fatih, "berapa uang yang sedang anda butuhkan nona Zahra?"

Zahra tetap tersenyum tenang, tidak terpengaruh dengan tawaran uang. "Apa ini bentuk bujukan? Jika iya, maaf saya tidak membutuhkannya."

Zahra tidak tahu saja jika sikapnya semakin membuat seorang Fatih Alan Akbar menaruh perhatian padanya.

"Tidak, tidak, anda tidak perlu khawatir nona. Perusahaan akan meminjamkan uang pada anda untuk biaya pengobatan ibu anda. Uangnya bisa dikembalikan dengan cara dicicil. Setiap anda menerima gaji maka akan ada pemotongan. Kurang lebih seperti itu."

"Sungguh?"

"Iya, setelah ini temui pihak keuangan, saya akan menghubunginya dari sini. Semoga ini bisa membantu. Anggap saja ini sebagai bayaran atas dedikasi anda pada perusahaan. Malam ini anda tidak perlu lembur lagi."

"Maaf saya sempat salah paham pada anda."

"Tidak masalah, silahkan selesaikan kembali pekerjaan anda."

Sekali lagi Zahra mengucapkan terima kasih. Dia bangkit dan hendak meninggalkan ruangan kerja pamilik tempat ia bekerja. Akan tetapi Zahra menghentikan langkah ketika Fatih kembali memanggil. "Iya?"

"Senang bisa berdiskusi dengan anda nona," kata Fatih dibalas anggukan oleh Zahra.

Fatih tersenyum ke arah pintu yang sudah kembali tertutup. Tiba-tiba otaknya reflek membayangkan jika perempuan yang beberapa saat lalu berbincang dengan dirinya. Membayangkan cara mereka akan mendidik anak-anaknya nanti. Apalagi menurut Fatih Zahra begitu pandai dan cocok jika menjadi seorang ini dari anak-anaknya. Akan tetapi senyum itu hilang ketika Bram masuk dan sempat berpapasan dengan Zahra.

"Jadi?" tanya Bram menghancurkan imajinasi yang sedang dibangun Fatih.

"Batal."

"Loh? Tidak mungkin dia tidak tergiur dengan uang. Bukankah tadi kita mendengar kalau dia sedang membutuhkan banyak uang."

"Tidak selamanya uang bisa membeli apa yang kita inginkan. Uangku memang banyak tapi ternyata tidak bisa membeli kebahagiaan. Cara dia menolak tidak membuat saya tersinggung, Bram. Dia sangat pintar mencari jawaban tepat tapi enak didengar."

Bram mengerutkan kening. Sebagai sesama pria dia dapat menangkap maksud lain dari cara Fatih memuji Zahra.

"Sepertinya kau begitu tertarik membicarakan dia, Brother."

"Memang. Kau tahu kenapa?" Bram menggelengkan kepala, "Selain karena dia pekerja keras, dia juga pandai menempatkan diri di posisi orang lain. Sehingga tidak mudah menyudutkan dan menghakimi orang lain."

Fix, dalam pikirannya Bram mengatakan kalau Fatih tertarik pada sosok yang berpapasan dengan dirinya tadi. Cantik memang, tapi sayang dia tidak bisa serakah. Sekarang saja dia sudah memiliki dua wanita, satu istrinya dan satu lagi adalah Alin.

***

Sebelum kembali ke ruangan kerjanya, Zahra menemui bagian keuangan seperti yang diperintahkan oleh Fatih. Staf bagian keuangan membawanya menghadap langsung pada Bu Hayan selaku direktur keuangan.

Meskipun sudah diberi amanat oleh Fatih tetap saja ada beberapa prosedur yang harus dilakukan oleh Zahra untuk mendapatkan pinjaman.

Dua jam sudah dia meninggalkan ruangan kerjanya dan baru kembali. Alin yang meja kerjanya bersebebalahan tentu penasaran apa yang dibicarakan Zahra dengan atasan mereka.

"Shut, apa yang dibicarakan Mf. Fatih, Zahra?"

"Penasaran ya?" Zahra kembali fokus pada pekerjaan yang sempat dia tinggalkan. Dalam hati dia mengucap kata syukur berulang kali. Setidaknya untuk beberapa waktu ke depan dia sudah memiliki pegang untuk biaya pengobatan ibunya. Jadi dia tidak perlu lagi berharap kebaikan dari bibinya.

Alin berdecak ketika rasa penasarannya tidak terjawab. Mereka sama sama fokus pada pekerjaan sampai waktu kerja berkahir.

"Tidak lembur?" tanya Alin ketika melihat Zahra ikut mengemas barang-barangnya.

"Hari ini tidak, aku harus pulang ke Bandung untuk melihat kondisi ibu. Aku belum tahu kabarnya pasca operasi."

"Perlu aku temani?"

"Terima kasih, Alin, tapi aku tidak ingin merepotkan lagi." Mereka sama-sama keluar dari ruangan kerja. "Jam segini masih aman kok pulang ke Bandung. Aku akan pulang menggunakan kereta."

"Ya sudah kalau tidak ingin ditemani. Aku antarkan kamu ke stasiun ya."

Zahra mengangguk setuju.

Rumah sakit menjadi tujuan utama Zahra ketika dia sudah tiba di Bandung. Dia menghampiri adiknya dan menanyakan kabar ibu. Akan tetapi diamnya Hilal membuat Zahra semakin cemas. Gegas dia menemui dokter di ruangannya.

"Ada kabar baik juga ada kabar buruk. Saya akan mengatakan kabar baiknya lebih dulu tapi anda harus siap mendengar kabar buruknya juga. Operasi pembersihan darah bada bagian otak belakangnya berhasil tapi ibu anda mengalami penurunan kesadaran untuk waktu yang belum bisa diprediksi."

"Maksud anda, ibu saya koma?"

"Ya, seperti itu."

Zahra memijat kening untungnya dia sudah memiliki pegangan uang.

"Lekas kembali sehat ibu, rumah terasa sepi tanpa kehadiranmu." Sekarang Dia hanya bisa menatap sang ibu yang masih berada di ruangan ICU ruangan yang paling menakutkan.

"Zahra!"

Zahra dan Hilal berbalik menatap si pemilik suara yang tidak lain adalah Hayla-bibi mereka.

"Dari mana kamu punya uang?"

Zahra dan Hilal saling merilik. Tidak adakah pertanyaan lain selain uang, misal menanyakan kabar ibunya.

"Apa itu penting buat bibi?" tanya Hilal.

"Diam kamu anak ingusan. Saya sedang bicara dengan kakakmu."

"Lalu pentingnya apa untuk bibi?" tanya Zahra dengan tetap mengutamakan adab saat bicara dengan orang yang lebih tua.

"Pentinglah saya tahu kamu dapa uang itu dari mana. Tidak mungkin kan kamu dapat uang sebanyak itu dalam satu malam kalau-,"

"Kalau apa? Bibi mau mengatakan kalau bukan karena Kak Zahra menjual diri begitu?" Hilal tampak emosi. Dia sudah geram ketika kakak dan juga ibunya selalu saja direndahkan. Bahkan yang merendahkan adalah bibinya sendiri.

"Hilal!" Zahara menegur adiknya.

"Jangan diam saja, Kak. Orang ini terlalu mengurusi kehidupan pribadi orang lain tapi tidak memiliki andil. Lihat, bahkan ketika kakaknya sendiri membutuhkan uluran tangan tapi bibi malah lebih senang melipat tangan di dada."

"Kamu?" Hayla menunjuk wajah Hitam dengan ekspresi marah.

"Hilal!" Zahra menggelengkan kepala agar adiknya tidak lagi membuat adik ibunya marah.

"Dasar anak haram. Gara-gara kalian kakakku jadi hidup susah. Gara-gara dia manu menikah dengan ayah kalian dia rela hidup miskin dan kekurangan. Dasar pembawa sial."

Zahra berdehem, "Kalau tujuan bibi datang hanya untuk memaki kami dan bukan menjenguk ibu, lebih baik bibi pulang. Kasihan, bibi hanya akan membuang-buang waktu dan energi," kata Zahra dengan nada tenang, tidak menggebu-gebu seperti adiknya.

Setelah Hayla pergi, seorang pria beroakian rapih menghampiri Zahra.

"Selamat malam, benar anda nona Zahra?" tanya pria itu.

Hilal dan Zahra saling melirik kemudian Zahra mengangguk.

"Saya Sam, asisten pribadi Tuan Fatih Alan Akbar. Beliau ingin berbicara dengan anda."

"Tuan Fatih Alan Akbar? Apa beliau rasa saya di tempat kerja?"

"Benar, mari ikut saya."

Zahra pamit pada Hilal dan mengikuti pria yang bernama Sam. Akan tetapi yang membaut heran adalah pria bernama Sam itu membawa Zahra ke ruangan yang bertuliskan dr. Friska SpOG.

"Silahkan!" Sam membuka kan pintu untuk Zahra.

"Selamat malam, Nona Zahra," sapa Fatih yang tengah duduk santai di ruangan dokter tersebut.

"Selamat malam," balas Zahra.

"Silahkan duduk, Nona Zahra," kata dokter perempuan yang ada di sana. "Apa ini calon ibu pengganti Tuan Fatih?"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!