Hati Yang Patah
"Sudah berapa kali Ayah bilang kan,,, mengerti lah dengan kakak mu, dia yang paling membutuhkan kasih sayang disini, bisakah ngertiin Ayah sedikit saja?" Kata pria paru baya dengan tajam kepada putrinya. Kemudian kakinya melangkah ke kamar Putri Bungsunya yang saat ini tengah merajuk.
"Maafin Liora yah." Ucap gadis kecil berusia 7 tahun itu dengan kepala menunduk sambil menahan buliran bening yang sudah siap di tumpahkan dari kelopak matanya. Padahal ia hanya meminta menemaninya bermain sebentar saja.
"Sini nak, ayo main sama ibu. Gak apa-apa kan?" ucap ibunya dari arah dapur sambil menahan sesak di dadanya melihat putri kecilnya diperlakukan seperti itu.
selalu seperti ini... Padahal ia hanya ingin di temani ayahnya walau cuma sebentar saja, namun rasanya sangat sulit sekali.
Pasti kalian bingung kenapa kakak disebut putri bungsu ayah.
Karena dia adalah putri bungsu ayah dari istrinya yang pertama,kakaknya bernama Aldi.
sedangkan aku adalah anak dari istri kedua ayah. Kak Aldi sekarang duduk di bangku SMA, kak Adel baru masuk SMP sedangkan aku di kelas 1 Sekolah Dasar. Aku dan kak Adel terpaut usia 6 tahun namun ia yang paling manja disini. Apapun yang dia inginkan harus terpenuhi meskipun terkadang Ayah sampai ngutang sama tetangga hanya sekedar memenuhi keinginannya. Dulu, Ibunya meninggal saat melahirkannya itulah alasan mengapa ayah selalu berusaha mengabulkan semua yang ia mau. Terkadang jika ayah tidak punya uang lagi, Ia akan mengamuk dan berlari ke makam ibunya dan menangis disana sambil mengadu kan sikap ayah. Dan pasti lah setelahnya ayah akan merasa bersalah, dan berusaha membujuknya dengan mengabulkan segala permintaannya.
Ibuku tak bisa berbuat banyak, karena ayah pasti menyalahkan ibu jika ia berani keluar suara. Aku selalu ingat apa yang Ayah katakan kepada ibu jika berani menasihati kak Adelia jika tingkahnya kelewatan.
"didik saja putrimu yang benar,gak usah menasihati putriku, karena aku yang paling tau apa yang terbaik untuk nya".
Selalu seperti itu, seakan ada batasan diantara kami, sementara aku juga anak kandung ayah yang masih membutuhkan kasih sayang ayah, dan bahkan ibu sangat menyayangi kak Adelia, tanpa membeda-bedakan kami, namun ayah sendiri yang memberi batasan itu. Disini bukan aku saja yang terluka melainkan ibu pun merasakan hal yang sama denganku. Rasanya ibu masih belum mampu meluluhkan hati kak Adelia agar menganggapnya sebagai ibunya juga. Jika sudah begini, seringkali aku memeluk ibu agar mengusir rasa sakit hatiku terhadap sikap ayah. Jika ayah tau setiap malam aku selalu diam-diam masuk kemar ayah untuk sekedar mencium keningnya sebagai ucapan selamat tidur, dan memeluknya erat ketika ia sedang tidur lelap, karena hanya itulah kesempatanku bisa dekat dengannya. Ketika ia bangun esok pagi, mustahil aku bisa memeluk dan menciumnya. Ah sungguh malang nasibku. Ibu selalu diam-diam menangis jika aku menyelinap ke kamar mereka setelah ayah tidur.
Aku dan kak Adel memiliki kamar masing-masing, dikamar nya penuh dengan hadiah yang diberikan ayah, kamarnya pun lebih besar daripada kamarku. padahal kami sama-sama anak ayah hanya saja ibu kami berbeda. Namun apakah aku tak pantas mendapatkan kasih sayang yang sama dari ayah?
Hanya karena ia kehilangan ibunya bukan berarti ia harus me monopoli semua kasih sayang ayah bukan? lagian ibuku tak pernah membedakan kasih sayang diantara kami, lantas kenapa ayah tak bisa melakukan hal yang sama seperti ibu?
Terlalu sering aku menangis hanya karena hal -hal kecil yang dilakukan ayah dan kak Adel yang melukai hatiku,,, tidak kah mereka peduli padaku? padahal jika dilihat dari usia, seharusnya aku yang masih membutuhkan kasih sayang ayah. Aku iri sama kak Adel yang dengan mudah mendapatkan apa yang ia mau, sementara aku bahkan untuk jajan aku saja ibu selalu mikir mengingat kehidupan ekonomi kami yang serba berkecukupan. Ayah hanya seorang petani biasa dan ibu adalah ibu rumah tangga. Itulah alasan mengapa ibu selalu mengajarkan ku untuk tidak meminta yang berlebihan, bahkan aku sudah dipaksa mandiri sejak kecil. ibu mempunyai kerja sampingan yaitu membuat kue, dan aku menjualnya di sekolah. uangnya digunakan untuk menabung untuk masa depanku sendiri. Walaupun ayah bertanggungjawab atas biaya sekolah kami, namun ibu selalu mengajarkan ku menabung sejak kecil agar kelak terbiasa mandiri tanpa mengandalkan uang orang tua.
Aku setuju dengan pendapat ibu, karena aku suka menabung. Ibuku adalah contoh ibu yang hebat, walau sesakit apa pun kata-kata ayah, namun ibu selalu berusaha memaafkannya, Ibu ku sangat mencintai ayah. Ia juga tak pernah sekalipun mengajarkanku untuk membenci atau menjelekkan ayah,,, dia selalu bilang bahwa Ayah bersikap begitu karena kak Adel kehilangan ibunya, berbeda dengan aku yang masih mempunyai orang tua lengkap. Makanya ibu selalu bilang agar aku bersabar sampai suatu saat nanti aku merasakan kasih sayang ayah. Dan aku sangat menanti saat itu tiba. Berbeda dengan kak Aldi, walaupun ia tidak begitu dekat denganku, namun ia masih menghargai ibu, dan juga tidak selalu mengambil perhatian ayah, mungkin karena ia anak laki-laki, jadi ia tidak manja seperti kak Adel. Sifat nya yang dingin membuat ku agak takut berada di dekatnya namun begitu, ia tak pernah sekalipun menggangguku.
"Bu, uang yang ayah kasih kemarin ayah minta sebagian, Adel lagi pingin beli tas baru sama kaya punya temannya yang kemarin."
Ayah berkata sambil menutup pintu kamar kak Adel dengan pelan agar tidak mengganggunya yang sedang tidur setelah puas merajuk.
"Kan uangnya udah ibu pake buat belanja kebutuhan dapur sama bayar utang Bu Mirna, yang ayah pake buat beliin sepeda baru buat Adel Minggu lalu yah." Ibu menjawab sambil mengelus rambutku dengan sayang. karena ia tau suasana hatiku sedang tidak baik.
"Masa gak ada sisa sama sekali Bu?" tanya ayah dengan dahi mengerut.
Ibu menghela napas kemudian dengan tenang ia berkata: Yah, sisanya ada tapi itu untuk simpanan untuk keperluan mendesak, itupun gak seberapa. Bisakah tas nya ditunda dulu? tas nya kan masih bagus baru di pakai 5 bulan. Namun terlihat ayah tidak suka dengan kata-kata ibu.
"Aku kerja untuk anak-anak ku, jadi apapun kebutuhan mereka sebisa mungkin aku penuhi. untuk apa aku kerja keras jika hal kecil saja yang mereka inginkan aku tak mampu memberikannya?".
Ibu tak langsung menjawab, ia lebih dulu menyuruhku masuk ke kamar dan menutup pintu kamarku.
" Lalu bagaimana dengan keinginan Liora yah??? apakah dia gak berhak atas hasil kerja keras ayah? dia juga anak kandung ayah sama dengan yang lain nya. kenapa keinginannya tidak pernah kau penuhi walaupun sederhana?". Ibu meluapkan kekesalan yang ia pendam selama ini.
" Karena ada kamu yang memenuhinya, sedangkan Adelia sudah tidak merasakan kasih sayang seorang ibu bahkan sejak lahir, itulah mengapa sebisa mungkin aku menuruti keinginannya agar ia tidak terus-terusan mengingat ibunya. mengertilah sedikit dengannya mengapa kamu begitu egois?" Ayah membentak ibu dengan keras bahkan suaranya sampai ke kamarku.
Ibu hanya bisa menangis, kemudian berkata dengan suara lirih, "Selalu seperti itu jawabanmu Yah, padahal sedikitpun aku tak pernah membedakan kasih sayangku kepada mereka bertiga."
"Sudahlah aku malas berdebat, sudah kesekian kali kita bertengkar dengan masalah yang sama." Ayah berkata sambil berlalu keluar dari rumah.
aku mengintip dari celah pintu melihat ibu menangis sambil membekap mulutnya agar tidak mengeluarkan suara... Aku pun menangis gemetar karena mendengar teriakkan ayah tadi. Kaki kecilku melangkah mendekati ibu kemudian memeluknya. Ibu pun memelukku dengan erat.
Ini sudah kesekian kalinya ayah seperti ini, entah sampai kapan ia akan memperlakukan aku dan ibu secara tidak adil. Tidak taukah Ayah bahwa perbuatanya melukai hatiku dan juga ibu? Aku terus menangis dalam dekapan ibu yang dengan setia mengelus punggungku untuk sekedar meredakan tangisku. Entah kenapa muncul setitik rasa benci pada ayah. Sekuat tenaga aku menghilangkan rasa itu karena jauh di lubuk hatiku aku sangat mencintainya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 62 Episodes
Comments