BAB 5

Pov (Aisyah)

     Tok

Tok

Tok

     'Siapa yang datang ya?'. Gumamku dalam hati.

"Iya sebentar". Teriakku dari dalam.

Setelah pintu ku buka pintu, tidak ku temukan seorangpun di luar. 'Mungkin ada anak sekitar sini yang usil'. Pikirku lalu menutup pintu kembali dan hendak balik ke kamar.

Baru saja mau ku langkahkan kakiku, terdengar lagi ketukan pintu di luar yang membuatku sedikit kesal.

Tok

Tok

Tok

"Siapa sih yang...". Tiba - tiba aku dikaget kan dengan sekuntum bunga mawar di depanku saat pintu ku buka.

"Surprise".

     Ternyata itu ulah Mas Arya yang usil mengerjaiku.

"Bunga mawar yang indah untuk istriku yang cantik". Ucap Mas Arya memberikanku bunga sambil berlutut.

"Ihh.. Mas usah usil banget de, coba kalau tadi bukan aku yang bukain pintu". Ucap sambil memasang muka cemberut.

"Iya makanya yang pertama Mas sembunyi dulu. Sudah dong mukanya jangan kayak gitu, Mas minta maaf ya. Tidak kasian apa Mas berlutut terus, entar bunganya layu loh". Ujar Mas Arya memasang memelas.

"Siapa suruh usil kayak tadi, senang banget ngerjain istri sendiri". Jawabku kesal sekaligus senang dan ngambil bunga dari tangannya.

"Iya iya maaf. Oya kok sepi? Yang lain pada kemana, sudah pulang ya?" Tanya Mas Arya sesampai nya di ruang tamu dan mengajakku duduk di sofa.

"Mereka semua pergi ke Mall, Maira pengen main ke Playground". Jawabku.

"Sama ibu juga? Kenapa kamu gak ikut?". Tanyanya lagi.

"Tadi Mbak Bella ajakin, tapi aku gak enak badan sepertinya mau datang bulan. Lagian aku gak pernah kesana, nanti malah merepotkan lagi, mereka juga rencananya malam baru pulang". Jawabku, aku tidak berbohong karena memang aku sedikit tidak enak badan. Ya walaupun karena penolakan ibu Mertua juga.

"Ya sudah nanti kapan - kapan kita berdua pergi ke Mall juga". Ucap suamiku.

Aku cuma membalas dengan senyuman.

"Mas kenapa pulang jam segini? Biasanya sehabis Magrib paling cepat pulangnya? Tanyaku heran.

"Tadi habis ngantar orderan Mas sekitar sini sekalian aja singgah ke rumah". Jawab Mas Arya.

"Terus ini bunga dapat dari mana?". Tanyaku lagi.

"Tadi pas di lampu merah, ada anak kecil yang nawarin bunga, Mas keingat kamu jadi Mas beli". Hmm.. Kamu udah makan siang yank?" Tanyanya.

Aku menggeleng. "Belum Mas, tadi baru selesai sholat pas Mas datang". Jawabku.

"Mas lapar nih kita makan di warung bakso Mang Ujang yuk, mau gak?". Ajak Mas Arya.

"Mau Mas, kebetulan aku lagi pengen makan yang pedas dan berkuah". Jawabku bersemangat, karena sudah lama kami berdua tidak makan berdua di luar.

"Aku ganti baju bentar ya Mas". Ucapku berlalu ke kamar.

Gak butuh lama untuk aku bersiap, atasan kaos dengan luaran sweater, celana kulot dan jilbab instan, tas kecil buat dompet dan telepon genggam. Tidak lupa aku gunakan liptint biar gak kelihatan pucat. Setelah dirasa cukup, segera ku temui Mas Arya di ruang tamu.

"Ayo Mas, aku udah siap". Ucapku. Mas Arya malah bengong melihat ke arahku.

"Mas.. Kok malah bengong? Jadi gak nih kita perginya? Kenapa liatinnya kayak gitu, apa ada yang salah sama muka dan penampilanku?" Tanyaku.

"Jadi yank, habis kamu cantik banget, sudah lama kamu gak bergaya kayak gitu". Pujinya.

"Alah lebay". Ucap ku sambil tertawa. Wajar sih kalau reaksi Mas Arya seperti itu, soalnya sejak tinggal di sini aku hampir tidak pernah keluar rumah, paling cuma ke warung Mpok Atik dan kalau beli sayur di penjual sayur keliling. Baju dinasku sehari - hari hanya daster itupun beberapa ada yang bolong.

"Mas buruan, nanti keburu kenyang kalau liatin aku terus". Ucapku menggodanya.

"Ya udah ayo yank, jangan lupa pintu dikunci". Ujarnya setelah kami berada di luar rumah. Ujarnya mengingatkanku.

"Mas kalau boncengin kamu pake jaket ojol kayak gini, macam boncengin anak gadis, pegangan yang kuat yank". Ucap Mas Arya melaju kan motornya menuju warung Bakso Mang Ujang.

***

Sekitar sepuluh menit kami sampai juga di warung baksonya. Setelah memarkirkan motornya, kami berdua segera masuk dan mencari tempat kosong. Warungnya rame banget dan gak ada tempat yang kosong karena kami datang bertepatan dengan jam makan siang dan waktu pulang anak sekolah.

"Yank tempatnya penuh semua, kamu mau nungguin ada yang kosong atau bungkus aja makan di rumah?" Tanya Mas Arya.

"Tungguin aja Mas, itu juga ada beberapa meja yang udah mau selesai". Ucapku.

Akhirnya setelah menunggu beberapa menit ada juga tempat yang kosong, segera kami isi sebelum ada orang lain yang tempati. Setelah kami duduk, datang pelayan yang menanyakan pesanan kami. Aku memesan mie ayam pentol dan es jeruk, sedangkan Mas Arya memesan bakso telur dan es teh. Setelah mencatat pesanan kami, pelayan tersebut pergi menyiapkan pesanan kami.

Sambil nunggu pesanan datang kami saling bersenda gurau sambil mengingat awal perkenalan kita sampai kita bisa sampai ke jenjang pernikahan. Kemudian datang pelayan yang tadi mengantarkan pesanan kami.

Mas Arya makan duluan, aku memperhatikannya dia makan dengan lahap sampai lupa melepas jaket ojolnya, besar banget perjuangannya untuk membuatku bahagia, aku bersyukur menjadi istrinya. Jadi teringat awal kami kenal, untung dulu aku terima lamarannya.

Pikiranku kembali pada awal perkenalanku dengannya. Saat itu setahun setelah kepergian mendiang orang tuaku, aku sudah mulai menerima kenyataan kalau mereka sudah tenang di sisi Allah SWT. Pasti mereka akan sedih kalau lihat aku terus terpuruk kayak gini, aku harus bangkit, aku masih muda Insyaallah hidupku masih panjang.

Dia saat aku sedang merenung, aku di kagetkan dengan panggilan dari tanteku yang mengatakan ada Mila teman SMAku yang datang berkunjung. Aku pun keluar menemuinya.

Saat bertemu dengannya entah kenapa kami berdua malah menangis dan berpelukan, mungkin karena lama tidak bertemu karena waktu semasa sekolah dia merupakan salah satu sahabatku.

Setelah puas berpelukan seperti Teletubbies dan menguras banyak air mata, kami pun duduk di kursi. Kami saling menanyakan kabar masing - masing. Dari ceritanya akupun tau kalau sekarang dia bekerja di Indoapril yang ada kabupaten. Dia tidak melanjutkan kuliah karena masalah biaya. Sebagai anak sulung dia merasa dia harus membantu ibunya membiayai kehidupan mereka dan menyekolahkan kedua adiknya. Ibunya seorang janda, ayahnya sudah lama meninggal. Untuk menyambung hidup setelah kepergian ayahnya, ibunya menjadi buruh cuci.

Setelah tahu Mila sudah bekerja, terlintas keinginanku untuk bekerja juga. Akupun bertanya padanya apakah masih ada lowongan pekerjaan di tempat kerjanya. Alhamdulillah masih ada untuk bagian kasir, karena kasir yang sebelumnya pindah ke cabang lain.

Mila pun pamit dan berjanji akan mengabariku besok. Dia pun meminta nomor ponselku karena nomor yang tersimpan di hpnya sudah tidak aktif, memang ponselku sudah tidak ku aktifkan lagi sejak kematian orangtuaku, pasti sekarang sudah habis masa aktifnya. Akhirnya aku berikan saja nomor tanteku. Mungkin nanti sore aku akan membeli nomor baru.

Setelah Mila pamit, aku menceritakan niatku untuk bekerja kepada tante dan omku, tanteku pun tak kuasa menahan haru dan memelukku karena akhirnya aku bisa bangkit dan melanjutkan hidup ku. Tante dan omku mendukung penuh aku untuk bekerja.

Aku pun meminta tolong pada adik sepupuku untuk membelikan nomor yang baru untukku. Oya dia adalah putra satu - satunya tanteku yang berusia 10 tahun.

Singkat cerita akhirnya aku sudah bekerja di Indoapril, alhamdulillah aku bisa menempatkan diri dengan baik dan juga mendapatkan rekan kerja yang baik pula. Mila pun selalu membantuku. Kami tiap hari pergi dan pulang kerja bersama karena rumah kami searah.

Tidak terasa sudah setahun aku bekerja di sini, aku sudah bisa kembali ceria seperti dulu, akupun sekali seminggu mengunjungi makan orangtuaku dan tidak pernah lupa untuk selalu mengirimkan doa untuk mereka.

Suatu siang saat aku sedang bertugas, ada seorang pria yang datang berbelanja ke tempat kerjaku. Menurut penglihatanku dia cukup tampan, tinggi, putih, berpakaian layaknya orang kantoran tapi keliatannya dia bukan asli orang sini. Diapun menuju kasir untuk membayar, dia membeli sebotol air mineral dan beberapa makanan ringan. Aku pun menghitung total belanjaannya dan menunggu dia untuk membayar tapi dia malah diam menatapku, sampai ada seorang ibu yang menegurnya untuk cepat karena banyak yang sudah banyak yang mengantri di belakang. Dia pun membayar belanjanya dan berlalu keluar.

Hari ini aku pulang sendiri karena Mila beda shift denganku. Saat aku keluar toko, ada pria tadi di parkiran, ternyata dia menunggu untuk berkenalan. Aku pun tidak menghiraukan dan segera pulang dengan menaiki angkot.

Ternyata dia tidak berhenti sampai disitu, hari berikutnya dia pun tetap menungguku pulang bekerja aku jadi merasa tidak enak. Karena kasihan aku pun mau bicara dengannya. Kami pun berkenalan tenyata namanya Arya Winata, dia berasal dari Jakarta. Dia sedang perjalanan dinas disini. Dari percakapan kami aku bisa menyimpulkan dia pria yang sopan dan bertutur kata baik.

Dia menawarkan mengantarku pulang tapi ku tolak dengan halus. Dia pun tidak memaksa dan pamit pergi tapi sebelum pergi dia meminta nomorku karena besok dia sudah balik ke Jakarta, aku pun memberikannya dan kami berpisah.

Setelah dia balik ke Jakarta kami sering berkomunikasi dan hubungan kami semakin dekat, hingga dia menyatakan perasaanya padaku dan ingin melamarku. Saat itu aku menganggap hanya bercanda tapi dia malah melakukan video call dan ingin berbicara pada Om dan tanteku sebagai waliku untuk meminta izin melamarku.

Dia berjanji seminggu lagi akan datang bersama orangtuanya melamarku untuk membuktikan keseriusan.

***

Seminggu berlalu dan tidak ada kabar apa pun sejak pembicaraan waktu itu. Aku pun tidak ingin terlalu berharap. Tapi sehabis isya ada sebuah mobil yang berhenti depan rumahku, begitu pintu mobil terbuka ternyata itu dia datang bersama seorang pria paruh baya sepertinya seumuran almarhum Ettaku kalau beliau masih hidup.

Kami pun mempersilahkan mereka untuk masuk dan menyuguhkan hidangan seadanya. Bapak itu pun memperkenal dirinya sebagai Pak Surya Winata, bapak dari Mas Arya. Beliau lalu menyampaikan niat kedatangannya untuk melamarku untuk menjadi istri anaknya, dan juga meminta maaf karena dari pihak keluarga cuma diwakilkan olehnya karena kakak pertama Mas Arya sedang keluar kota, ibunya tidak bisa hadir karena anak bungsu sedang ujian sekolah tidak ada yang menemaninya di rumah kalau ibunya ikut.

Lamaran ini juga di hadiri Pak RT dan Ibu RT yang sengaja dimintai tolong untuk hadir oleh pamanku. Akhirnya tercapailah kesepakatan kami akan menikah seminggu lagi. Selama disini mereka berdua tinggal di rumah dinas guru.

Hari pernikahan pun tiba, sebelum kemarin malam diadakan acara Mapacci. Aku dirias dengan adat Bugis. Tanteku sampai menangis haru karena sebentar lagi aku akan menjadi seorang istri, begitu juga para sahabatku yang menemaniku dalam kamar pengantin. Waktu yang mendebarkan saat MC memberitahukan ijab kabul segera dimulai. Aku berdoa dalam agar dilancarkan. Alhamdulillah dengan sekali tarikan nafas Mas Arya bisa melafalkan dengan baik dan lancar.

 "Saya terima nikah dan kawin nya Andi Aisyah Maharani binti Almarhum H. Andi Baharuddin Tenro dengan mas kawin seperangkat alat sholat dan emas 10 gram dibayar tunai". Ucap Mas Arya lantang diiringi sorakan SAH dari para tamu yang menyaksikan ijab kabul tersebut. Aku pun tak kuasa menahan tangis haru bahagia. Akhirnya kami pun telah resmi menjadi suami istri dan aku pun menjadi tanggung jawab Mas Arya sepenuhnya.

"Yank, kok mie ayam gak dimakan cuma di aduk - aduk aja?". Tanya Mas Arya mengagetkanku.

Bersambung.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!