BAB 2

Pov (Aisyah)

PRAAANGGG...

Aku yang sedang mengambil gelas di dapur, tanpa sengaja menjatuhkan gelas yang ku genggam setelah mendengar ucapan ibu mertuaku.

Selama ini banyak sekali ca*ci ma*ki dan hinaan yang aku terima dari ibu mertuaku, tapi saat dia mengataiku mandul hatiku terasa sakit sekali, tanpa sengaja air mataku menetes tanpa bisa ku bendung.

Usia pernikahanku dengan Mas Arya sudah memasuki tahun ketiga dan selama itu belum ada tanda - tanda kehamilan padaku. Kami sudah melakukan periksa ke dokter dan hasil tes menyatakan kami berdua sama - sama sehat dan subur.

Aku dan Mas Arya bukan tidak ada usaha agar segera punya keturunan, dari mencoba obat medis, obat herbal, mengkonsumsi makan dan bergizi dan usaha lainnya tapi sepertinya Allah belum mempercayakan adanya kehadiran anak dalam pernikahan kami.

Bukankah anak itu pemberian Allah, kita sebagai hambanya tidak bisa memaksa keinginan kalau Allah belum berkehendak, kita hanya bisa berdoa dan bersabar.

Tapi sepertinya ibu mertua ku tidak bisa bersabar sehingga beliau langsung menvonisku yang bermasalah padahal sudah kami perlihatkan hasil tes yang menyatakan bahwa kami berdua sama - sama berdua sehat dan subur.

Dulu sikap beliau kepadaku tidak seperti ini walaupun terkadang jutek karena awalnya beliau kurang setuju hubunganku dengan anaknya karena aku dan Mas Arya berbeda suku. Aku suku Bugis dan Mas Arya suku Jawa, tapi beliau tidak pernah mengeluarkan kata kasar atau hinaan kepadaku.

Namun setelah ayah mertuaku meninggal dua tahun yang lalu dan kami pindah kesini, karena mas Arya habis diPHK dari tempat kerjanya, sikap ibu mertuaku berubah memusuhi dan membenciku.

Beliau menuduhku sebagai pembawa sial yang menyebabkan ayah mertua ku meninggal dan Mas Arya dipecat. Apalagi aku yang belum juga hamil membuat ibu mertuaku semakin membenciku.

"Dasar menantu tidak becus, kenapa gelasnya bisa pecah begitu, cepatkan bersihkan jangan sampai ada pecahan beling yang tertinggal, nanti terinjak Maira". Bentak mertuaku seraya menatap nyalang kepadaku.

"Ma..maaf Bu aku tak sengaja, akan segeraku bersihkan". Jawabku sambil menahan tangis.

"Sudah Bu jangan seperti itu sama Aisyah, tadi kan dia udah bilang tidak sengaja, tidak perlu ibu memarahinya sampai seperti itu". Ucap Mas Ryan membelaku.

Ibu Mertuaku menatap ku dengan tatapan tak suka karena pembelaan dari anak pertamanya.

"Terserahlah, ibu sudah sudah tidak selera makan, ibu mau kekamar saja, dan kamu Aisyah pintar sekali kamu cari muka depan anak dan menantuku. Cepatkan bersihkan itu dan bereskan meja makan". Perintah mertuaku sambil berlalu memasuki kamarnya.

Setelah membersihkan sisa pecahan gelas tadi, aku menuju meja makan untuk membereskan bekas makan mereka. Sejenak aku menatap makan yang masih tersisa, aku yang memasaknya tapi aku tidak bisa menikmatinya.

"Ais sini Mbak bantuin". Sahut Mbak Bella menghampiriku.

"Tidak usah Mbak Bell, biar aku aja yang beresin, lebih baik Mbak urus Maira saja ini memang sudah tugasku, lagian Mbak juga tamu disini". Tolak ku halus.

Bukannya aku menolak bantuan Mbak Bella tapi aku takut bila ibu mertuaku tahu, beliau akan memarahiku lagi karena Mbak Bella adalah menantu kesayangannya.

"Tidak apa - apa biar cepat selesai, lagian Mbak sedang tidak sibuk, Maira sudah diurus Ayahnya". Ujar Mbak Bella.

Aku biarkan Mbak Bella membantuku, karena dia tetap memaksa membantuku.

Akhirnya selalu juga semua, jadi lebih cepat karena dibantu kakak iparku.

"Terima kasih ya Mbak sudah bantuin". Ucapku

"Sama - sama Aisyah, kita kan keluarga jadi jangan pernah sungkan minta bantuan sama Mbak dan Mas Ryan ya. Kamu yang sabar ya hadapi ibu, semoga sikap ibu bisa jadi lebih baik ke kamu". Ujar Mbak Bella.

"Aamiin Mbak Insyallah, hanya Allah maha pembolak - balik hati hambanya". Ucapku tersenyum, aku merasa seperti mempunyai kakak perempuan karena aku adalah anak tunggal.

"Ya sudah, Mbak ke kamar duluan ya, kamu juga istrihat Mbak lihat muka kamu pucat". Ucap Mbak Bella kemudian berlalu ke kamarnya.

"Iya Mbak selamat istirahat". Balasku

Kemudian aku berlalu ke kamar mandi untuk bersih - bersih badan dan berwudhu untuk menunaikan sholat Isya.

Setelah sholat tidak lupa ku panjatkan doa kepada yang Maha kuasa untuk mempercayakan ku memiliki keturunan, agar Allah melembutkan hati ibu mertuaku, untuk keharmonisan dan kelanggengan pernikahanku, serta doa untuk kedua mendiang orang tuaku, untuk mediang bapak mertuaku dan juga doa - doa baik lainnya.

Habis berdoa kurapikan alat sholatku dan berganti baju untuk tidur, ku lihat jam di dinding menunjukan pukul hampir jam sembilan malam tapi suamiku belum juga pulang.

     'Ya Allah lindungilah suamiku'. Gumamku dalam hati.

Aku membuka laci di samping ranjangku dan mengambil sebuah foto, itu adalah foto mendiang kedua orang tuaku.

"Etta, Emma Aisyah rindu". Ucap ku sambil menangis.

Ingatanku kembali beberapa tahun yang lalu saat kedua orang tuaku masih hidup, walaupun kami hidup dalam kesederhanaan tapi kami hidup bahagia. Namun kebahagiaan itu tiba - tiba sirna karena kepergian kedua orang tuaku yang mendadak. Saat kejadian itu aku sedang berada di sekolah untuk melihat hasil kelulusan sekolah menengah atasku.

'ANDI AISYAH MAHARANI'. Aku tersenyum bahagia melihat namaku di urutan pertama pada pengumuman kelulusan.

Alhamdulillah aku lulus dengan nilai terbaik, imipianku untuk kuliah di kampus favoritku semakin dekat, puji syukur ku ucap kepada Allah SWT. Teman - temanku dan para guru mengucapkan selamat kepadaku.

Aku menolak ajakan teman - temanku untuk merayakan kelulusan kami, karena aku ingin segera pulang ke rumah. Aku sudah tidak sabar memberitahu orang tuaku hasil kelulusanku.

Ku kayuh sepedaku secepat yang ku bisa, untuk menuju rumahku, aku melewati hamparan sawah yang luas, karena mayoritas mata pencaharian di kampung halamanku adalah bertani dan berkebun.

Tidak terasa aku sampai jalan masuk menuju dirumahku, tapi yang aku bingung kenapa ada bendera putih depan pagar rumahku dan banyak warga di halaman rumah.

Aku tinggalkan sepedaku begitu saja dan menerebos masuk ke dalam rumah, saat tiba di depan pintu tubuhku mematung melihat dua jasad terbujur kaku di hadapanku, terdengar tangisan Tante Hasna adik kandung ibuku, meraung - raung memangil nama ibuku. Di samping ada suami  tanteku menenangkannya.

Tiba - tiba aku kehilangan kekuatan di kakiku dan terduduk di lantai. Tante Hasna menyadari kehadiranku, kemudian bergerak ke arahku dan langsung memelukku.

"Yang sabar nak, sudah mi pergi Etta (ayah) sama Emma (ibu)mu, kamu yang kuat ya nak, ada tante sama Om mu yang akan meraawat kamu. Ikhlaskan mereka nak". Ucap Tante Hasna menguatkanku.

Aku melepaskan pelukan Tante Hasna dan menuju pembaringan mendiang orang tuaku. Ku pandangi wajah mereka satu persatu. Dan pecah lah tangisanku. Aku menangis memeluk kedua tubuh yang telah kaku itu.

"Etta, Emma kenapa kasih tinggal Aisyah. Ais nda mau sendiri. Bangun Etta, Emma lihat Aisyah lulus dengan nilai terbaik sesuai harapan Etta sama Emma.

"Etta sama Emma bilang mau lihat Aisyah jadi sarjana, jadi orang sukses, menikah, punya anak dan hidup bahagia. Kenapa kalian pergi sebelum lihat itu semua.

"Bangun Etta, bangun Emma". Teriakku histeris.

"Sudah nak ikhlas orang tua, biar mereka tenang di sana". Ujar Tante Hasna kembali menguatkanku.

Aku pun jatuh pingsan karena tidak bisa menerima kepergian orang tuaku yang begitu cepat. Aku pingsan cukup lama sehingga aku tidak bisa melihat orang tuaku dikuburkan.

Dan yang aku tau dari cerita Tante Hasna, orang tuaku meninggal karena ditabrak saat pulang dari pasar oleh supir yang mengantuk. Supir itu sudah mendapatkan hukumannya

Aku sudah memaafkannya tapi aku belum bisa merelakan kepergian kedua tuaku yang secara mendadak.

Setelah kepergian orang tuaku, duniaku terasa terhenti, aku seperti kehilangan semangat hidupku. Aku sudah tidak berminat untuk melanjutkan kuliah lagi. Setiap hari aku hanya mngurung di kamar.

Tante dan Omku tidak pernah berhenti menghiburku, bahkan teman - teman dan para guru tidak ada yang bisa membujukku.

Setelah puas menangis aku pun tertidur sambil memeluk foto kedua orang tuaku.

Entah berapa lama aku tertidur, aku terbangun karena ada yang mengusap pipiku. Aku membuka mata dan melihat suamiku sudah berdiri di hadapan ku sambil tersenyum.

"Mas kamu udah pulang?" Tanyaku.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!