Penggemar Ku Seorang Ustadz

Penggemar Ku Seorang Ustadz

1. POV Nirmala Sari

*Aku bisa menjadi apa saja sesuai keadaan. Aku bisa menjadi ukhty dan aku juga bisa seperti Kunti.

Lebih sering menjadi Kunti, sepertinya*.

Ucapan belasungkawa terus diterima dari para pelayat untukku dan ibu mertuaku. Tenda biru terpasang di rumah mertua ku sebagai tanda ada salah satu umat muslim meninggal dunia. Bendera kuning juga terlibat di depan rumah kami.

Aku menoleh ke samping kanan dimana ibu mertua ku masih menangis atas kehilangan putra tercinta nya yang tak lain adalah suamiku. Sementara aku? sudah tak menangis lagi karena hatiku sedang gundah gulana.

Aku tidak tahu harus merasa sedih atau senang atas meninggalnya suamiku karena kecelakaan kerja kemarin sore. Arman, itulah nama mendiang suamiku. Bukan kecelakaan kerja biasa yang dialami suamiku.

Suamiku meninggal dunia karena tersambar petir saat jam kerja.

Nama ku, Nirmala Sari. Akrab dipanggil Lala, umurku 25 tahun. Aku sudah menikah selama 5 tahun, belum di karuniai anak. Tapi, aku pernah hamil dan keguguran karena terlalu kelelahan melakukan aktivitas ibu rumah tangga.

Saat di nikahi mendiang suamiku, ayah ku sudah meninggal dan ibu ku menyusul dua tahun lalu.

"Terima kasih, Bu. Maafin segala kesalahan mas Arman, ya." Itulah kalimat yang aku lontarkan kepada para warga dan teman-teman mendiang suamiku yang datang melayat juga ikut memakamkan jenazah suamiku.

Para tetangga itu mengangguk memaafkan. Setiap para tetangga mengucapkan kalimat belasungkawa, juga mereka mengelus lengan ku agar aku kuat dan tabah.

Suamiku sendiri dua bersaudara dan dia anak sulung.

\*\*\*\*

Para pelayat mulai bepergian, ada sebagian tetangga yang masih berada di rumah mertua ku karena sedang memasak buat para takziah nanti malam.

"Bu. Aku mau ke kamar," ucapku kepada ibu mertua yang masih tampak tak berdaya atas kehilangan suamiku.

Memang ku akui, suamiku adalah kebanggaan keluarga. Dia selalu di agung-agungkan karena keahlian nya yang serba bisa. Ramah kepada siapa pun hingga membuat banyak dikenal orang.

Terbukti para pelayat yang hadir bukan hanya kerabat dan para tetangga saja. Bupati beserta ajudan, Camat, dan kepala Desa juga turut hadir berbelasungkawa. Bahkan mereka memberi amplop yang aku yakini isinya adalah uang.

Aku mengintip dari jendela dan aku sibakkan sedikit horden melihat siapa saja yang membantu memasak untuk para takziah malam nanti. Helaan nafas panjang menyertai setelah mendengar obrolan mereka.

"*Banyaklah nanti dapat uang mati si Lala dari Perusahaan," kata tetangga ku*.

"*Iya. Tapi harus bagi dua lah dia sama mertua nya. Kan Lala gak punya anak," sahut tetangga yang satu lagi*.

Memang benar, Di Perusahaan suamiku bekerja memiliki asuransi hidup bagi para pekerja. Seperti suamiku ini, meninggal di saat jam kerja maka akan mendapat kompensasi kematian.

Yang pernah aku dengar, jika meninggal saat jam kerja akan mendapat kompensasi senilai Rp 100.000.000.

Aku hanya bisa menghela nafas panjang di dalam kamar. Aku tidak lagi menangis, aku akui sedih dalam hati itu ada.

Aku tidak menyangka Allah mengabulkan keluhan ku selama ini. Bagaimana tidak?

Suamiku yang selalu di agung-agungkan keluarganya.

Apa yang diberikan suamiku, untukku membuat banyak para istri tetangga merasa cemburu dan iri padaku.

Ya, suamiku selalu melengkapi kebutuhan ku dan suamiku pula bekerja bukan hanya di Perusahaan. Sebagai orang kampung, memiliki lebih dari satu pekerjaan itu sudah dianggap orang mencukupi kehidupan kami.

Memang benar.

Aku yang tidak memiliki penghasilan dan kebutuhan ku terpenuhi tentu saja banyak yang iri. Terlebih, kami belum memiliki momongan.

Tapi, ada sesuatu yang tidak pernah diketahui orang lain. Sesuatu yang mampu membuatku selalu mengeluh dan berasa ingin pisah dengan suamiku.

Kami memiliki karakter yang berbeda. Kami memiliki kebiasaan yang bertolak belakang. Kami memiliki kesukaan yang tidak sama. Tapi hanya kami yang mengetahui itu, para tetangga tak mungkin tahu.

Sehingga sering terucap dalam hati ingin pisah. Dulu sempat kami bertengkar hebat ingin pisah cerai. Tetapi, aku yang tidak memiliki siapapun, aku yang tidak memiliki penghasilan membuatku kesulitan mengurus surat-surat yang dibutuhkan untuk bercerai karena uang yang diberikan suamiku diambil kembali, ATM yang ku pegang di sita suamiku. Oleh sebab itulah, aku urung menggugat cerai.

Tapi lihatlah, Allah justru memisahkan kami dalam keadaan dunia yang berbeda. Tidak pernah terpikir olehku sebelumnya.

❤️

Terpopuler

Comments

alvika cahyawati

alvika cahyawati

masih menyimak moga bagus ceritanya

2023-05-26

2

Ratna Dadank

Ratna Dadank

aq hadir kaakkk...

2023-02-04

2

Anik Kwon

Anik Kwon

udh ngga sibuk. bisa baca novel2 kak riya lg. semangat kakkkk

2023-02-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!