2. POV Jaffan Al Adnan

Di dalam agama Islam, pernikahan merupakan salah satu ibadah yang paling dianjurkan dan termasuk ke dalam sunnah Nabi. Apabila kamu hanya mengetahui bahwa tunangan adalah sebuah proses menuju pernikahan. Maka dalam Islam kamu akan mengenal yang namanya khitbah. Khitbah adalah salah satu proses atau jembatan menuju pelaminan yang dianjurkan oleh Islam.

Sebelum melaksanakan khitbah, calon mempelai laki-laki perlu memperhatikan dan memahami beberapa hal yang digunakan untuk menentukan perempuan mana yang akan Ia lamar. Hal tersebut dimaksudkan supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan di masa depan.

Oleh karena itu, perlu kita pahami bahwa pernikahan merupakan hal yang sangat sakral dan tidak dapat dilakukan dengan cara main-main dan tidak mengikuti aturan agama.

"Ummi.. Jangan terburu-buru, ya? Kalau jodoh nggak akan kemana. Allah sudah mengaturnya," kata ku selalu menunda permintaan Ummi.

"Ya Allah, Gusti. Mau sampai kapan kamu melajang terus? Tahun depan kamu sudah 30 tahun, Adnan."

Aku menghela nafas panjang mencoba tetap tenang. Selalu saja begitu jika aku sudah mengisi pengajian ibu-ibu di daerah kami. Ummi sering terpengaruh atas ucapan-ucapan para tetangga karena aku tak kunjung menikah.

Namaku Jaffan Al Adnan. Mereka yang mengenalku memanggil Adnan, usia ku 29 tahun dan benar kata Ummi, tahun depan sudah 30 tahun. Aku belum pernah menikah alias lajang dan tidak pernah pacaran karena sedari kecil hingga sekarang aku hidup di lingkungan orang-orang yang taat beragama.

Aku seorang pengajar tetap di salah satu Pesantren terbesar daerah Jawa Timur. Orang-orang memanggilku Ustadz Adnan. Rumah orang tua ku terletak di belakang Pesantren, sementara rumah sederhana ku seberang jalan Pesantren.

"Adnan," kata Ummi membuatku memandang lekat wanita yang sudah melahirkan ku ke dunia.

"Ya, Mmi."

"Kamu dengar Ummi ngomong atau gak?" tanya Ummi ku bernama Salma.

Aku menghela nafas kemudian duduk di lantai tepat dihadapan Ummi ku. Aku genggam tangan beliau lembut penuh kasih sayang. Ummi berani menuntutku begini jika Abi tidak di rumah.

"Ummi, menikah itu nggak bisa dipaksakan." Aku mencoba memberi pengertian kepada Ummi agar mengerti maksud dari aku belum juga menikah di usia yang sudah cukup.

"Ummi tahu. Tapi, apa yang kamu tunggu, nak? Farah gadis Sholehah, anak kyai yang sudah di jamin ketaatan Agama nya. Anak-anak kamu juga sudah terjamin ilmu agama nya," begitulah kata Ummi ku yang berani mengungkapkan pendapat, lebih tepat memaksa ku untuk segera menikah ketika Abi tidak di rumah.

Aku tersenyum menanggapi setiap ucapan Ummi karena tak mungkin berkata kasar. Aku ingat dosa. "Menikah itu gak mudah, Mmi."

Ummi terlihat cemberut. Agaknya memang sudah menginginkan anak sulungnya menikah. Benar, aku adalah anak sulung dan adik ku, Azmil adalah santriku di pondok Pesantren.

"Jadi kamu ngisi tausiyah di pengajian atau saat pengajar itu hanya materi? Ummi nggak tahu jalan pikiran kamu," Ummi ku sepertinya benar-benar memaksa ku kali ini. Kesempatan yang sangat jarang dimanfaatkan betul-betul oleh Ummi lantaran Abi tidak berada di rumah.

"Ummi. Calon Istriku sedang menikmati waktu nya sebelum bertemu dengan ku. Ummi tenang saja, setiap malam Adnan sudah mengirim Al-fatihah untuk nya. Mendoakan dia agar tetap menjaga aqidah nya," terang ku kepada Ummi tetapi agaknya beliau masih kesal karena aku pun tidak tahu siapa calon istriku.

Bahkan aku tidak tahu apakah jodoh atau kematian yang lebih dulu menghampiriku.

"Ummi tahu kamu belum tahu siapa perempuan calon istri kamu, kan?" Mendengar pertanyaan ummi membuat ku tertawa pelan karena benar-benar tak dapat berbohong sedikitpun. Aku pun terbiasa mengatakan jujur kepada semua orang.

Didikan keras tentang Agama menjadi darah daging bagiku. Aku diam seribu bahasa mendengar pertanyaan Ummi yang tak dapat aku elakkan lagi.

"Nak. Kitbah Farah, Ummi dengar dia juga mengagumi mu."

Aku hanya dapat menghela nafas panjang mendengar ucapan Ummi lagi. Ucapan istighfar dalam hati terus ku ucapkan karena Ummi sedang memaksa ku.

"Apa yang dipaksakan nggak baik, Ummi. Paksaan itu terbagi dua. Paksaan perkataan dan perbuatan. Paksaan perbuatan terbagi dua juga yaitu Pertama, yang diperbolehkan oleh keadaan (darurat). Misalnya, paksaan untuk meminum khamar, memakan bangkai, memakan daging babi, memakan harta orang lain, atau apa yang diharamkan Allah. Dalam keadaan yang demikian, maka diperbolehkan melakukan hal itu semuanya. Kedua, paksaan yang tidak diperbolehkan oleh keadaan (tidak darurat). Misalnya, paksaan untuk membunuh, melukai, menganiaya, berzina, dan merusakkan harta. Hal ini didasarkan pada sabda Rasulullah SAW: ''Sesungguhnya Allah mengampuni umatku dari dosa yang dilakukan karena kesalahan, kelupaan, dan apa yang dipaksakan kepada mereka.'' Demikian disarikan dari buku Fikih Sunnah karya Sayyid Sabiq."

"Ummi mau Adnan gak bahagia karena dipaksa menikah? Bagaimana jika akhirnya gak bisa mencintai Farah padahal kita tahu, wajib bagi kita untuk mencintai pasangan kita. Yang ada aku berdosa, Ummi."

Aku menjelaskan panjang lebar agar Ummi tersayang ku ini agar mengerti keadaan ku. Aku tahu, menikah itu adalah pelengkap separuh agamaku. Tapi, kembali bagaimana jika aku yang belum menemukan tambatan hati?

Aku akui, beberapa kyai meminta aku menikahi putri mereka. Aku akui ilmu agama mereka tidak diragukan, hanya aku yang belum merasa yakin untuk menikahi mereka. Seperti ada sesuatu yang menghalangi hati ku untuk menerima mereka.

Aku juga melakukan sholat istikharah memohon petunjuk siapa jodoh ku. Namun, Allah memberi petunjuk seperti bayangan seorang wanita cantik tetapi wajah nya murung. Wanita asing yang belum pernah ku temui.

"Astaghfirullah. Maafin Ummi, nak."

Aku tersenyum disertai anggukan menanggapi ucapan Ummi yang sama sekali tak membuat hatiku sakit.

"Assalamualaikum," terdengar suara Abi dari depan rumah.

"Waalaikumsalam," ucap ku dan Ummi hampir bersamaan. Aku pun segera duduk ke sofa kembali agar Abi tidak mempertanyakan posisi duduk ku.

Ummi menyalam takzim punggung tangan Abi kemudian menuju dapur untuk membuatkan teh. Sementara Abi duduk di sebelah ku.

"Apa Ummi kamu memaksa mu untuk menikah?" tanya Abi menduga yang telah terjadi di antara kami.

Aku hanya terkekeh menanggapi.

"Gak apa-apa, Abi. Adnan sudah biasa. Adnan ke kamar dulu," terangku kemudian bangkit dan berjalan menuju kamar ku. Malam ini, aku menginap di rumah Abi dan Ummi.

Di dalam kamar, aku membuka ponsel ku. Ku lihat aplikasi Instagram. Meski aku memiliki akun di apliyini, tapi tak pernah sekalipun aku memasukkan fotoku ataupun keluargaku. Akun ku hanya berisi tentang cuplikan atau video tentang ilmu Agama.

Dahi ku berkerut melihat salah satu akun gosip memperlihatkan artikel yang membuatku iba.

"Insya Allah Mati syahid karena meninggal saat mencari nafkah untuk keluarga," tutur ku lalu ku scroll ke samping melihat gambar yang masih berkaitan dengan artikel tersebut. Seketika tanpa sengaja kedua sudut bibirku tertarik ke atas membentuk senyuman.

❤️

Terpopuler

Comments

Anik Kwon

Anik Kwon

Ada Janda muda. msh single ya nan? blm double ya? 😅

2023-02-02

2

Anik Kwon

Anik Kwon

Sabar donk mi. semuanya butuh proses. tunggu aja ntar tiba2 aja nikah 😅

2023-02-02

0

Rita

Rita

lht hasil doa istiqarahnya😆

2023-01-30

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!