Cinta Untuk Aisyah

Cinta Untuk Aisyah

01 ~ Mr Husband

Meskipun cuaca diluar sedang hujan deras, tetapi tak membuat hawa di dalam sebuah mobil akan terasa dingin. Sekalipun AC mobil telah di nyalakan tetap saja terasa panas.

Seorang pria hanya fokus mengemudikan mobilnya, sementara seorang sang wanita memilih menatap lurus ke depan kaca tanpa sepatah kata. Mereka adalah pasangan suami-istri yang sudah menikah setahun lalu.

Sesekali pria itu hanya melirik istrinya yang sedang marah kepadanya. Kejadian siang tadi membuat Aisyah membisu sampai saat ini.

Lima belas menit perjalanan serasa 1 jam lamanya. Suasana terasa mencekam saat tak ada kata yang terucap dari bibir mungil wanita yang memiliki gelar istri tersebut. Hingga mobil telah memasuki garasi rumah sang istri masih tak berniat untuk menegur suaminya.

“Nyebelin!" Akhirnya satu kata terdengar ditelinga Azam.

Saat itu juga Azam hanya menaikan kedua alisnya sambil membuang napas kasarnya. Ia tidak tahu apa yang menyebalkan darinya.

“Harusnya Mas itu peka dikit, napa! Ambil payung gitu kek, biar istrinya gak basah kayak gini!” gerutu Aisyah sambil mengusap pucuk kepalanya karena masih terkenal tetesan air hujan

“Iya, maaf ya, aku lupa.”

Azam memilih mengalah kemudian memayungkan tas kerjanya tepat diatas kepala sang istri agar tak terkena air tetesan air hujan. Dengan bibir yang masih mengerucut, Aisyah pun berjalan kesal masuk kedalam rumah. Anggap saja jika Azam tidak bisa peka dalam berbagi keadaan, karena tidak bisa menyiapkan payung sebelum hujan.

Hujan belum reda, begitu juga dengan kekesalan Aisyah kepada Azam yang masih memuncak.

Setelah membersihkan badan, kedua insan itu menikmati secangkir coffe moccachino yang telah diseduh oleh Azam untuk menghangatkan tubuh mereka yang baru saja terkena air hujan.

“Mas sengaja kan pindah ngajar ke kampus aku?” todong Aisyah kembali.

“Astaga Ais, aku kan sudah jelaskan dari tadi. Semua itu murni dari pimpinan pusat. Kamu lupa ya, yayasan dangan kampus kamu itu masih satu induk!” Sebisa mungkin Azam berucap dengan penuh perasaan.

“Kan bisa di tolak, Mas!”

“Gak bisalah Ais. Sama aja itu dengan aku ngundurin diri. Kamu mau punya suami pengangguran?”

Sejenak Aisyah terdiam sambil melirik kearah Azam.

“Bilang aja Mas seneng ngajar di kampus, kan banyak mahasiswi yang cantik dan bening. Sekalian cuci mata kan?" tuduh Aisyah lagi

Entah mengapa Azam merasa geli mendengar penuturan istrinya. Beginikah wanita jika sedang cemburu? pikir Azam.

“Aku baru tahu, ternyata menantu kesayangan mama Maya sedang cemburu ya,” goda Azam pada istri kecilnya. Saat itu juga wajah Aisyah mendadak langsung merona. Azam pun kian semakin mendekatkan wajahnya ke arah Aisyah, membuat degup jantung tidak bisa beraturan.

“Apa sih mas.” Aisyah menepiskan wajah Azam.

“Lucu juga mukanya kalau kayak gini. Kayak kepiting rebus." goda Azam lalu tertawa kembali. Seketika satu cubitan mendarat di pinggang Azam.

“Aw, sakit Ais. Ampun!!"

🌸🌸

Sekilas ....

Setelah Aisyah di nyatakan lulus dan melanjutkan sekolahnya salah satu Universitas ternama di kotanya, Azam langsung memboyong Ais ke sebuah rumah sederhana. Rumah yang beli dari jerih payahnya selama ini. Meskipun dengan kekayaan yang dimiliki oleh ayahnya ia bisa membeli rumah yang lebih besar, tetapi Azam memilih untuk mencukupi Istrinya dari jerih payahnya sendiri.

Tak ada yang berubah setelah menikah dengan Azam sat itu. Hanya saja setiap hari minggu Aisyah izin pulang. Pak Dzaki dan bu Nisa yang sudah mengetahui jika Aisyah telah menikah dengan Azam tidak merasa keberatan.

🌺 🌺 🌺

“Masih marah?” Azam mengecup kening istrinya dengan lembut.

Aisyah yang baru membuka matanya menatap Azam yang telah memakai sarung dan baju koko.

“Jam berapa? Tumben udah bangun?”

“Heii?! Lihat sebentar lagi subuh. Cepat mandi. Aku mau ke masjid.”

Aisyah hanya mengangguk pelan. Sekilas bayangan malam panas yang telah terlewatkan tadi malam membuat pipi Aisyah kembali merona. Akibat pergulatan malam panas membuat Aisyah merasa sangat kelelahan hingga terlelap sampai subuh tiba.

Begitulah Azam jika sudah berpuasa satu minggu, maka setelah ia berbuka langsung menghajar istrinya tanpa kenal lelah. Aisyah tertawa geli mengingat kegiatan berakhir pada pukul dua dini hari.

Seperti biasa, setiap pagi Aisyah selalu memasak dan menyiapkan bekal untuk suaminya. Namun kali ini tak ada bekal untuk suaminya.

“Mas, kita makan siang di luar aja ya. Ada kafe baru buka di sebelah kampus,” ujar Aisyah sambil membereskan sisa sarapan mereka. Karena bangun kesiangan, Aisyah hanya menyiapkan sepotong roti dan segelas susu untuk mengganjal perut mereka sebelum mengawali hari mereka.

“Oke.”

Di sudut ruangan, kehadiran Aisyah telah di nanti oleh temannya.

“Lama banget sih kamu Ais?” Sisil menggerutu.

Belum juga Aisyah duduk di mejanya terdengar lagi sahutan dari yang lainnya “Ngapain aja sih tadi malam? Bergadang terus?” Omel Nabila yang sudah tahu seluk beluk sahabatnya itu.

Aisyah hanya menyunggingkan senyum dibibirnyanya. Lain dengan Sisil, gadis berkacamata tebal yang sering di juluki kutu buku oleh teman lainnya sama sekali tidak mengetahui bahwa Aisyah telah menikah.

“Udah kamu kerjakan tugas dari dosen Alif minggu lalu?” tanya Sisil sambil membenarkan kacamata tebalnya.

Seketika Aisyah menepuk jidatnya. Dan teringat jika tugasnya tertinggal di meja makan.

“Matilah aku Sil.” Seperti ingin menjerit, setelah mengerjakan tugas sampai mengabaikan suaminya harus pupus begitu saja. Tak mungkin ia kembali ke rumah hanya untuk mengambil tugasnya mengingat jam kuliahnya hampir di mulai.

“Kenapa? Lupa gak mengerjakan lagi?” ejek Sisil.

“Udah di kerjakan Sil, suer! Tapi ketinggalan di rumah.” ujar Aisyah terasa lesu. Aisyah hanya bisa merutuki kecerobohannya yang sering kali lupa.

“Kok bisa sih, Ais?” tanya Nabila juga ikut khawatir.

Aisyah memilih meletakkan kepalanya di meja. Sungguh ia ingin menangis sekuatnya, untuk merutuki kecerobohannya.

“Ais, handphonenya bunyi tuh!” seru Nabila.

Aisyah segera mengambil ponsel yang berada di dalam tas dengan malas. Namun, saat mengambang nama Mr Husband, dengan semangat ia pun menekan tombol hijau untuk mengangkat panggilan telepon tersebut.

“Apa?” ketus Aisyah.

“(...)”

“Serius mas? Iya. Makasih ya.” Wajah Aisyah berubah berseri kembali setelah menerima telepon dari Mr Husband

.

.

Halo Assalamualaikum, teh ijo membawa novel baru. Semoga menghibur. Tap bintang lima, like dan Favoritkan ya 😊 Jan lupa tinggalin komen-nya juga ya 💋

Terpopuler

Comments

Amelia Putri

Amelia Putri

𝘩𝘢𝘺

2023-03-23

0

Hanipah Fitri

Hanipah Fitri

aku mampir thor

2023-02-18

0

Arif Muzakki

Arif Muzakki

mampir teh, semangat 💪

2023-02-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!