Karena Nafsu
Mawar tersenyum bahagia saat Rega, pria yang menjadi kekasihnya semenjak di bangku SMA itu dengan lantang dan lancar mengucapkan ijab Kabul nya. Hari ini dirinya sah menjadi seorang istri dari Rega. Pria muda berusia 25 tahun, seorang pengusaha juga sangat tampan. Mawar merasa sangat beruntung sekali, tak hentinya dia mengucapkan kata syukur.
"Mawar, sekarang kamu bisa duduk di kursi pelaminan." Ujar Rena, ibunya.
Wanita berkebaya berwarna emas itu menuntun putri semata wayangnya keluar dari kamar pengantin.
Mawar menghela nafas panjang, gugup sekali. Apalagi di panggung sana sudah ada Rega dan kedua orangtuanya. Rasanya seperti mimpi saja, tak menyangka jika permintaannya dipenuhi secepat ini oleh Rega.
Padahal malam itu Mawar hanya bercanda saja, meminta Rega menikahinya karena memang usia mereka yang sudah pantas untuk berumah tangga. Tanpa di duga Rega setuju dan paginya langsung melakukan lamaran lalu hari ini pun tiba.
Rasa bahagia tak bisa di sembunyikan dari wajahnya. Mawar terus tersenyum dengan lebar.
"Waahh... cantik sekali istriku." Bisik Rega, begitu Mawar sudah duduk di sampingnya.
Mawar tersipu, menyikut lengan Rega pelan. Para tamu undangan pun mulai berdatangan. Mereka bersalaman satu persatu. Momen seperti ini sungguh tak akan pernah Mawar lupakan dalam hidupnya.
"Ini sudah jam 1 siang. Sebaiknya kami pulang." Kulsum, ibu Rega berdiri lalu segera meminta izin untuk pulang.
Punggungnya terasa panas duduk berjam-jam di kursi seperti itu. Maklum karena usianya yang memang sudah tua, hampir 50 tahunan.
Sebagai menantu, tentu saja Mawar langsung menyalami tangan kedua mertuanya yang kini bersiap untuk pulang. Sekitar jam 8 malam acara pun selesai.
Mawar dan Rega kini sudah berada di dalam kamar pengantin. Keduanya nampak lelah, bahkan Mawar hanya duduk di atas ranjang dengan baju pengantin yang masih melekat di tubuhnya.
Rega tersenyum. Menyentuh jemari lentik Mawar lalu menciumnya lembut. Perlakuannya membuat wanita itu tersipu.
"Kamu tak mau ganti baju, sayang?" Tanya Rega
Mawar merenggut. Tubuhnya sangat lelah seharian berdiri menerima tamu undangan, kakinya pegal dan bahkan lehernya terasa begitu sakit karena hiasan di kepalanya.
Rega mengelus pipi Mawar. Ini adalah malam pengantin bagi keduanya. Apa akan di lewati begitu saja. Dia seorang lelaki, tentu saja hasratnya untuk melakukan hal itu sangat besar. Apalagi selama berpacaran mereka tak pernah melakukan hal yang lebih jauh. Hanya sekedar mencium pipi dan kening saja.
Tangannya perlahan mengelus punggung tangan Mawar. Ingin meminta tapi ragu dan juga malu tentunya.
"Ada apa mas?" Tanya Mawar melihat wajah Rega yang sepertinya kebingungan.
"Ekhemm..." Rega berdeham untuk menghilangkan rasa gugupnya. "Apa kita tak akan melakukan itu?" Tanyanya.
Mawar langsung mengigit bibirnya. Tahu sekali maksud dari suaminya. Ia pun perlahan bangkit dari duduknya. Bagaimana pun ini sudah menjadi kewajibannya sekarang. Rega harus mendapatkan jatahnya meskipun dirinya merasa lelah.
"Aku akan mandi dulu. Mas tunggu di kasur saja." Cicit Mawar dengan suara malu-malu.
Rega langsung tersenyum kecil. Ia pun mengangguk penuh semangat. Ini akan menjadi pengalaman pertama bagi keduanya. Rega maupun Mawar pasti sama-sama gugup juga takut. Apalagi bagi seorang wanita, malam ini adalah hal yang paling berharga. Di mana kesucian yang selama ini di jaganya akan di serahkan seutuhnya pada Rega, sang suami.
Mawar menanggalkan pakaian pengantinnya lalu segera mengguyur tubuhnya dengan air. Tak di pungkiri olehnya, jantungnya berdetak kencang karena gugup. Apa yang akan di lakukan pertama kali sebelum melakukan hubungan suami istri. Apa harus melakukan pemanasan dulu atau langsung ke intinya saja.
"Aah...kenapa aku jadi berpikir kotor begini sih." Mawar memukul kepalanya sendiri, merasa malu dengan pikirannya.
Setelah merasa bersih, Mawar pun segera keluar dari kamar mandi. Tubuhnya hanya di balut handuk saja sebatas lutut.
"Ma... mawar..." Rega menelan ludahnya. Ini pertama baginya melihat Mawar berpenampilan terbuka seperti ini.
Selama berpacaran, Mawar selalu memakai baju tertutup dan malam ini pundak, kaki juga lekukan tubuhnya sangat terlihat jelas. Di tambah lagi rambutnya yang basah membuat Rega menjadi kehilangan akalnya.
"Mas..." Mawar menundukkan kepalanya, malu sekali. Tak berani melangkah lagi dan berdiri di ambang pintu kamar mandi.
Rega langsung bangkit dari tempat tidur. Pria itu menarik pelan tangan Mawar. Matanya menyapu seluruh tubuh berbalut handuk itu.
"Langsung saja ya?" Pintanya dengan suara bergetar.
Rupanya Rega sudah tak bisa menahannya lagi.
Mawar mengangguk pelan. Ia akan pasrah saja, lagi pula sekarang Rega berhak akan tubuhnya dan dirinya.
Perlahan Rega melepaskan handuk yang membalut tubuh Mawar.
Mawar mengigit bibirnya, rasa aneh mulai menjalari seluruh tubuhnya. Matanya terpejam saat jantungnya berdetak tak karuan.
Malam pertama yang seharusnya di lakukan pengantin baru itu pun berlangsung. Mawar sungguh melepaskan masa gadisnya malam itu, dia telah menyerahkan segalanya pada Rega.
Dan mulai malam ini, Rega akan menjadi satu-satunya pria yang bisa menyentuh dirinya.
...*************...
Paginya Mawar bangun dengan tubuh yang terasa sakit semua. Terlebih di bagian bawahnya, jalannya pun nampak sedikit terseok-seok. Rupanya Rega terlalu ganas sehingga wanita itu harus menahan perih di waktu buang air kecil.
"Maafkan mas ya?" Seru Rega.
"Tak apa mas. Ayo kita keluar untuk makan. Ibu sudah menyiapkan sarapan."
Rega ragu untuk keluar dari kamar. Bagaimana caranya membuka obrolan dengan mertuanya. Pasti akan sangat canggung sekali.
"Mas, kok diam. Ayo..."
"Mm...mas malu. Ibu dan ayahmu..."
"Mas, kenapa malu sih. Sekarang ibu dan ayahku sudah menjadi ayah dan ibu mas juga kan. Ayo..."
Rega pun mengikuti Mawar. Langkahnya terhenti tepat di depan pintu masuk menuju ruang makan. Di sana sudah ada mertuanya.
"Kalian akhirnya keluar juga. Ayo makan dulu." Ajak Rena.
"Iya Bu." Dengan ragu Rega duduk tepat di hadapan Sanja, ayah mertuanya.
"Rega, sekarang mawar sudah jadi tanggung jawab mu. Ayah harap kamu bisa menjaga juga membimbingnya." Sanja tersenyum begitu tulus.
"Kalau begitu boleh siang ini aku membawa Mawar kerumah orangtuaku, ayah?"
Rena dan Sanja berpandangan lalu mengangguk. Mereka sudah tak berhak lagi atas hidup putrinya. Sekarang Rega lah yang memiliki hak itu. Mawar tersenyum bahagia, akhirnya keinginannya untuk tinggal bersama Rega pun terkabul.
"Ayo makanlah." Rena menyendokkan nasi untuk Rega. "Kamu juga mawar."
Mereka pun makan dengan khidmat. Rega merasa beruntung memiliki mertua sebaik Rena dan Sanja. Juga seorang istri yang begitu pengertian. Meski mahar yang di berikan tak banyak tapi mereka menerima dengan sangat baik. Tak mempermasalahkan jumlah ataupun seberapa banyak yang di berikan Rega untuk Mawar.
...*************...
Aku penulis pemula, harap maklum jika masih banyak yang salah dalam menyusun kata-kata.
Part 1 ini sudah beberapa kali di tolak. jadi maaf jika kalian langsung baca part 2.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Lisa Halik
saya mampir thor
2023-05-16
0