Chapter 3

Mawar berkali-kali menolak apa yang di katakan Rega. Ia lebih baik membelikan mobil baru dan kehilangan uang tabungannya selama ini daripada harus memberikan mobil kesayangannya itu. Mobil itu barang berharga baginya karena ayahnya yang membelinya.

Kenapa kakak iparnya bisa melakukan hal itu. Meminta barang miliknya semudah itu dengan alasan sebagai pelangkah. Rega pun anehnya malah berpihak pada kakaknya dan merasa itu hal yang wajar, tak memikirkan apa Mawar akan sedih atau tidak. Rega menghembuskan nafas kasar.

"Mawar, kita bisa beli yang baru untuk mu. Tapi mbak itu orangnya..."

"Mas, mobil itu kado ulangtahun dari ayah. Aku tak bisa berikan." Sela Mawar.

Rega memijat pelipisnya. Dia tak ingin mengecewakan kakaknya. Selama ini apapun yang di inginkan Helena selalu dia penuhi.

"Mas mengerti. Sudahlah, mas akan jelaskan pada Mbak elen."

Mawar mengigit bibirnya melihat raut kecewa Rega. Pria itu hendak membuka pintu tapi dengan cepat Mawar menahannya.

"Mas..." Panggilnya cepat. "Apa harus aku memberikan mobil itu?" Pertanyaan Mawar membuat Rega langsung mengurungkan niatnya untuk keluar dari kamar.

"Iya, Dek. Karena Mbak elen itu sangat berarti bagi mas. Dia mbak mas dan nasibnya begitu buruk, mas tak ingin membuatnya sedih lagi."

Mawar terdiam. Ini merupakan permintaan pertama Rega padanya. Dengan berat hati Mawar pun menyerahkan kunci mobilnya kepada Rega.

"Baiklah jika itu keinginan mas."

"Kamu setuju Mawar?"

Anggukan kepalanya menandakan jika Mawar sebenarnya merasa tak rela. Dia sedih karena harus kehilangan barang berharganya. Apa yang harus dia katakan nanti jika ayah atau ibunya bertanya soal mobil itu.

Rega langsung mengambil kuncinya lalu bergegas keluar meninggalkan Mawar begitu saja.

"Mbak, ini kuncinya. Istriku memang pengertian. Dia berikan mobil itu untuk mbak." Seru Rega dengan nada bangga, merasa bangga karena memiliki istri sebaik Mawar.

Kulsum tersenyum melihat Helena yang berjingkrak kesenangan. Wanita itu langsung menyambar kuncinya dari tangan Rega lalu bergegas keluar untuk mencoba mobil pink itu.

"Rega, coba kamu minta istri mu untuk masak juga. Apa dia bisa?" Tanya Kulsum.

"Mawar sih jago masak Bu. Dia kan jurusan tata boga dulu." Jawab Rega. "Tapi kenapa harus Mawar Bu, Bi Minah kemana?"

"Bi Minah sakit. Ibu belum makan dari pagi. Tahu sendiri kan Mbak mu tak bisa masak apalagi ngurus rumah."

Rega mengerti lalu tanpa berpikir panjang dia pun segera menemui Mawar. Entah dimana perasaannya, seharusnya dia berpikir jika Mawar pasti lelah setelah menempuh perjalanan yang cukup panjang. Wanita itu butuh istirahat bukan bekerja. Bukanya di sambut malah di sambit jika seperti ini. Tapi, karena merasa itu hal wajar apalagi sang ibu yang meminta maka Rega pun tak memikirkan apa Mawar lelah atau tidak.

Mawar hendak memejamkan matanya yang terasa mengantuk ketika pintu kamarnya kembali di buka. Dia segera bangkit lalu mengerutkan keningnya ketika melihat Rega tiba-tiba menyentuh kedua tangannya.

"Mm... Mawar, boleh mas minta tolong lagi?"

"Minta tolong apa mas?"

"Ibu belum makan katanya. Bi Minah pun tak bekerja hari ini karena sakit. Jadi, kamu bisakan masakin buat ibu?"

Mawar terdiam. Ini baru satu jam dia tinggal di rumah ini. Belum berhari-hari, tapi kenapa rasanya begitu berat. Seharusnya dia di sambut oleh mereka bukan malah seperti ini. Tubuhnya lelah, dia butuh istirahat. Tapi sekali lagi Mawar tak bisa menolak permintaan Rega.

Maka dengan malas dia pun segera keluar. Berjalan gontai menuju dapur mengikuti langkah kaki suaminya. Di dalam kulkas sudah tersedia berbagai macam bahan masakan, bahkan ada daging juga. Semuanya begitu lengkap.

"Ibu suka pedas apa tidak mas?" Tanya Mawar.

"Ibu itu tak suka kalau mbak suka."

"Mbak? Jadi aku masak buat Mbak juga?" Mawar menghentikan tangannya yang sedang mencuci daging.

"Iya dong. Kamu masak untuk mas juga. Kita makan bersama malam ini." Jawab Rega dengan tanpa merasa bersalah sama sekali.

Dia merasa itu hal wajar. Seorang istri masak untuk semua keluarganya.

"Dan ayah sepertinya akan segera pulang, kamu buatkan teh untuknya juga. Jangan kemanisan ya." Setelah mengatakan itu, Rega pun meninggalkan Mawar di dapur.

Mawar merasa seperti di manfaatkan, kenapa Rega bisa melakukan hal ini kepadanya. Padahal jelas pria itu tahu kalau dirinya sangat lelah dan ingin sekali istirahat. Berpikir jika kehidupannya di rumah ini akan seperti dirumahnya sendiri. Tapi nyatanya baru beberapa jam saja menginjakkan kaki di sini, Rega sudah memintanya untuk melakukan ini dan itu.

Bahkan dengan santainya Rega pun meminta Mawar memasak untuk Helena, kakaknya. Jika hanya untuk mertuanya, mungkin Mawar tak akan sekesal ini. Karena itu sudah jadi kewajibannya. Tapi, Helena. Dia bukan anak kecil lagi. Usianya bahkan lebih tua di banding dirinya. Seharusnya wanita itu bisa melakukan segalanya.

"Bu, mana menantu kita?"

"Di dapur. Bapak mau apa?"

Mawar menajamkan pendengarannya ketika mendengar suara ayah mertua dan ibu mertuanya di luar dapur. Derap langkah keduanya semakin terdengar jelas. Dengan cepat Mawar pun membasuh tangannya lalu menyalami Bapak mertuanya begitu pria tua itu tiba di dapur.

"Loh...loh, belum sehari di sini sudah megang kerjaan dapur. Kemana elen, Bu?" Tanya ayah Rega, Marja.

Kulsum mendelik tajam lalu duduk di kursi.

"Pak, ini sudah jadi kewajibannya. Jangan memanjakan mantu, bisa ngelunjak nanti." Serunya sembari menatap Mawar.

Mawar menggigit bibirnya mendengar perkataan ibu mertuanya. Kenapa bisa begitu, ibu Rega terlihat begitu baik tapi ucapannya sangat pedas. Marja menggelengkan kepalanya, tak setuju dengan perkataan istrinya.

"Bu, tak baiklah berkata begitu. Mawar itu istri Rega, dia anak kita juga. Panggil elen, bantu Mawar cuci piring." Marja ikut duduk di depan Kulsum. Pria itu mengambil piring lalu segera makan dengan lahap.

Kulsum berdecak tak suka. Sementara Mawar langsung berkata untuk menengahi pembicaraan kedua mertuanya.

"Tak apa, Pak. Mawar bisa kerjakan semuanya."

"Nah, denger itu Pak." Seru Kulsum sambil menikmati makanannya.

Mawar pun meninggalkan keduanya yang tengah makan. Ia bergegas mencari Rega.

"Mas, ayo makan. Ibu dan Bapak sudah makan." Mawar langsung menghampiri Rega yang sedang duduk di tepi kolam renang.

Pria itu tersenyum lalu menepuk tempat kosong di sebelahnya.

"Ada apa mas? Belum lapar ya?" Tanya Mawar lagi.

"Iya. Kita makan nanti saja, bareng mbak. Tak apa kan?"

Mawar mengangguk, mesti sebenarnya dia merasa kecewa. Sebenarnya perutnya sudah lapar, tapi jika Rega berkata begitu mau bagaimana. Mawar pun duduk di sampingnya.

"Dek, kamu jangan merasa aneh atau cemburu ya nanti."

"Maksudnya?"

Rega meraih kedua tangan Mawar.

"Mbak elen itu sudah sering di sakiti pria, di khianati, di tinggal nikah bahkan hanya di manfaatkan saja. Mbak tak pernah bahagia dengan percintaan. Aku sebagai adiknya tentu saja merasakan rasa sakit itu." Rega terdiam sejenak untuk mengatur nafasnya. Mawar masih diam menunggu kelanjutannya.

"Jadi...aku selalu mementingkan mbak. Apapun yang dia mau, aku belikan. Jadi...kamu pasti mengerti maksud mas kan?" Lanjut Rega.

Mawar menarik nafas dalam-dalam. Hatinya sebenarnya merasa berat. Itu artinya, dirinya bukan yang pertama di hati Rega. Tapi Helena lah, sang kakak yang ada di posisi itu.

Meski Helena merupakan kakaknya tapi tetap saja ada rasa tak suka di hatinya. Setelah terdiam cukup lama Mawar pun mengangguk dengan pelan. Lagi-lagi semua karena permintaan Rega dan dia tak mampu menolak.

...*************...

Terpopuler

Comments

Lisa Halik

Lisa Halik

kesian mawar

2023-05-16

0

Nana effendy

Nana effendy

astaga

2023-03-02

0

Yem

Yem

Ipar yang tidak baik si Helen nih.. 🤦‍♀️
belum apa-apa udah minta mobil..
Rega juga dituruti aja 😅

2023-03-02

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!