Mawar melihat jam dengan gelisah. Ini sudah hampir jam 6 lewat tapi Rega belum juga pulang. Biasanya tepat jam 6 suaminya tiba di rumah.
Jalan mondar-mandir dari kamar lalu keluar, ia khawatir terjadi sesuatu pada Rega. Marja yang baru saja selesai makan langsung menghampiri Mawar.
"Kenapa? Apa Rega belum pulang?"
"Iya, Pak. Tak biasanya mas Rega telat seperti ini." Jawab Mawar sembari menyibakkan gorden untuk melihat keluar.
Di luar sudah agak gelap dan sedikit mendung jug kilatan petir bahkan beberapa kali terlihat menyambar.
"Kamu tunggu di kamar saja. Sepertinya mau hujan besar juga. Di sini dingin." Seru Marja, menepuk bahu Mawar pelan.
Ayah mertuanya memang berbeda dengan Kulsum dan Helena. Marja sangat perhatian juga selalu bertutur kata dengan ramah. Mawar hanya merasa nyaman jika berbicara dengannya saja di rumah ini selain dengan Rega.
Setelah merasa cukup penat menunggu kepulangan Rega yang tak kunjung datang juga akhirnya Mawar pun memutuskan untuk masuk kekamarnya. Ia berkali-kali mengecek ponselnya, masih saja sama. Pesan yang di kirimnya masih ceklis satu, itu artinya ponsel Rega mati.
"Semoga saja mas Rega baik-baik saja." Doanya penuh harap. Hatinya terus saja gelisah, membuat Mawar sangat takut terjadi hal buruk pada Rega.
Sementara itu Rega tengah duduk di kursi kemudi dengan Hani di atasnya. Ia benar-benar melupakan Mawar karena terlalu mabuk dengan apa yang tengah di lakukannya.
"Aaahh...massshhh!" Desah Hani ketika merasakan tubuhnya akan segera mengejang.
Rega pun memejamkan matanya erat. Hani membuatnya gila hingga melupakan bahwa dirinya sekarang adalah suami dari seorang Mawar. Karena nafsunya, Rega membuang statusnya begitu saja.
"Aahh...nikmat sekali. Ini permainan yang luar biasa. Bahkan malam pertama ku tak seliar ini." Ucap Rega bahkan membandingkan kehebatan Hani dengan Mawar.
Tentu saja, Hani senang mendengar itu. Wanita itu pun segera beranjak pindah ke kursinya semula.
"Jadi...mas mau kan melakukannya setiap hari dengan ku?" Goda Hani.
"Mana mungkin, aku sudah menikah dengan Mawar." Ujarnya sembari mengenakan kembali pakaiannya.
Hani berdecak. "Setiap pulang kerja saja. Aku ketagihan dengan benda mas yang besar ini."
Tangan Hani membelainya dengan lembut membuat Rega kembali melenguh merasakan libido nya kembali naik. Hanya di sentuh seperti itu saja sudah sangat merangsang, Hani memang luar biasa pikirnya.
Setelah pergumulan itu sama sekali tak ada rasa sesal atau bersalah terhadap Mawar. Justru Rega sangat menikmatinya. Jika tahu Hani menyukainya dan rela bersetubuh seperti ini, sudah dari dulu dia lakukan. Tak perlu repot-repot menahan rasa hornynya ketika bersama Mawar.
"Sudah Hani. Kita lakukan besok lagi. Ini sudah jam 7, aku harus segera pulang." Rega segera menarik tangan Hani yang sedang mengelus bendanya.
"Baiklah."
Hani pun langsung memakai baju kembali. Seolah tak terjadi apa-apa, duduk dengan biasa. Rega mengantarkan Hani sampai kerumahnya lalu ia pun bergegas untuk pulang. Tak ingin Mawar menunggunya dan bertanya ini itu nanti. Biarkan semuanya dia rahasiakan dengan sangat rapat.
Mawar mengerutkan keningnya saat perasaannya semakin tak karuan. Dari tadi merasa gelisah tanpa sebab dan sekarang kegelisahannya semakin bertambah. Ia semakin takut terjadi sesuatu terhadap Rega.
Tin...Tin...
Mendengar suara klakson mobil dua kali dari arah luar membuat Mawar langsung berlari keluar. Ia lega ketika melihat mobil Rega ada di luar pintu pagar. Dengan cepat dia membuka pagar besi berwarna hitam itu.
"Mas, kenapa baru pulang? Aku cemas sekali. Ponselmu pun tak aktif." Mawar langsung menghujani Rega dengan pertanyaan.
Rega merangkul pinggangnya lembut. Sungguh pintar dia memperdaya istrinya.
"Ban mas pecah tadi dan harus kebengkel, makanya lama. Dan ini mati... lowbat." Serunya berbohong soal kebengkel tapi dia berkata jujur soal ponselnya yang memang mati kehabisan baterai.
Mawar mengangguk mengerti. Ia percaya dengan apa yang dikatakan Rega. Membantu pria itu membuka sepatu dan dasinya. Pergerakan tangannya berhenti saat melihat ada tanda merah tepat di bawah lehernya.
"Mas, ini kenapa?" Tanya Mawar sambil menyentuh tanda merah itu.
Rega langsung berkaca, menelan ludahnya. Berharap Mawar tak menyadari atau tak tahu soal tanda apa ini. Bisa bahaya nanti jika Mawar tahu semuanya, maka kenikmatannya di rumah dan di luar akan hilang.
"Oh...ini, tadi gatal jadi mas garuk saja." Jawab Rega dengan senyum di buat-buat.
Mawar lagi-lagi percaya. Dia memang tak pernah tahu soal hal seperti itu, dia terlalu lugu untuk itu. Rega menghela nafas lega, untung saja Mawar bukan wanita yang tahu segala hal tentang ****.
"Aku akan bawakan makan malam untuk mas kekamar. Jadi mas mandi lah." Ujarnya sembari keluar dari kamar.
...****************...
Hani tersenyum senang sambil menatap tubuhnya yang polos tanpa sehelai benang itu terpantul di kaca kamar mandi yang ukurannya hampir setinggi tubuhnya.
Banyak sekali tanda merah di sana, mengingatkan dirinya akan apa yang dilakukannya dengan Rega tadi.
"Akhirnya aku bisa merasakannya juga. Mas Rega, aku mencintaimu."
...***************...
Rega terbatuk saat makanan yang baru di telannya menyangkut di tenggorokan. Dengan sigap Mawar menyodorkan air minum kepadanya.
"Pelan saja mengunyahnya."
"Iya, Dek." Rega meneguk habis airnya lalu meletakkan gelasnya.
Mawar dengan setia menungguinya makan hingga selesai. Melihat piring yang sudah kosong, Mawar pun segera beranjak dari duduknya hendak membawa piring kotor itu kedapur.
"Sudah biarkan saja. Mas mengantuk, kita tidur." Ajak Rega.
Mawar pun mengangguk. Keduanya langsung naik keatas ranjang. Merebahkan tubuhnya.
Melihat Rega yang langsung memejamkan matanya membuat Mawar merasa aneh. Tak biasanya Rega langsung tertidur. Pria itu selalu bertanya apa saja, apa yang di lakukan Mawar seharian di rumah dan menceritakan kegiatannya di kantor. Tapi, kenapa malam ini Rega tak bertanya apapun.
"Mimpi indah mas." Seru Mawar pada akhirnya.
Dia tak ingin mempertanyakan soal sikap Rega malam ini. Melihatnya begitu lelah tak tega jika harus memaksanya untuk tetap mengobrol.
Pagi harinya, Mawar bangun seperti biasanya. Jam 5 tepat. Dia langsung menuju dapur, memasak nasi dan menyiapkan sarapan untuk semuanya. Ia kerjakan dengan sabar juga telaten. Padahal sewaktu masih gadis, ia tak pernah sekalipun menyapu lantai kamarnya karena akan ada pembantu yang melakukan itu semua.
Meski begitu, Mawar tak pernah mengeluh dengan kehidupannya sekarang. Bahkan Mawar tak mengadu apapun kepada ibu dan ayahnya.
"Pulang jam berapa Rega tadi malam?" Tanya Helena yang sudah duduk di kursi. Wanita itu mengambil satu roti tawar lalu di olesi selai kacang.
"Jam setengah 8 mbak." Jawab Mawar tanpa melihatnya, tangannya sibuk mengaduk sayur di wajan.
Helena menggigit rotinya. "Aku minta uang 4 ratus, kamu ada kan?" Pinta Helena tanpa malu.
Mawar langsung berbalik. "Apa Mbak?"
"Aku pinjam bukan minta." Serunya memperjelas.
Mawar ragu untuk menyetujui permintaannya. Bagaimana tak ragu, kemarin dia minta di belikan baju secara on-line. Ketika barangnya tiba Mawar yang harus bayar dan Helena sama sekali tak menggantinya.
"Jangan pelit-pelit kamu. Lagian uang itu juga Rega yang kasih." Kulsum yang baru tiba pun langsung menyambar dengan pedasnya.
Mawar menarik nafas dalam-dalam.
"Iya mbak. Nanti aku kasih setelah sarapan." Jawab Mawar pada akhirnya.
Helena pun tersenyum senang. Ia butuh uang itu untuk pergi jalan-jalan bersama temannya. Mobil bagus, baju bagus dan dompet pun harus ada isinya. Begitulah Helena. Ingin terlihat berada tapi dengan meminta dari oranglain.
"Ibu juga mau arisan besok. Rega belum kasih uangnya. Dia bilang ATM nya ada sama kamu."
"Iya Bu. Aku pegang ATM mas Rega sekarang."
"Ibu minta satu juta." Seru Kulsum dengan enteng.
Mawar sampai terkejut mendengarnya. Uang segitu tak sedikit, untuk apa ibunya meminta sebesar itu. Setahunya, arisannya hanya berjumlah 2 ratus ribu tiap bulannya. Itu Rega yang memberitahunya. Meminta Mawar memberikan jatah arisan ibunya setiap tanggal 20, sebesar 200 ribu.
"Tapi, mas Rega bilang arisan ibu hanya dua ratus ribu."
Kulsum langsung mendelik. "Ibu minta uang segitu untuk keperluan lain. Jangan banyak tanya, itu juga uang Rega." Ujarnya dengan keras.
Marja menggelengkan kepalanya melihat tingkah istrinya itu. Pria tua itu duduk di dekat Helena tepat di depan Kulsum.
"Ibu, untuk apa minta uang banyak-banyak. Sekarang uang Rega itu sudah menjadi hak istrinya."
"Alah Pak, kita itu keluarga. Apalagi ibu, yang melahirkan Rega. Sementara Mawar itu hanya oranglain yang di nikahi Rega." Timpal Helena.
Mawar hanya diam saja. Bukan karena takut tapi dia tak ingin keadaan semakin mengeruh. Lebih baik pura-pura tuli daripada harus bertengkar nantinya.
"Nah, itu Rega." Kulsum langsung melihat kearah pintu begitu juga yang lain saat mendengar seruan Helena.
"Rega, ibu minta uang pada istrimu untuk arisan. Tak apa ya di lebihin sedikit? Ibu ingin menjenguk teman ibu yang sakit. Mau beli buah tangan." Tuturnya.
"Tentu saja Bu." Jawab Rega. "Mawar, kamu kasih uangnya untuk ibu ya?"
"Iya mas. Satu juta?" Tanya Mawar.
Kulsum langsung mendelik kearah nya dengan tajam. Sementara Rega nampak biasa-biasa saja. Pria itu menyentuh lengan Mawar lalu menuntunnya untuk duduk, ikut sarapan dengan yang lainnya. Helena pun tak lepas memandang Mawar, memberikan isyarat pada iparnya itu untuk tidak mengatakan soal dirinya yang juga meminta uang.
Tapi, Mawar malah merasa tertantang. Ia pun langsung mengatakannya pada Rega.
"Dan Mbak Helen juga minta 4 ratus ribu."
Rega langsung menghentikan suapannya. Menatap Mawar lalu melihat kearah Helena.
"Mbak minta uang?" Tanyanya memastikan.
Helena mengangguk ragu. Marja hanya melihat keluarganya dalam diam. Tak ingin ikut campur sama sekali.
"Ibu satu juta dan mbak 4 ratus? Jadi 14." Ujar Rega. Pria itu pun mengangguk setuju, membuat kedua wanita di hadapannya tersenyum lebar sementara Mawar tak percaya akan itu.
"Mas, serius?"
"Mawar, uang di ATM itu lebih dari 5 juta. Kamu kasih saja ibu dan mbak seperti yang mereka pinta." Tuturnya tanpa keberatan sama sekali.
Baginya kepentingan ibu dan kakaknya harus di dahulukan. Selagi dirinya bisa dan mampu melakukannya. Mawar menghembuskan nafas kasar. Kenapa Rega begitu royal terhadap keduanya, padahal kebutuhan rumah pun sangat besar. Mulai dari bayar PAM, listrik juga keperluan lainnya.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 70 Episodes
Comments
Lisa Halik
kenapa rega
2023-05-16
0
blecky
kmu pastinmnyesal rega
2023-02-17
0