Suami Kontrak

Suami Kontrak

1. Gundah Gulana

Hidup memang tak selamanya indah. Dahulu ketika ayah masih hidup, aku tak pernah melihat ibu termenung terlalu lama. Kini keadaan telah berubah, ibu tampak murung dan kurang bersemangat.

Akan tetapi ibu wanita yang tegar, tak pernah sedikitpun menampakkan kesedihannya padaku. Malam ini saat aku hendak menuju kamar tidur, tak sengaja aku menemukan ibu masih duduk termenung di kursi goyang kesayangan milik ayah. Perlahan aku menghampirinya dan kedua tanganku menyentuh kedua pundaknya.

"Astaghfirullah, ibu kira siapa, ternyata kamu dibelakang rupanya",Ibu berkata dengan sedikit terkejut.

"Maaf ya bu. Adit mengagetkan ibu. Kenapa belum tidur,bu?", Aku bertanya dengan lembut.

"Gak apa-apa. Ibu cuma ingin duduk disini saja sebelum tidur",Ibu menjawab dengan lembut.

Aku pun perlahan berjalan kedepan ibu dan bersimpuh dihadapannya sambil menggenggam kedua telapak tangannya.

"Bu,dari tadi Adit lihat ibu duduk terus termenung disini. Sebenarnya apa yang sedang ibu pikirkan?",Aku bertanya dengan lembut.

Ibu pun memalingkan wajahnya kearahku. Ia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya dan menyentuh kedua pipiku.

"Kamu nak yang sedang ibu pikirkan",Ibu menjawab dengan lembut.

"Kenapa ibu memikirkan Adit. Apa Adit belum cukup berhasil menurut ibu?",Aku kembali bertanya dengan lembut.

"Bukan itu yang menjadi pikiran ibu. Sejauh ini kamu sudah berhasil dan ibu bangga sekali dengan kamu,nak",Ibu menjawab dengan senyum kepadaku.

"Lantas apa yang mengganggu pikiran ibu sehingga sering duduk termenung disini?",Aku kembali bertanya dengan lembut.

Ibu kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela. Kali ini ia kembali murung, ia menghela nafasnya dan kembali wajahnya yang lembut menatap mataku.

"Kamu anak ibu satu-satunya. Kondisi ibu sekarang semakin lemah. Bagaimana nanti jika Allah memanggil ibu lebih cepat, siapa yang akan mendampingimu,nak?",Ibu bertanya dengan nada yang sedikit sedih.

Aku pun ikut terhanyut dengan pertanyaan ibu. Sesaat mataku tak kuasa menatap ibu,tapi aku coba menguatkan diriku.

"Ibu jangan khawatir,Allah akan memilihkan pendamping untuk Adit",Aku berkata dengan sedikit gemetar.

"Iya, ibu tahu Allah akan memilih pendamping untukmu, tapi sampai sekarang ibu juga tak melihat usahamu,nak",Ibu berkata kembali padaku.

Aku kembali menggenggam erat kedua telapak tangan ibu dan mencoba meyakinkannya

"Percayalah pada kuasa Allah,bu. Sejauh ini Adit juga berusaha tapi memang belum ada yang cocok,bu",Aku berkata meyakinkan ibu.

"Kamu mau cari pendamping yang bagaimana,nak?",Ibu kembali bertanya padaku.

"Adit cuma ingin cari pendamping yang cocok dihati kalau nanti ketemu Adit akan perkenalkan ke ibu",Aku kembali berkata dengan senyum.

"Ibu percaya padamu,nak. Tapi ingat waktu terus berjalan, umur tak ada yang tahu,nak",Ibu kembali berkata dengan lembut.

"Iya,bu. Adit akan berusaha semampunya. Sudah larut,bu. Adit antar ibu tidur ya",Aku berkata dengan lembut.

Ibu pun mengangguk perkataanku dan perlahan ia bangkit dari kursi goyang. Aku memegang kedua tangannya dan membantunya berdiri. Perlahan kuantar ibu ke kamar tidur dan membaringkannya dikasur.

"Tidur yang nyenyak ya bu. Besok Adit antar ibu ke rumah sakit ya", Aku berkata dengan lembut.

Ibu pun mengangguk dan ku kecup kening ibuku kemudian menyelimutinya. Aku pun pergi meninggalkan ibu tidur dan aku pun berjalan menuju kamar tidurku sendiri.

Aku masuk kamar dan duduk ditepian tempat tidur. Sempat aku teringat kembali ucapan ibu saat ia tadi berbicara padaku. Aku mencoba menenangkan diriku dan meyakinkan diriku kalau Allah akan menolongku dengan cara-Nya yang tak terduga-duga.

Aku pun merebahkan tubuhku dikasur. Kutarik selimut dan kupejamkan mataku sembari berharap hari esok lebih baik dari pada hari ini dan sebelumnya.

***

Adzan Shubuh berkumandang dan suaranya masuk kedalam telingaku. Aku pun terjaga saat mendengarnya. Aku bangkit dari tidurku dan kuusap kedua mataku. Kulihat jam didinding sudah pukul empat pagi.

Aku pun beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Kubuka kran air dan kumulai berwudhu. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar mandi kemudian kuganti pakaian dan mengenakan sarung serta tak lupa kopiah kupakai. Aku keluar dari kamar tidurku dan berjalan menuju kamar tidur ibuku. Kubuka kamarnya dan kulihat ibu telah duduk berdzikir sambil menunggu suara iqomah berkumandang.

Aku yang telah siap hendak berangkat ke mesjid coba menghampiri ibu dan duduk bersimpuh dihadapannya. Kulihat matanya masih terpejam dengan bibir bergerak berbisik melafalkan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.

"Assalamualaikum,bu",Aku berkata pelan.

Mata ibu perlahan terbuka, bibirnya berhenti melafalkan dzikir. Ia pun tersenyum memandangku

"Waalaikumsallam. Kamu sudah mau berangkat ke mesjid,nak?",Ibu menjawab salamku dan bertanya padaku.

"Iya,bu. Insyaallah nanti jam delapan pagi, Adit antar ibu ke rumah sakit ya",Aku berkata pelan.

"Apa kamu tidak bekerja hari ini,nak?",Ibu kembali bertanya padaku.

"Saya sudah minta izin ke kantor kalau hari ini saya mau menemani ibu ke rumah sakit",Aku menjawab pertanyaan ibu.

"Kamu sudah terlalu sering minta izin ke kantor untuk menemani ibu ke rumah sakit. Ibu khawatir nanti kamu dipecat,nak",Ibu kembali berkata dengan sedikit gelisah dihatinya.

"Tidak apa-apa,Bu. Pimpinan dikantor sangat mengerti keadaan Ibu",Aku kembali menjawab pertanyaan ibu.

"Pimpinanmu baik sekali,nak. Andaikan kamu sudah menikah, tentu istrimu akan senang sekali meringankan bebanmu,nak",Ibu kembali berkata dengan senyum yang sedikit tertahan.

"Kalau begitu doakan Adit,bu agar dapat dipertemukan dengan wanita yang bisa jadi istri sekaligus bisa menemani ibu seperti ibunya sendiri",Aku kembali berkata pada ibu.

"Ibumu ini tak pernah putus berdoa untukmu,nak. Kamu anak ibu satu-satunya tentu ibu ingin ada wanita yang bisa mendampingimu jika nanti Ibu dipanggil Allah,nak", Ibu berkata lirih kepadaku.

Aku hanya bisa tertunduk dan berusaha menahan air mataku. Aku pegang tangan ibuku yang lembut dan halus. Aku mencium tangannya dan mengharapkan berkah darinya. Kemudian tangannya yang satu lagi mengusap kepalaku dan ia mengecup kepalaku.

"Berangkatlah,nak ke mesjid nanti kamu ketinggalan berjamaah shubuh", Ibu berkata pelan kepadaku.

"Baik,bu", Aku berkata singkat.

Aku lepaskan genggaman tanganku dan aku berdiri dari simpuhanku. Kemudian aku melangkah keluar meninggalkan ibuku sendirian dikamarnya.

***

Matahari mulai menampakkan terangnya. Sinarnya sudah mulai masuk kedalam rumah. Tirai-tirai jendela dirumahku sudah terbuka. Tampak sinar matahari masuk menyusup disetiap sudut ruangan. Terdengar suara jam di dinding yang berdentang cukup keras. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam tujuh pagi.

Ibu sudah berpakaian rapi dan ia menuju meja makan untuk sekedar minum teh tawar dan menikmati kue basah yang kubeli tadi pagi sehabis shubuh di warung yang tak jauh dari mesjid. Sejak ayah meninggal dunia, Ibu tak pernah mau lagi sarapan nasi. Ia lebih senang menikmati kue basah dan secangkir teh tawar. Ibu merasa hidupnya sudah mulai terasa tawar sejak meninggal ayah. Itulah sebabnya ibu hanya menikmati sarapan yang ringan-ringan saja.

Aku telah berpakaian rapi dan segera keluar dari kamar tidurku. Kemudian aku berjalan menuju ruang makan. Aku melihat ibuku sudah duduk menungguku sambil menikmati kue basah dan secangkir teh tawar.

"Kita berangkat sekarang,Bu?", Aku bertanya kepada ibu.

"Duduklah dulu,nak. Tak perlu buru-buru nanti disana pun kita pasti menunggu juga,nak", Ibuku berkata kepadaku.

Aku pun mengangguk dan duduk tepat dihadapan ibuku. Aku pun mengambil cangkir dan menuang kopi dari teko yang telah disiapkan ibu. Sekerat kue basah yang telah tersaji dipiring kuambil dan kumakan pelan-pelan.

"Kamu tak sarapan nasi,nak?",Ibuku bertanya padaku.

"Kue saja sudah cukup,Bu",Aku menjawab pertanyaan ibu.

"Biasakan sarapan nasi,nak supaya kamu ada tenaga saat kamu kerja,nak", Ibuku berkata mengingatkanku

"Hanya hari ini saja,Bu. Insyaallah besok Adit sudah sarapan nasi lagi,Bu", Aku berkata pada ibu.

"Kalau begitu kita berangkat sekarang,nak. Ibu khawatir nanti jalanan semakin macet kalau kita lambat bergerak", Ibu berkata mengingatkanku.

Aku pun segera menghabiskan kue yang masih dalam kepitan jari-jariku. Secangkir kopi yang telah kutuang, segera kuhabiskan dan aku pun segera berdiri dari dudukku. Ibu juga ikut berdiri dan berjalan pelan kedepan menuju pintu depan. Aku mengikutinya tapi aku kembali memastikan semua pintu sudah terkunci sebelum kami meninggalkan rumah.

Ibu yang telah keluar dari pintu depan kemudian berjalan meninggalkan teras menuju mobil yang sudah terparkir didepan garasi rumah. Walaupun usia sudah mulai senja, tapi ibu masih sanggup berjalan sendiri dan membuka pintu mobil sendiri. Ibu masuk kedalam mobil dan duduk menungguku. Aku keluar dari pintu depan dan menguncinya. Setelah semuanya dirasa aman, aku pun melangkah menuju mobil dan masuk kedalam kemudian duduk didepan stir.

Aku pun menekan tombol remote pintu gerbang. Seketika itu juga pintu gerbang pagar bergerak bergeser membuka diri. Aku memang mempersiapkan segalanya otomatis. Begitu pula halnya dengan keamanan rumah, aku juga telah meminta teknisi memasang setiap sudut rumah dan didalam agar dipasang CCTV, sehingga aku dapat memantau keadaan ibu dirumah saat aku sedang tak dirumah.

Aku menyediakan pembantu dirumah untuk ibu hanya sekedar mencuci, menyetrika dan memasak. Setelah selesai pekerjaannya, pembantu bisa pulang kerumahnya.

"Apa ada yang ketinggalan,bu?",Aku bertanya kembali ke Ibu untuk memastikan.

"Insyaallah gak ada,nak. Kita bisa berangkat sekarang,nak",Ibu menjawab sambil menoleh kearahku.

"Bu,jangan lupa safety beltnya dipasang", Aku kembali mengingatkan Ibu.

Ibu pun mengikuti saranku dan ia segera menarik tali safety belt menyilang menutup tubuhnya serta mengaitkan pada kaitan disamping pinggangnya. Setelah selesai, ibu pun tersenyum kearahku dan mengangguk tanda ibu telah selesai mengikat safety beltnya.

Aku pun membalas senyuman ibu, setelah itu aku pun menarik safety belt disebelahku dan menyangkutkannya pada kaitan yang ada disudut kursi setirku.

Aku pun segera menghidupkan mesin mobil dan kami berangkat bergerak meninggalkan rumah. Sesaat setelah mobilku bergerak keluar meninggalkan rumah, saat itu juga gerbang pintu pagar pun bergerak kembali bergeser menutup rapat. Mobilku pun bergerak semakin jauh meninggalkan rumah menuju rumah sakit. Suasana pagi yang cerah untuk memulai harapan baru akan segera dimulai.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!