Sepanjang perjalanan pagi ini menuju rumah sakit terasa menyenangkan. Ibu yang sedari tadi duduk disampingku tampak berseri-seri wajahnya. Ia tak henti-hentinya tertawa menceritakan kejadian-kejadian lucu saat ayah masih hidup.
Aku hanya menjadi pendengar yang baik bagi ibu. Tak sedikit pun aku menyanggah semua perkataannya saat ia bercerita padaku. Ibuku begitu semangat pagi ini, sepertinya tak ada tanda-tanda sakit yang parah pada tubuhnya.
Tak terasa kami telah sampai di area parkir rumah sakit. Kucoba menyusuri area tersebut apakah masih ada tempat yang kosong untuk kuparkirkan mobil. Syukurlah akhirnya aku menemukan area kosong yang tak jauh jaraknya menuju pintu depan rumah sakit. Aku merasa heran dengan area parkir di rumah sakit ini karena parkiran sudah hampir terisi penuh dengan mobil-mobil pengunjung. Padahal jam ditanganku masih menunjukkan jam setengah delapan pagi.
Akhirnya mobilku telah parkir dengan rapi dan mesin segera kumatikan. Saat kunci terbuka, ibu langsung membuka pintu kemudian turun dari mobil dan menutupnya kembali. Begitu pula denganku yang juga melakukan hal sama seperti ibuku. Kemudian aku bergegas menghampiri ibu untuk memapahnya berjalan menuju pintu depan rumah sakit.
"Gak kamu kunci pintu mobilnya?", Ibuku bertanya.
"Gak apa-apa. Insyallah disini aman,bu", Aku berkata dengan nada yakin.
"Ya, sudah kalau memang kamu yakin,nak", Ibu berkata kembali padaku.
Akhirnya sambil memapah ibuku, kami berjalan berdua beriringan menuju pintu depan rumah sakit. Saat kami masuk, ternyata didalam sudah ramai pengunjung yang antri menunggu dipanggil gilirannya untuk masuk ke ruang dokter spesialis.
Tak sengaja Aku melihat ada satu bangku kosong dekat dengan ruang dokter yang hendak kami tuju. Aku pun memapah ibu berjalan menuju bangku kosong tersebut. Setelah sampai dibangku tersebut Aku membantunya untuk duduk sebentar menungguku karena Aku akan ke meja pelayanan pasien yang tak jauh dari tempat duduk ibuku.
Aku pun berjalan menuju meja pelayanan pasien dan kulihat para petugas administrator sibuk dengan aktivitas mereka. Aku masih berdiri menunggu sambil sesekali mengawasi ibuku dari sini. Tak lama kemudian salah satu dari petugas administrator datang menghampiriku.
"Selamat pagi,mas. Ada yang bisa saya bantu?", Petugas tersebut bertanya padaku.
"Saya sudah mendaftarkan ibu saya untuk konsultasi ke Dokter Rizal Spesialis Jantung", Aku berkata padanya.
"Baik, atas nama siapa ibunya, mas?", Petugas tersebut bertanya lagi padaku.
"Atas nama Ibu Nurhaliza", Aku menjawab pertanyaannya.
"Baik, mas. Mohon ditunggu sebentar ya, saya akan coba cek dulu di komputer pelayanan kami", Petugas tersebut berkata ramah padaku.
"Baik, mbak saya tunggu", Aku pun berkata kembali sembari membalas senyumannya.
Setelah ia membuka komputer dan kurang lebih sekitar tiga menit, akhirnya nama ibuku sudah terdaftar dalam jadwal untuk konsultasi ke Dokter Rizal. Sebenarnya Aku bisa saja langsung masuk keruangannya karena Rizal adalah teman baikku semasa kuliah dulu. Walaupun kami berdua berbeda jurusan namun kami telah berteman cukup lama sejak masa SMA. Bahkan ibuku pun sudah cukup mengenal baik Rizal dan keluarganya.
"Baik, mas. Nama Ibu Nurhaliza sudah terdaftar dan silakan saja langsung masuk karena memang Dokter Rizal sudah menunggu sedari tadi, mas", Petugas tersebut berkata kembali padaku.
"Baik, mbak. Terima kasih banyak bantuannya, mbak", Aku membalas perkataannya dengan tersenyum.
"Terima kasih kembali, jika nanti ada keperluan lain, silakan kunjungi lagi meja layanan kami ya, mas. Silakan langsung saja ke ruangan Dokter Rizal, mas", Petugas tersebut berkata sambil tersenyum ramah padaku.
Aku pun berbalik badan kemudian berjalan kembali menuju ibuku yang masih duduk menunggu.
"Bagaimana,nak. Apa sudah bisa ibu masuk kedalam?", Ibuku bertanya.
"Sudah bisa,bu. Ayo,bu kita masuk kedalam, sudah ditunggu rupanya sama Rizal", Aku menjawab pertanyaan ibu.
Aku pun membantu ibu berdiri dan kemudian memapahnya berjalan menuju ruangan Rizal. Begitu kami masuk, ternyata ia masih melayani pasien lain yang juga berobat padanya. Setelah selesai, Rizal melihat diriku sedang berdiri disamping ibu.
"Hey,dit. Masuk sini, sudah dari tadi aku menunggu kamu datang", Rizal berkata menyapaku.
Rizal langsung berdiri dan berjalan mendekatiku. Sedangkan aku memapah ibu berjalan menuju kursi yang ada didepan meja kerja Rizal. Setelah ibu duduk dengan tenang, Rizal meraih telapak tangan ibu dan menciumnya sebagai tanda hormatnya kepada ibu.
"Apa kabar, tante? Sudah lama Rizal gak jumpa, tante", Rizal berkata pada ibuku.
"Alhamdulillah baik, zal. Baru sebulan lalu tante jumpa kamu, masa sudah dibilang lama gak jumpa, zal", Ibuku berkata sambil tersenyum bercanda.
"Ooo..iya juga ya,tante. Baru sebulan lalu kita jumpa ya,tante. Maklumlah,tante saya terlalu sibuk sampai lupa", Rizal berkata sambil sedikit tertawa kecil.
"Ya gak apa-apa,zal. Kamu kan sibuk gak hanya urusan kerja, ada istri sama anak juga yang kamu urus, iya kan, zal", Ibuku berkata sambil melirik ke arahku.
Aku coba melihat ke arah lain sambil berpura-pura gak mendengar kata-kata ibuku. Sedang Rizal hanya bisa tertawa sambil melirik juga kearahku.
"Sudah berapa orang anakmu,zal?",Ibuku bertanya.
"Ya kalau anak Alhamdulillah udah dua,tan. Tapi kalau istri masih satu tan,belum ada rencana nambah lagi,tan", Rizal berkata sambil tertawa.
"Hush, cukup satu aja istri,zal. Nanti kamu gak sanggup kalau kebanyakan", Ibuku berkata sambil tertawa.
Aku yang sedikit jengah dengan obrolan mereka berdua mulai memotong pembicaraan mereka.
"Ibu mau dicek dulu kan jantungnya?",Aku berkata mendahului mereka.
"Tuh kan,zal. Lihat kelakuan anak Tante. langsung dipotong zal kalau sudah urusan nikah,zal",Ibuku berkata lagi.
"Ya, kita doakan aja,tan. Semoga Adit tahun ini dapat jodoh ya,tan. Siapa tau pulang dari sini langsung dapat jodoh. iya kan dit", Rizal berkata menggodaku.
"Ya,ya,ya.Amin", Aku berkata mengamini.
Rizal dan Ibuku hanya bisa tertawa melihat paras wajahku yang mulai memerah karena diledeki terus.
"Ya udah,tan. Yuk tante duduk sini dekat izal. Biar izal periksa dulu keadaan Tante ya",Rizal berkata sambil membantuku ibu duduk dekatnya.
Pemeriksaan atas ibuku berjalan dengan baik, tampak Rizal begitu sangat profesional menjalankan profesinya. Hampir setengah jam aku mengikuti proses pemeriksaan. Setelah selesai Rizal pun mendekatiku,sementara ibuku kembali duduk dikursi setelah tadi melewati proses pemeriksaan ditempat tidur.
"Dit,aku perlu bicara empat mata soal ibumu. Kamu antar dulu ibumu ke mobil,okay",Rizal berbisik padaku.
Aku yang mendengarnya sedikit terperanjat, sepertinya ada hal serius yang ingin ia bicarakan soal keadaan ibuku. Aku pun mengerti kode dari Rizal dan menganggukkan permintaannya.
"Okay,Tan. Hari ini izal resepi lagi obat seperti biasa ya,Tan. Tenang saja,Tan. Keadaan Tante pokoknya sudah mantap dan stabil", Rizal berkata menghibur ibuku.
"Syukurlah kalau memang semuanya baik-baik,zal. Berarti ini tante sudah bisa pulang ya", Ibuku kembali berkata.
"Iya,Tan. Istirahat yang cukup dan jangan terlalu capek ya,Tan",Rizal berkata kembali mengingatkan ibuku.
"Yuk,Bu.Kita pulang ya", Aku berkata sambil mengedipkan mata ke arah Rizal.
Rizal mengerti kode dariku dan ia juga mengangguk kepadaku. Aku coba membantu ibuku berdiri dari kursinya dan memapahnya keluar dari ruangan Rizal.
Aku dan ibu keluar dari ruangan, sesaat pintu telah tertutup. Kami masih melihat keramaian pengunjung menunggu giliran dipanggil. Akan tetapi ada satu pemandangan yang cukup menarik perhatianku. Terlihat banyak awak media mendekati ruang dokter spesialis kandungan. Sepertinya mereka sedang menunggu seseorang yang ada didalam. Mungkin mereka sedang menunggu seorang publik figur atau mungkin selebriti. Ada yang berdiri menunggu dengan kameranya dan ada juga yang duduk sambil memegang mikrophone ditangannya.
"Ada apa itu,nak?Kok banyak media datang ke ruang dokter kandungan", Ibuku bertanya.
"Saya juga gak tahu,Bu. Mungkin ada selebriti didalam ruangan itu,makanya mereka pada didepan pintu,Bu",Aku coba menjawab pertanyaan ibu.
"Ya,sudahlah, biarkan saja,nak. Ibu pingin pulang", Ibu berkata.
"Iya,Bu. Kita ke mobil sekarang", Aku berkata sambil memapah ibu.
Kami berjalan bersama sambil sesekali aku memapahnya agar tak terjatuh saat berjalan. Aku pun teringat kembali kalau Rizal ingin bicara padaku empat mata mengenai kondisi ibu. Aku pun merencanakan agar ibu bisa menunggu sebentar dimobil. Begitu sampai didekat mobil yang kuparkirkan tadi, aku pun langsung membukakan pintu untuk ibu dan ia masuk perlahan serta duduk dengan tenang. Aku pun berpura-pura bertingkah didepan ibuku
"Waduh,Bu. Saya lupa,Bu",Aku berkata dengan akting pura-pura.
"Kenapa,nak. Kok kamu tiba-tiba bilang Waduh", Ibu berkata dengan sedikit keheranan.
"Ada yang ketinggalan,Bu",Aku berakting lagi.
"Ketinggalan apa, sepertinya gak ada yang ketinggalan,nak",Ibu berkata dengan sedikit kebingungan.
"Handphone ketinggalan tadi Bu dimejanya si izal",Aku berkata sambil pura-pura panik.
"Oalah..kok bisa ketinggalan toh,nak. Ya sudah ambil sana,biar ibu tunggu kamu disini", Ibu berkata dengan nada sedikit terkejut.
"Iya,Bu. Adit kedalam bentar ya. Ntar Adit balik lagi ya,Bu",Aku kembali berkata dengan pura-pura panik.
"Ya sudah sana. Ibu tunggu sini,cepat ya,nak",Ibu berkata kembali.
"Iya,Bu",Aku berkata mengiyakan permintaan ibu.
Aku pun pura-pura bergegas jalan kembali menuju pintu masuk rumah sakit. Sesekali aku menoleh ke belakang memastikan jika ibu sudah duduk dengan tenang didalam mobilku.
Sembari menunggu anaknya Adit. Ibu Nurhaliza mulai merogoh tasnya dan mengambil handphone yang sedari tadi masih tersimpan rapi didalam tasnya. Ia pun mulai melihat pesan-pesan yang belum terbaca dihandphonenya. Tak lama berselang, Bu Nurhaliza mendengar suara orang pada berlarian dan ia pun melihat kearah depan mobil. Tampak para awak media berlarian sedang mengejar seseorang yang akan diliput, tetapi sepertinya mereka kehilangan jejak si narasumber. Bu Nurhaliza melihat dan mendengar beberapa awak media berbicara.
"Wah,kita kehilangan jejak,bang. Mbak Maya udah kabur",Seorang reporter berkata.
"Iya ya, kabur kemana Mbak Maya ya. Cepat banget geraknya", Reporter lain ikut berkata.
"Waduh,bang. Kalau saya gak dapat liputan Mbak Maya nih, bakal kena semprot saya ini bang sama si bos", Reporter lain ikut juga berkata.
"Ya udahlah, kita cari lagi, siapa tahu Mbak Maya belum jauh larinya", Reporter yang satu lagi ikut berkata.
Akhirnya para reporter yang sedari tadi berbicara didepan mobil Adit memutuskan untuk mencari lagi Maya. Bu Nurhaliza yang ada didalam mobil hanya bisa melihat mereka dan sempat juga mendengar obrolan mereka.
"Artis Maya.Ini Maya yang mana ya", Bu Nurhaliza berbicara sendiri sambil mengingat-ingat.
Saat ia coba mengingat-ingat, kedua matanya tertuju pada cermin spion yang tergantung diatas dashboard mobil. Bu Nurhaliza melihat dari cermin itu tampak punggu seseorang yang sedang bersembunyi dibangku belakang. Bu Nurhaliza coba tenang dan meyakinkan diri bahwa para wartawan tadi sedang mengejar orang yang bersembunyi didalam mobil anaknya.
Dia pun pura-pura tidak tahu jika ada seseorang sedang bersembunyi. Ia pun kembali lagi melihat handphonenya dan coba membuka berita seputar selebriti. Ternyata ada satu berita yang menarik perhatiannya. Bu Nurhaliza coba berpura-pura berkata sedikit lebih kencang judul berita tersebut
"Artis Maya Kepergok Telah Berbadan Dua",Bu Nurhaliza berkata sedikit kencang sambil sesekali melirik ke arah kaca spion yang ada diatas dashboard.
"Ooo...ini rupanya artis Maya itu",Bu Nurhaliza kali ini berkata lebih kencang dan tetap pura-pura tidak tahu ada penumpang gelap dibelakang.
Tak lama kemudian dari kejauhan tampak Adit sudah kembali dan berjalan cepat menuju mobilnya. Ia khawatir jika terlalu lama meninggalkan ibunya sendirian didalam mobil, walaupun ia sebenarnya masih ingin bicara banyak dengan Rizal perihal ibunya.
Adit kemudian membuka pintu dan segera masuk serta duduk menghadap setir. Ia tersenyum ke ibunya sembari menunjukkan handphonenya yang pura-pura tertinggal.
"Alhamdulillah masih ada,Bu dimeja si izal",Aku berkata ke ibu.
"Syukurlah. Untung aja gak hilang handphone kamu,nak", Ibu berkata.
"Kalo hilang, ntar minta ganti aja sama izal,Bu",Aku berkata sambil sedikit tertawa ke ibu.
"Ya,udahlah,Bu. Yuk kita pulang",Aku kembali berkata ke ibu.
Aku pun kemudian menghidupkan mesin mobil dan sebelum menjalankannya,aku memperbaiki posisi kaca spion diatas dashboard mobil. Aku sedikit terkejut karena melihat ada punggung seseorang yang sedang bersembunyi didalam mobilku.
Saat aku akan berbalik badan, tiba-tiba ibu mencegahku dengan menggenggam tanganku dan memberi kode kepadaku dengan menggelengkan kepalanya.
Aku paham maksudnya tapi aku masih bingung siapa penumpang gelap yang ada didalam mobilku. Ibu pun tampak tenang,sepertinya ibu sudah mengetahui siapa penumpang gelap yang menyelinap dimobilku.
Kemudian ibu kembali memberi kode padaku dengan telunjuk kanan menutup mulutnya agar aku tak banyak berbicara.
"Lha,kok gak jalan-jalan,nak mobilnya. Ibu sudah pingin cepat pulang ini. Ayo jalankan mobilnya", Ibu berkata tapi sambil memberi kode dengan menggelengkan kepalanya.
Aku pun mengerti maksud ibu,akan tetapi aku masih sedikit bingung dengan niat ibu yang mencegahku.
"Mmm..iya,Bu. Kita pulang,Bu",Aku menjawab dengan sedikit terbata-bata.
"Ya sudah, jalankan mobilnya,nak",Ibu berkata kembali padaku dengan tatapan yang teduh padaku.
Dengan perasaan yang masih bingung, akhirnya aku menuruti permintaan ibu. Aku pun menjalankan mobil dan aku masih penasaran siapa penumpang gelap yang menyelinap dibangku belakang mobilku. Sesekali aku melihat ibu, tampak wajahnya begitu tenang dan senyum ke arah jendela. Seolah-olah ibu tahu apa yang ia lakukan sudah benar adanya. Kami pun pulang kerumah dengan membawa penumpang gelap yang menyelinap didalam mobilku.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 5 Episodes
Comments