NovelToon NovelToon

Suami Kontrak

1. Gundah Gulana

Hidup memang tak selamanya indah. Dahulu ketika ayah masih hidup, aku tak pernah melihat ibu termenung terlalu lama. Kini keadaan telah berubah, ibu tampak murung dan kurang bersemangat.

Akan tetapi ibu wanita yang tegar, tak pernah sedikitpun menampakkan kesedihannya padaku. Malam ini saat aku hendak menuju kamar tidur, tak sengaja aku menemukan ibu masih duduk termenung di kursi goyang kesayangan milik ayah. Perlahan aku menghampirinya dan kedua tanganku menyentuh kedua pundaknya.

"Astaghfirullah, ibu kira siapa, ternyata kamu dibelakang rupanya",Ibu berkata dengan sedikit terkejut.

"Maaf ya bu. Adit mengagetkan ibu. Kenapa belum tidur,bu?", Aku bertanya dengan lembut.

"Gak apa-apa. Ibu cuma ingin duduk disini saja sebelum tidur",Ibu menjawab dengan lembut.

Aku pun perlahan berjalan kedepan ibu dan bersimpuh dihadapannya sambil menggenggam kedua telapak tangannya.

"Bu,dari tadi Adit lihat ibu duduk terus termenung disini. Sebenarnya apa yang sedang ibu pikirkan?",Aku bertanya dengan lembut.

Ibu pun memalingkan wajahnya kearahku. Ia kemudian mengangkat kedua telapak tangannya dan menyentuh kedua pipiku.

"Kamu nak yang sedang ibu pikirkan",Ibu menjawab dengan lembut.

"Kenapa ibu memikirkan Adit. Apa Adit belum cukup berhasil menurut ibu?",Aku kembali bertanya dengan lembut.

"Bukan itu yang menjadi pikiran ibu. Sejauh ini kamu sudah berhasil dan ibu bangga sekali dengan kamu,nak",Ibu menjawab dengan senyum kepadaku.

"Lantas apa yang mengganggu pikiran ibu sehingga sering duduk termenung disini?",Aku kembali bertanya dengan lembut.

Ibu kembali memalingkan wajahnya ke arah jendela. Kali ini ia kembali murung, ia menghela nafasnya dan kembali wajahnya yang lembut menatap mataku.

"Kamu anak ibu satu-satunya. Kondisi ibu sekarang semakin lemah. Bagaimana nanti jika Allah memanggil ibu lebih cepat, siapa yang akan mendampingimu,nak?",Ibu bertanya dengan nada yang sedikit sedih.

Aku pun ikut terhanyut dengan pertanyaan ibu. Sesaat mataku tak kuasa menatap ibu,tapi aku coba menguatkan diriku.

"Ibu jangan khawatir,Allah akan memilihkan pendamping untuk Adit",Aku berkata dengan sedikit gemetar.

"Iya, ibu tahu Allah akan memilih pendamping untukmu, tapi sampai sekarang ibu juga tak melihat usahamu,nak",Ibu berkata kembali padaku.

Aku kembali menggenggam erat kedua telapak tangan ibu dan mencoba meyakinkannya

"Percayalah pada kuasa Allah,bu. Sejauh ini Adit juga berusaha tapi memang belum ada yang cocok,bu",Aku berkata meyakinkan ibu.

"Kamu mau cari pendamping yang bagaimana,nak?",Ibu kembali bertanya padaku.

"Adit cuma ingin cari pendamping yang cocok dihati kalau nanti ketemu Adit akan perkenalkan ke ibu",Aku kembali berkata dengan senyum.

"Ibu percaya padamu,nak. Tapi ingat waktu terus berjalan, umur tak ada yang tahu,nak",Ibu kembali berkata dengan lembut.

"Iya,bu. Adit akan berusaha semampunya. Sudah larut,bu. Adit antar ibu tidur ya",Aku berkata dengan lembut.

Ibu pun mengangguk perkataanku dan perlahan ia bangkit dari kursi goyang. Aku memegang kedua tangannya dan membantunya berdiri. Perlahan kuantar ibu ke kamar tidur dan membaringkannya dikasur.

"Tidur yang nyenyak ya bu. Besok Adit antar ibu ke rumah sakit ya", Aku berkata dengan lembut.

Ibu pun mengangguk dan ku kecup kening ibuku kemudian menyelimutinya. Aku pun pergi meninggalkan ibu tidur dan aku pun berjalan menuju kamar tidurku sendiri.

Aku masuk kamar dan duduk ditepian tempat tidur. Sempat aku teringat kembali ucapan ibu saat ia tadi berbicara padaku. Aku mencoba menenangkan diriku dan meyakinkan diriku kalau Allah akan menolongku dengan cara-Nya yang tak terduga-duga.

Aku pun merebahkan tubuhku dikasur. Kutarik selimut dan kupejamkan mataku sembari berharap hari esok lebih baik dari pada hari ini dan sebelumnya.

***

Adzan Shubuh berkumandang dan suaranya masuk kedalam telingaku. Aku pun terjaga saat mendengarnya. Aku bangkit dari tidurku dan kuusap kedua mataku. Kulihat jam didinding sudah pukul empat pagi.

Aku pun beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi. Kubuka kran air dan kumulai berwudhu. Setelah selesai aku pun keluar dari kamar mandi kemudian kuganti pakaian dan mengenakan sarung serta tak lupa kopiah kupakai. Aku keluar dari kamar tidurku dan berjalan menuju kamar tidur ibuku. Kubuka kamarnya dan kulihat ibu telah duduk berdzikir sambil menunggu suara iqomah berkumandang.

Aku yang telah siap hendak berangkat ke mesjid coba menghampiri ibu dan duduk bersimpuh dihadapannya. Kulihat matanya masih terpejam dengan bibir bergerak berbisik melafalkan tasbih, tahmid, takbir dan tahlil.

"Assalamualaikum,bu",Aku berkata pelan.

Mata ibu perlahan terbuka, bibirnya berhenti melafalkan dzikir. Ia pun tersenyum memandangku

"Waalaikumsallam. Kamu sudah mau berangkat ke mesjid,nak?",Ibu menjawab salamku dan bertanya padaku.

"Iya,bu. Insyaallah nanti jam delapan pagi, Adit antar ibu ke rumah sakit ya",Aku berkata pelan.

"Apa kamu tidak bekerja hari ini,nak?",Ibu kembali bertanya padaku.

"Saya sudah minta izin ke kantor kalau hari ini saya mau menemani ibu ke rumah sakit",Aku menjawab pertanyaan ibu.

"Kamu sudah terlalu sering minta izin ke kantor untuk menemani ibu ke rumah sakit. Ibu khawatir nanti kamu dipecat,nak",Ibu kembali berkata dengan sedikit gelisah dihatinya.

"Tidak apa-apa,Bu. Pimpinan dikantor sangat mengerti keadaan Ibu",Aku kembali menjawab pertanyaan ibu.

"Pimpinanmu baik sekali,nak. Andaikan kamu sudah menikah, tentu istrimu akan senang sekali meringankan bebanmu,nak",Ibu kembali berkata dengan senyum yang sedikit tertahan.

"Kalau begitu doakan Adit,bu agar dapat dipertemukan dengan wanita yang bisa jadi istri sekaligus bisa menemani ibu seperti ibunya sendiri",Aku kembali berkata pada ibu.

"Ibumu ini tak pernah putus berdoa untukmu,nak. Kamu anak ibu satu-satunya tentu ibu ingin ada wanita yang bisa mendampingimu jika nanti Ibu dipanggil Allah,nak", Ibu berkata lirih kepadaku.

Aku hanya bisa tertunduk dan berusaha menahan air mataku. Aku pegang tangan ibuku yang lembut dan halus. Aku mencium tangannya dan mengharapkan berkah darinya. Kemudian tangannya yang satu lagi mengusap kepalaku dan ia mengecup kepalaku.

"Berangkatlah,nak ke mesjid nanti kamu ketinggalan berjamaah shubuh", Ibu berkata pelan kepadaku.

"Baik,bu", Aku berkata singkat.

Aku lepaskan genggaman tanganku dan aku berdiri dari simpuhanku. Kemudian aku melangkah keluar meninggalkan ibuku sendirian dikamarnya.

***

Matahari mulai menampakkan terangnya. Sinarnya sudah mulai masuk kedalam rumah. Tirai-tirai jendela dirumahku sudah terbuka. Tampak sinar matahari masuk menyusup disetiap sudut ruangan. Terdengar suara jam di dinding yang berdentang cukup keras. Tak terasa waktu sudah menunjukkan jam tujuh pagi.

Ibu sudah berpakaian rapi dan ia menuju meja makan untuk sekedar minum teh tawar dan menikmati kue basah yang kubeli tadi pagi sehabis shubuh di warung yang tak jauh dari mesjid. Sejak ayah meninggal dunia, Ibu tak pernah mau lagi sarapan nasi. Ia lebih senang menikmati kue basah dan secangkir teh tawar. Ibu merasa hidupnya sudah mulai terasa tawar sejak meninggal ayah. Itulah sebabnya ibu hanya menikmati sarapan yang ringan-ringan saja.

Aku telah berpakaian rapi dan segera keluar dari kamar tidurku. Kemudian aku berjalan menuju ruang makan. Aku melihat ibuku sudah duduk menungguku sambil menikmati kue basah dan secangkir teh tawar.

"Kita berangkat sekarang,Bu?", Aku bertanya kepada ibu.

"Duduklah dulu,nak. Tak perlu buru-buru nanti disana pun kita pasti menunggu juga,nak", Ibuku berkata kepadaku.

Aku pun mengangguk dan duduk tepat dihadapan ibuku. Aku pun mengambil cangkir dan menuang kopi dari teko yang telah disiapkan ibu. Sekerat kue basah yang telah tersaji dipiring kuambil dan kumakan pelan-pelan.

"Kamu tak sarapan nasi,nak?",Ibuku bertanya padaku.

"Kue saja sudah cukup,Bu",Aku menjawab pertanyaan ibu.

"Biasakan sarapan nasi,nak supaya kamu ada tenaga saat kamu kerja,nak", Ibuku berkata mengingatkanku

"Hanya hari ini saja,Bu. Insyaallah besok Adit sudah sarapan nasi lagi,Bu", Aku berkata pada ibu.

"Kalau begitu kita berangkat sekarang,nak. Ibu khawatir nanti jalanan semakin macet kalau kita lambat bergerak", Ibu berkata mengingatkanku.

Aku pun segera menghabiskan kue yang masih dalam kepitan jari-jariku. Secangkir kopi yang telah kutuang, segera kuhabiskan dan aku pun segera berdiri dari dudukku. Ibu juga ikut berdiri dan berjalan pelan kedepan menuju pintu depan. Aku mengikutinya tapi aku kembali memastikan semua pintu sudah terkunci sebelum kami meninggalkan rumah.

Ibu yang telah keluar dari pintu depan kemudian berjalan meninggalkan teras menuju mobil yang sudah terparkir didepan garasi rumah. Walaupun usia sudah mulai senja, tapi ibu masih sanggup berjalan sendiri dan membuka pintu mobil sendiri. Ibu masuk kedalam mobil dan duduk menungguku. Aku keluar dari pintu depan dan menguncinya. Setelah semuanya dirasa aman, aku pun melangkah menuju mobil dan masuk kedalam kemudian duduk didepan stir.

Aku pun menekan tombol remote pintu gerbang. Seketika itu juga pintu gerbang pagar bergerak bergeser membuka diri. Aku memang mempersiapkan segalanya otomatis. Begitu pula halnya dengan keamanan rumah, aku juga telah meminta teknisi memasang setiap sudut rumah dan didalam agar dipasang CCTV, sehingga aku dapat memantau keadaan ibu dirumah saat aku sedang tak dirumah.

Aku menyediakan pembantu dirumah untuk ibu hanya sekedar mencuci, menyetrika dan memasak. Setelah selesai pekerjaannya, pembantu bisa pulang kerumahnya.

"Apa ada yang ketinggalan,bu?",Aku bertanya kembali ke Ibu untuk memastikan.

"Insyaallah gak ada,nak. Kita bisa berangkat sekarang,nak",Ibu menjawab sambil menoleh kearahku.

"Bu,jangan lupa safety beltnya dipasang", Aku kembali mengingatkan Ibu.

Ibu pun mengikuti saranku dan ia segera menarik tali safety belt menyilang menutup tubuhnya serta mengaitkan pada kaitan disamping pinggangnya. Setelah selesai, ibu pun tersenyum kearahku dan mengangguk tanda ibu telah selesai mengikat safety beltnya.

Aku pun membalas senyuman ibu, setelah itu aku pun menarik safety belt disebelahku dan menyangkutkannya pada kaitan yang ada disudut kursi setirku.

Aku pun segera menghidupkan mesin mobil dan kami berangkat bergerak meninggalkan rumah. Sesaat setelah mobilku bergerak keluar meninggalkan rumah, saat itu juga gerbang pintu pagar pun bergerak kembali bergeser menutup rapat. Mobilku pun bergerak semakin jauh meninggalkan rumah menuju rumah sakit. Suasana pagi yang cerah untuk memulai harapan baru akan segera dimulai.

2. Penumpang Gelap

Sepanjang perjalanan pagi ini menuju rumah sakit terasa menyenangkan. Ibu yang sedari tadi duduk disampingku tampak berseri-seri wajahnya. Ia tak henti-hentinya tertawa menceritakan kejadian-kejadian lucu saat ayah masih hidup.

Aku hanya menjadi pendengar yang baik bagi ibu. Tak sedikit pun aku menyanggah semua perkataannya saat ia bercerita padaku. Ibuku begitu semangat pagi ini, sepertinya tak ada tanda-tanda sakit yang parah pada tubuhnya.

Tak terasa kami telah sampai di area parkir rumah sakit. Kucoba menyusuri area tersebut apakah masih ada tempat yang kosong untuk kuparkirkan mobil. Syukurlah akhirnya aku menemukan area kosong yang tak jauh jaraknya menuju pintu depan rumah sakit. Aku merasa heran dengan area parkir di rumah sakit ini karena parkiran sudah hampir terisi penuh dengan mobil-mobil pengunjung. Padahal jam ditanganku masih menunjukkan jam setengah delapan pagi.

Akhirnya mobilku telah parkir dengan rapi dan mesin segera kumatikan. Saat kunci terbuka, ibu langsung membuka pintu kemudian turun dari mobil dan menutupnya kembali. Begitu pula denganku yang juga melakukan hal sama seperti ibuku. Kemudian aku bergegas menghampiri ibu untuk memapahnya berjalan menuju pintu depan rumah sakit.

"Gak kamu kunci pintu mobilnya?", Ibuku bertanya.

"Gak apa-apa. Insyallah disini aman,bu", Aku berkata dengan nada yakin.

"Ya, sudah kalau memang kamu yakin,nak", Ibu berkata kembali padaku.

Akhirnya sambil memapah ibuku, kami berjalan berdua beriringan menuju pintu depan rumah sakit. Saat kami masuk, ternyata didalam sudah ramai pengunjung yang antri menunggu dipanggil gilirannya untuk masuk ke ruang dokter spesialis.

Tak sengaja Aku melihat ada satu bangku kosong dekat dengan ruang dokter yang hendak kami tuju. Aku pun memapah ibu berjalan menuju bangku kosong tersebut. Setelah sampai dibangku tersebut Aku membantunya untuk duduk sebentar menungguku karena Aku akan ke meja pelayanan pasien yang tak jauh dari tempat duduk ibuku.

Aku pun berjalan menuju meja pelayanan pasien dan kulihat para petugas administrator sibuk dengan aktivitas mereka. Aku masih berdiri menunggu sambil sesekali mengawasi ibuku dari sini. Tak lama kemudian salah satu dari petugas administrator datang menghampiriku.

"Selamat pagi,mas. Ada yang bisa saya bantu?", Petugas tersebut bertanya padaku.

"Saya sudah mendaftarkan ibu saya untuk konsultasi ke Dokter Rizal Spesialis Jantung", Aku berkata padanya.

"Baik, atas nama siapa ibunya, mas?", Petugas tersebut bertanya lagi padaku.

"Atas nama Ibu Nurhaliza", Aku menjawab pertanyaannya.

"Baik, mas. Mohon ditunggu sebentar ya, saya akan coba cek dulu di komputer pelayanan kami", Petugas tersebut berkata ramah padaku.

"Baik, mbak saya tunggu", Aku pun berkata kembali sembari membalas senyumannya.

Setelah ia membuka komputer dan kurang lebih sekitar tiga menit, akhirnya nama ibuku sudah terdaftar dalam jadwal untuk konsultasi ke Dokter Rizal. Sebenarnya Aku bisa saja langsung masuk keruangannya karena Rizal adalah teman baikku semasa kuliah dulu. Walaupun kami berdua berbeda jurusan namun kami telah berteman cukup lama sejak masa SMA. Bahkan ibuku pun sudah cukup mengenal baik Rizal dan keluarganya.

"Baik, mas. Nama Ibu Nurhaliza sudah terdaftar dan silakan saja langsung masuk karena memang Dokter Rizal sudah menunggu sedari tadi, mas", Petugas tersebut berkata kembali padaku.

"Baik, mbak. Terima kasih banyak bantuannya, mbak", Aku membalas perkataannya dengan tersenyum.

"Terima kasih kembali, jika nanti ada keperluan lain, silakan kunjungi lagi meja layanan kami ya, mas. Silakan langsung saja ke ruangan Dokter Rizal, mas", Petugas tersebut berkata sambil tersenyum ramah padaku.

Aku pun berbalik badan kemudian berjalan kembali menuju ibuku yang masih duduk menunggu.

"Bagaimana,nak. Apa sudah bisa ibu masuk kedalam?", Ibuku bertanya.

"Sudah bisa,bu. Ayo,bu kita masuk kedalam, sudah ditunggu rupanya sama Rizal", Aku menjawab pertanyaan ibu.

Aku pun membantu ibu berdiri dan kemudian memapahnya berjalan menuju ruangan Rizal. Begitu kami masuk, ternyata ia masih melayani pasien lain yang juga berobat padanya. Setelah selesai, Rizal melihat diriku sedang berdiri disamping ibu.

"Hey,dit. Masuk sini, sudah dari tadi aku menunggu kamu datang", Rizal berkata menyapaku.

Rizal langsung berdiri dan berjalan mendekatiku. Sedangkan aku memapah ibu berjalan menuju kursi yang ada didepan meja kerja Rizal. Setelah ibu duduk dengan tenang, Rizal meraih telapak tangan ibu dan menciumnya sebagai tanda hormatnya kepada ibu.

"Apa kabar, tante? Sudah lama Rizal gak jumpa, tante", Rizal berkata pada ibuku.

"Alhamdulillah baik, zal. Baru sebulan lalu tante jumpa kamu, masa sudah dibilang lama gak jumpa, zal", Ibuku berkata sambil tersenyum bercanda.

"Ooo..iya juga ya,tante. Baru sebulan lalu kita jumpa ya,tante. Maklumlah,tante saya terlalu sibuk sampai lupa", Rizal berkata sambil sedikit tertawa kecil.

"Ya gak apa-apa,zal. Kamu kan sibuk gak hanya urusan kerja, ada istri sama anak juga yang kamu urus, iya kan, zal", Ibuku berkata sambil melirik ke arahku.

Aku coba melihat ke arah lain sambil berpura-pura gak mendengar kata-kata ibuku. Sedang Rizal hanya bisa tertawa sambil melirik juga kearahku.

"Sudah berapa orang anakmu,zal?",Ibuku bertanya.

"Ya kalau anak Alhamdulillah udah dua,tan. Tapi kalau istri masih satu tan,belum ada rencana nambah lagi,tan", Rizal berkata sambil tertawa.

"Hush, cukup satu aja istri,zal. Nanti kamu gak sanggup kalau kebanyakan", Ibuku berkata sambil tertawa.

Aku yang sedikit jengah dengan obrolan mereka berdua mulai memotong pembicaraan mereka.

"Ibu mau dicek dulu kan jantungnya?",Aku berkata mendahului mereka.

"Tuh kan,zal. Lihat kelakuan anak Tante. langsung dipotong zal kalau sudah urusan nikah,zal",Ibuku berkata lagi.

"Ya, kita doakan aja,tan. Semoga Adit tahun ini dapat jodoh ya,tan. Siapa tau pulang dari sini langsung dapat jodoh. iya kan dit", Rizal berkata menggodaku.

"Ya,ya,ya.Amin", Aku berkata mengamini.

Rizal dan Ibuku hanya bisa tertawa melihat paras wajahku yang mulai memerah karena diledeki terus.

"Ya udah,tan. Yuk tante duduk sini dekat izal. Biar izal periksa dulu keadaan Tante ya",Rizal berkata sambil membantuku ibu duduk dekatnya.

Pemeriksaan atas ibuku berjalan dengan baik, tampak Rizal begitu sangat profesional menjalankan profesinya. Hampir setengah jam aku mengikuti proses pemeriksaan. Setelah selesai Rizal pun mendekatiku,sementara ibuku kembali duduk dikursi setelah tadi melewati proses pemeriksaan ditempat tidur.

"Dit,aku perlu bicara empat mata soal ibumu. Kamu antar dulu ibumu ke mobil,okay",Rizal berbisik padaku.

Aku yang mendengarnya sedikit terperanjat, sepertinya ada hal serius yang ingin ia bicarakan soal keadaan ibuku. Aku pun mengerti kode dari Rizal dan menganggukkan permintaannya.

"Okay,Tan. Hari ini izal resepi lagi obat seperti biasa ya,Tan. Tenang saja,Tan. Keadaan Tante pokoknya sudah mantap dan stabil", Rizal berkata menghibur ibuku.

"Syukurlah kalau memang semuanya baik-baik,zal. Berarti ini tante sudah bisa pulang ya", Ibuku kembali berkata.

"Iya,Tan. Istirahat yang cukup dan jangan terlalu capek ya,Tan",Rizal berkata kembali mengingatkan ibuku.

"Yuk,Bu.Kita pulang ya", Aku berkata sambil mengedipkan mata ke arah Rizal.

Rizal mengerti kode dariku dan ia juga mengangguk kepadaku. Aku coba membantu ibuku berdiri dari kursinya dan memapahnya keluar dari ruangan Rizal.

Aku dan ibu keluar dari ruangan, sesaat pintu telah tertutup. Kami masih melihat keramaian pengunjung menunggu giliran dipanggil. Akan tetapi ada satu pemandangan yang cukup menarik perhatianku. Terlihat banyak awak media mendekati ruang dokter spesialis kandungan. Sepertinya mereka sedang menunggu seseorang yang ada didalam. Mungkin mereka sedang menunggu seorang publik figur atau mungkin selebriti. Ada yang berdiri menunggu dengan kameranya dan ada juga yang duduk sambil memegang mikrophone ditangannya.

"Ada apa itu,nak?Kok banyak media datang ke ruang dokter kandungan", Ibuku bertanya.

"Saya juga gak tahu,Bu. Mungkin ada selebriti didalam ruangan itu,makanya mereka pada didepan pintu,Bu",Aku coba menjawab pertanyaan ibu.

"Ya,sudahlah, biarkan saja,nak. Ibu pingin pulang", Ibu berkata.

"Iya,Bu. Kita ke mobil sekarang", Aku berkata sambil memapah ibu.

Kami berjalan bersama sambil sesekali aku memapahnya agar tak terjatuh saat berjalan. Aku pun teringat kembali kalau Rizal ingin bicara padaku empat mata mengenai kondisi ibu. Aku pun merencanakan agar ibu bisa menunggu sebentar dimobil. Begitu sampai didekat mobil yang kuparkirkan tadi, aku pun langsung membukakan pintu untuk ibu dan ia masuk perlahan serta duduk dengan tenang. Aku pun berpura-pura bertingkah didepan ibuku

"Waduh,Bu. Saya lupa,Bu",Aku berkata dengan akting pura-pura.

"Kenapa,nak. Kok kamu tiba-tiba bilang Waduh", Ibu berkata dengan sedikit keheranan.

"Ada yang ketinggalan,Bu",Aku berakting lagi.

"Ketinggalan apa, sepertinya gak ada yang ketinggalan,nak",Ibu berkata dengan sedikit kebingungan.

"Handphone ketinggalan tadi Bu dimejanya si izal",Aku berkata sambil pura-pura panik.

"Oalah..kok bisa ketinggalan toh,nak. Ya sudah ambil sana,biar ibu tunggu kamu disini", Ibu berkata dengan nada sedikit terkejut.

"Iya,Bu. Adit kedalam bentar ya. Ntar Adit balik lagi ya,Bu",Aku kembali berkata dengan pura-pura panik.

"Ya sudah sana. Ibu tunggu sini,cepat ya,nak",Ibu berkata kembali.

"Iya,Bu",Aku berkata mengiyakan permintaan ibu.

Aku pun pura-pura bergegas jalan kembali menuju pintu masuk rumah sakit. Sesekali aku menoleh ke belakang memastikan jika ibu sudah duduk dengan tenang didalam mobilku.

Sembari menunggu anaknya Adit. Ibu Nurhaliza mulai merogoh tasnya dan mengambil handphone yang sedari tadi masih tersimpan rapi didalam tasnya. Ia pun mulai melihat pesan-pesan yang belum terbaca dihandphonenya. Tak lama berselang, Bu Nurhaliza mendengar suara orang pada berlarian dan ia pun melihat kearah depan mobil. Tampak para awak media berlarian sedang mengejar seseorang yang akan diliput, tetapi sepertinya mereka kehilangan jejak si narasumber. Bu Nurhaliza melihat dan mendengar beberapa awak media berbicara.

"Wah,kita kehilangan jejak,bang. Mbak Maya udah kabur",Seorang reporter berkata.

"Iya ya, kabur kemana Mbak Maya ya. Cepat banget geraknya", Reporter lain ikut berkata.

"Waduh,bang. Kalau saya gak dapat liputan Mbak Maya nih, bakal kena semprot saya ini bang sama si bos", Reporter lain ikut juga berkata.

"Ya udahlah, kita cari lagi, siapa tahu Mbak Maya belum jauh larinya", Reporter yang satu lagi ikut berkata.

Akhirnya para reporter yang sedari tadi berbicara didepan mobil Adit memutuskan untuk mencari lagi Maya. Bu Nurhaliza yang ada didalam mobil hanya bisa melihat mereka dan sempat juga mendengar obrolan mereka.

"Artis Maya.Ini Maya yang mana ya", Bu Nurhaliza berbicara sendiri sambil mengingat-ingat.

Saat ia coba mengingat-ingat, kedua matanya tertuju pada cermin spion yang tergantung diatas dashboard mobil. Bu Nurhaliza melihat dari cermin itu tampak punggu seseorang yang sedang bersembunyi dibangku belakang. Bu Nurhaliza coba tenang dan meyakinkan diri bahwa para wartawan tadi sedang mengejar orang yang bersembunyi didalam mobil anaknya.

Dia pun pura-pura tidak tahu jika ada seseorang sedang bersembunyi. Ia pun kembali lagi melihat handphonenya dan coba membuka berita seputar selebriti. Ternyata ada satu berita yang menarik perhatiannya. Bu Nurhaliza coba berpura-pura berkata sedikit lebih kencang judul berita tersebut

"Artis Maya Kepergok Telah Berbadan Dua",Bu Nurhaliza berkata sedikit kencang sambil sesekali melirik ke arah kaca spion yang ada diatas dashboard.

"Ooo...ini rupanya artis Maya itu",Bu Nurhaliza kali ini berkata lebih kencang dan tetap pura-pura tidak tahu ada penumpang gelap dibelakang.

Tak lama kemudian dari kejauhan tampak Adit sudah kembali dan berjalan cepat menuju mobilnya. Ia khawatir jika terlalu lama meninggalkan ibunya sendirian didalam mobil, walaupun ia sebenarnya masih ingin bicara banyak dengan Rizal perihal ibunya.

Adit kemudian membuka pintu dan segera masuk serta duduk menghadap setir. Ia tersenyum ke ibunya sembari menunjukkan handphonenya yang pura-pura tertinggal.

"Alhamdulillah masih ada,Bu dimeja si izal",Aku berkata ke ibu.

"Syukurlah. Untung aja gak hilang handphone kamu,nak", Ibu berkata.

"Kalo hilang, ntar minta ganti aja sama izal,Bu",Aku berkata sambil sedikit tertawa ke ibu.

"Ya,udahlah,Bu. Yuk kita pulang",Aku kembali berkata ke ibu.

Aku pun kemudian menghidupkan mesin mobil dan sebelum menjalankannya,aku memperbaiki posisi kaca spion diatas dashboard mobil. Aku sedikit terkejut karena melihat ada punggung seseorang yang sedang bersembunyi didalam mobilku.

Saat aku akan berbalik badan, tiba-tiba ibu mencegahku dengan menggenggam tanganku dan memberi kode kepadaku dengan menggelengkan kepalanya.

Aku paham maksudnya tapi aku masih bingung siapa penumpang gelap yang ada didalam mobilku. Ibu pun tampak tenang,sepertinya ibu sudah mengetahui siapa penumpang gelap yang menyelinap dimobilku.

Kemudian ibu kembali memberi kode padaku dengan telunjuk kanan menutup mulutnya agar aku tak banyak berbicara.

"Lha,kok gak jalan-jalan,nak mobilnya. Ibu sudah pingin cepat pulang ini. Ayo jalankan mobilnya", Ibu berkata tapi sambil memberi kode dengan menggelengkan kepalanya.

Aku pun mengerti maksud ibu,akan tetapi aku masih sedikit bingung dengan niat ibu yang mencegahku.

"Mmm..iya,Bu. Kita pulang,Bu",Aku menjawab dengan sedikit terbata-bata.

"Ya sudah, jalankan mobilnya,nak",Ibu berkata kembali padaku dengan tatapan yang teduh padaku.

Dengan perasaan yang masih bingung, akhirnya aku menuruti permintaan ibu. Aku pun menjalankan mobil dan aku masih penasaran siapa penumpang gelap yang menyelinap dibangku belakang mobilku. Sesekali aku melihat ibu, tampak wajahnya begitu tenang dan senyum ke arah jendela. Seolah-olah ibu tahu apa yang ia lakukan sudah benar adanya. Kami pun pulang kerumah dengan membawa penumpang gelap yang menyelinap didalam mobilku.

3. Tak Sadarkan Diri

Aku dan ibuku masih duduk diam dalam mobil tanpa bicara apa pun. Keadaan jadi berbeda dengan tadi pagi saat ibu begitu semangat bercerita banyak tentang ayah. Akan tetapi kali ini ia hanya diam dan tak memandang sedikit pun kearahku. Aku kembali memandang lurus ke arah depan dan tetap konsentrasi mengendarai mobilku. Akan tetapi pikiranku kembali terngiang dengan ucapan Rizal kepadaku tentang keadaan ibu.

***Kilas Balik

"Dit, maaf jika tadi aku tak menyampaikan yang sebenarnya tentang keadaan ibumu",Rizal berkata serius kepadaku.

"Sebenarnya bagaimana keadaan ibuku,zal",Aku bertanya kembali padanya.

"Jantung ibumu sudah mulai parah,dit. Aku khawatir kebocorannya akan semakin melebar. Jadi aku sarankan supaya ibumu segera di operasi ,dit",Rizal coba menjelaskan padaku.

Aku yang mendengarnya sedikit tertegun. Pikiranku kembali membayangkan dana yang bakal dikeluarkan untuk operasi ibuku.

"Kira-kira berapa banyak biaya operasinya,zal?"Aku bertanya kembali.

"Mmm...hampir lima ratus juta,dit",Rizal menjawab dengan singkat.

Aku terkejut mendengarnya, tapi aku tak punya pilihan lain selain tetap mengusahakan ibuku bisa segera dioperasi. Akan tetapi benakku berkata dari mana uang sebanyak itu bisa kudapatkan.

***Kembali ke saat ini.

"Nak, nak, hey Adit", Ibuku berkata sambil menggoyang badanku.

Aku pun terkejut dengan teguran ibu. Aku menoleh ke arah ibu dengan ekspresi wajahku yang sedikit bingung.

"Kamu kenapa,nak?Dari tadi ibu lihat kamu melamun", Ibuku bertanya padaku.

"Oh, gak apa-apa,Bu. Adit cuma kepikiran kerjaan di kantor,Bu", Aku menjawab berdusta kepada ibuku.

"Ibu kira ada apa. Rupanya kamu lagi mikirin kerjaan", Ibu berkata kepadaku.

Tak terasa mobil yang kukendarai sudah hampir mendekat ke lokasi perumahan tempat aku dan ibuku tinggal. Saat hendak masuk ke perumahan,tampak satpam sedang berdiri menunggu didepan pos jaga. Ia dengan sigap segera membukakan palang pintu agar kami bisa masuk ke perumahan. Kami menyapanya dan satpam pun membalas sapaan kami.

Mobil terus kubawa sampai ke rumah,akan tetapi pikiranku masih teringat dengan penumpang gelap yang bersembunyi dibelakang bangku mobilku. Sesekali aku melihat ke belakang dengan spion didalam mobilku. Ibu juga sempat memperhatikan kegelisahanku tapi beliau tetap tenang dan tersenyum kepadaku.

"Mengapa dia tak bergerak sedikit pun ya,apa dia baik-baik saja dibelakang?",Aku berkata dalam hatiku dengan sedikit gusar.

Begitu mobilku sampai didepan rumah, pintu gerbang terbuka otomatis dan aku pun segera membawa masuk mobilku parkir didepan garasi rumah. Setelah berhenti,aku mematikan mesin. Aku terdiam sejenak dan memandang ibuku. Ibu dengan tenang mulai memberi kode kepadaku agar tenang. Ia pun mulai memegang spion dalam mobilku dan melihat ke arah belakang dari kaca spion.

"Mbak Maya, saya tahu kamu ada dibelakang, kamu sudah aman sekarang, keluarlah. Tak perlu lagi bersembunyi",Ibu berkata sedikit kencang.

Aku sedikit keheranan dengan perkataan ibu,bagaimana ibu bisa tahu nama penumpang gelap ini. Aku hanya mendengarkan saja saat ibuku melanjutkan kata-katanya.

"Mbak Maya, ayolah keluar dari persembunyianmu,saya dan anak saya akan menolong mengantarkan kamu pulang",Ibu berkata lagi.

Akan tetapi tak ada jawaban dari Maya yang sedari tadi hanya diam dengan posisi menelungkup. Aku mulai khawatir kalo terjadi apa-apa padanya.

"Bu,bagaimana ini?gak ada sahutan,Bu", Aku berkata pelan ke ibu.

"Cepat,nak. Kamu cek ke belakang. Ibu khawatir juga terjadi apa-apa sama dia", Ibu berkata menyuruhku bergegas.

Aku pun segera membuka pintu mobil dan keluar bergegas kebelakang. Begitu pula ibuku yang juga ikut turun dari mobil mengikutiku ke belakang. Begitu sampai pintu belakang mobil dan segera kubuka, ternyata benar dugaanku seorang wanita muda tertelungkup pingsan. Ibu yang ikut melihat keadaan tersebut langsung terkejut dan segera memerintahku.

"Ayo,nak. Jangan bengong aja,cepat angkat kedalam rumah, biar ibu yang buka pintunya,kamu letakkan dimana tadi kunci pintu depan?",Ibu berteriak kepadaku.

"ii..iya,Bu. Kunci didalam lemari dasboard mobil,Bu",Aku berkata dengan gugup.

Ibu segera ke depan mobil untuk mengambil kunci didalam lemari dashboard. Sedangkan aku masuk kedalam mobil untuk menggeser wanita ini sedikit keluar agar aku bisa mengangkatnya kedalam rumah. Ibu yang telah mendapatkan kunci ditangannya segera berjalan menuju pintu depan rumah dan membukakannya untukku. Wanita ini segera kuangkat dan kubiarkan semua pintu mobil dalam keadaan terbuka. Situasi darurat ini membuatku tak berpikir lagi yang lainnya.

Ibu segera masuk kedalam rumah berjalan menuju salah satu kamar tidur tamu yang kosong. Begitu pula denganku yang sambil mengangkat wanita ini berjalan mengikuti ibu yang telah membukakan pintu kamar tidur tamu.

Begitu sampai ditepian tempat tidur,perlahan aku meletakkan badannya diatas kasur sedangkan kepalanya kuletakkan diatas bantal yang sudah tersedia diatas kasur. Ibu yang ikut menyaksikan moment tersebut tanpa menunda waktu segera memerintahkan ku.

"Cepat,nak. Kamu ambilkan sebaskom air hangat dan handuk kecil dilemari, lalu bawa kesini biar ibu tempelkan ke keningnya",Ibu berkata memintaku bergegas.

Aku pun segera keluar dari kamar dan sebelum kulakukan perintah ibu,aku berjalan cepat kedepan untuk menutup semua pintu mobil yang masih terbuka dan kutekan remote untuk menutup pintu gerbang pagar. Lalu aku kembali kedalam dan menutup pintu depan. Tanpa menunda waktu aku langsung ke kamar ibu mengambil handuk kecil dilemari, begitu dapat aku pun segera bergegas ke dapur untuk menuangkan air hangat ke dalam baskom. Setelah selesai,aku pun bergegas berjalan menuju kamar tidur tamu, aku melihat ibu sedang duduk dikasur samping tubuh wanita tersebut.

"Ini Bu, air hangat dan handuknya",Aku berkata sambil meletakkannya diatas meja kecil samping tempat tidur.

Kemudian ibu merendam handuk kedalam air hangat didalam baskom dan memerasnya. Setelah itu ia lipat handuk kecil tersebut dan diletakkan diatas kening wanita tersebut. Aku hanya diam berdiri disamping ibu memandang wanita tersebut. Walaupun matanya terpejam, wajahnya tampak cantik dan mempesona. Ibu yang memperhatikanku hanya terdiam memandang wanita tersebut mulai mendehem.

"Ehem",Ibu batuk mendehem.

Aku pun tersadar dan pandanganku teralih kearah ibu yang sedari tadi melihatku hanya diam terpaku memandang pesona wanita itu yang sedang tergeletak pingsan diatas kasur.

"Maaf,Bu",Aku berkata dengan sedikit salah tingkah.

"Gak apa-apa,nak. Ibu paham, sekarang ibu minta tolong temui Bi Irah dan minta padanya buatkan bubur dan sup ayam. Nanti malam jika Mbak Maya sudah siuman, kita suguhkan buat dia ya", Ibu berkata meminta kepadaku.

"Iya,Bu", Aku berkata singkat.

Aku pun meninggalkan ibu bersama wanita tersebut dan berjalan menuju kamar Bi Irah. Sementara ibu masih duduk disamping Maya yang masih pingsan dan belum sadar. Ia pun kembali mengambil handuk kecil dari kening wanita tersebut dan mencelupnya kembali kedalam air hangat dibaskom. Setelah diperas, ia letakkan lagi diatas keningnya. Ibu dengan rasa sayangnya mengelus rambut wanita muda tersebut. Mungkin karena ia tak memiliki anak perempuan maka ia merasa bahwa Maya serasa seperti anak sendiri. Setelah dirasa cukup, ibu pun berdiri dari tempat tidur dan menyelimuti Maya. Kembali ia elus-elus rambut Maya. Kemudian ia beranjak meninggalkan Maya agar bisa istirahat menuju pintu keluar. Ibu pun menutup pintu kamar dan berharap nanti malam Maya sudah siuman serta bisa menikmati suguhan yang akan disiapkan Bi Irah.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!