MENIKAH KARENA KECELAKAAN
"Saya terima nikah dan kawinnya Airina Kamalia Naylun bin Alm. Herman dengan mas kawin tersebut tunai."
Dengan lantang dan sekali ucap Bambang telah mengucapkan Ijab qobul atas Irin, seorang gadis yatim piatu. Seminggu yang lalu kecelakaan mengerikan itu terjadi, antara mobil Bambang dan orang tua Irin yang menyebabkan kedua orang tua Irin meninggal. Irin adalah anak tunggal, sebagai bentuk tanggung jawab Bambang akhirnya dia menikahi Irin karena wasiat ayah Irin sebelum menghembuskan nafas terakhir beberapa jam yang lalu di rumah sakit setelah kritis berhari-hari. Pak Herman dikuburkan di sebelah kuburan istrinya yang meninggal tanpa sempat tertolong pada kecelakaan itu.
Tidak ada cinta dan sangat asing. Pernikahan sangat sederhana, mendadak, dan sangat tidak diinginkan Irin maupun Bambang. Usia Irin baru 19 tahun sedangkan Bambang 23 tahun.
"Istirahatlah, kamu pasti lelah!" ucap Bambang yang masih sangat canggung pada istri barunya.
Irin masuk ke kamar utama rumah mungil milik Bambang dan menutup pintunya. Tak lama kemudian terdengar tangis yang amat pilu. Bambang merebahkan badannya di sofa, kemudian memijat-mijat keningnya.
"Ini mimpi atau nyata???" gumamnya lirih.
Dia ingin menghibur Irin, tapi dia sendiri dalam perasaan yang masih mengambang dan kacau. Bambang punya kekasih yang sudah 4 tahun menunggu untuk dilamar, tapi sekarang dia menikah dengan gadis asing. Bambang sangat mencintai kekasihnya.
"Winda, maafkan aku!"
🍃🍃🍃🍃🍃
Badai pasti berlalu, tapi ini bukan badai. Ini seperti kiamat untuk Irin. Dia menangis sepanjang hari, tidak makan tidak minum hingga badannya lemah bahkan bibirnya kering dan terkelupas tanda dehidrasi. Imannya seakan terkikis oleh kenyataan bahwa dia sekarang sendirian tanpa orang tua dan harus hidup dengan orang asing.
Namun Bambang dengan sabar mendampingi Irin yang mengalami depresi. Dia membawa istrinya terapi dengan seorang psikolog dan juga mendatangkan seorang ustadzah untuk membimbingnya.
Setelah 3 bulan, Irin mulai stabil. Tangisan dan kebiasaannya berteriak-teriak sudah mulai berkurang, meski harus masih berhati-hati agar Irin tidak kumat lagi. Perlahan dia mulai menerima kenyataan atas kepergian orang tuanya. Bambang bersikap sangat sabar dan dia bertanggung jawab.
"Mas, aku ingin keluar sebentar mencari udara segar," Irin berkata dengan sangat kaku pada Bambang.
Bambang yang sedang terpaku dengan gawainya langsung kaget tak percaya dengan apa yang telinganya dengar, seketika rasa bahagia dan lega menyelimuti dirinya. Ya, inilah kata-kata pertama yang Irin ucapkan kepadanya sejak kejadian itu. Selama ini Irin bungkam, dan tenggelam dalam kesedihannya.
"Aku nggak salah dengarkan?" tanya Bambang seraya berdiri menghampiri istrinya, Irin hanya menggeleng.
"Terimakasih Airin, melihatmu terpuruk selama ini membuatku merasa sangat bersalah. Maafkan aku, izinkan aku menebus semuanya Airin, izinkan aku Rin!"
"Terimakasih, untuk tidak melemparkan aku ke rumah sakit jiwa saat aku gila kemarin. Dan biarkan waktu mengobati semuanya."
"Kamu ingin kemana Airin, biar aku temani!"
"Tidak usah mas, aku hanya ingin menengok orang tuaku."
"Aku temani, tunggu sebentar aku akan ganti baju!" dengan semangat Bambang memprsiapkan dirinya.
Bambang mengantarkan Irin ke makam kedua orang tuanya. Bambang sangat terharu mendengar untaian doa yang terucap dari Irin. Dia semakin yakin untuk menjadi penjaga untuk Irin sepanjang hidupnya.
"Mas, aku sudah ikhlas atas kepergian mereka. Tapi aku masih belum bisa menerima pernikahan ini. Diantara kita tidak terjadi apa-apa, dan pernikahan kita masih belum tercatat. Jadi, mungkin ini saatnya kita memikirkan semua ini kembali," ungkap Irin setelah selesai berdoa.
Bambang hanya terdiam, selama 3 bulan mendampingi Irin melewati masa-masa terburuknya, jujur mulai tumbuh perasaan sayang dan ingin melindungi Irin. Meskipun bagi Irin dia hanya pembunuh orang tuanya dan orang asing.
"Jadi, kamu ingin kita berpisah?" tanya Bambang tidak percaya.
"Iya. Aku sudah memaafkanmu, dan apa yang kamu lakukan selama ini sudah cukup membuktikan tanggung jawabmu Mas. Kita tidak perlu menikah."
"Sadarkah kamu Rin? kita diatas pusara Ayah Ibumu. Aku tidak akan ingkar janji pada wasiat terakhir Ayahmu. Ini bukan hanya tentang tanggung jawabku pada orang tuamu, tapi juga pada Tuhanku." Irin hanya diam, dia seperti kehabisan kata-kata mendengar kesungguhan Bambang, sorot mata pria itu seperti membungkam Irin.
"Beri aku waktu untuk mengenalmu, dan kenalilah aku berapa pun waktu yang kamu butuhkan, aku janji tidak akan menyentuhmu selama hatimu belum menerimaku sebagai suami."
"Kita punya kehidupan masing-masing Mas, aku tahu kamu punya kekasih. Maaf aku tidak sengaja mendengar ketika kalian bertengkar dengannya kemarin. Bahkan aku dengar saat kekasihmu menyebutku wanita gila, meski kemarin aku memang sedang gila." Irin berkata dengan mulut bergetar menahan ketidak nyamanan hatinya.
"Aku sudah lebih baik sekarang, saatnya kita kembali ke kehidupan masing-masing. Cukup talak aku dan kita berpisah. Bebaskan aku dari pernikahan ini dan aku membebaskanmu dari rasa bersalah." Irin kembali memberanikan diri mengungkapkan keinginannya.
"Tidak Airin! aku tidak pernah main-main. Aku sudah selesai dengan Winda, awalnya dia memang marah. Tapi sekarang dia sadar aku bukan jodohnya. Bagaimanapun dia terluka, takan bisa merubah jodoh yang ditakdirkan Tuhan. Aku minta maaf, sebenarnya dia wanita yang baik. Tapi saat itu dia khilaf menyebutmu gila, aku minta maaf. Akulah yang salah karena membuatmu seperti itu, akulah yang menjatuhkanmu dalam kesedihan." Bambang tidak mampu menahan air matanya, menyiratkan kesungguhan dalam setiap kata-katanya.
"Aku hanya tidak ingin menyakiti siapapun!" Irin tidak kalah tegas.
"Seperti kata-katamu, biarkan waktu yang mengobati semua. Ini sudah takdir Tuhan untuk aku, kamu dan Winda." Bambang tidak menyerah membujuk Irin.
"Berikan aku kesempatan Airin, pernikahan bukan hal main-main. Mari sama-sama menerima takdir ini. Izinkan aku memenuhi janjiku pada alm. Ayahmu."
"Persis kata-katamu, mas. Pernikahan bukan main-main. Apalagi dasar pernikahan ini adalah rasa bersalahmu, jangan libatkan dirimu lebih jauh mas. Mari kita akhiri!" Irin menyeka air matanya, sebenarnya dia juga tersentuh oleh air mata lelaki di depannya tapi dia hanya tidak ingin kecewa.
"Aku sayang sama kamu, Rin!" Bambang mantap mengucapkannya, semantap saat dia mengucap Ijab qobul saat itu.
"Aku ingin melindungi kamu, Rin. Hari-hari kemarin benar-benar menumbuhkan perasaan sayang itu, Rin. Demi Tuhan, aku tidak berdusta, ini bukan rasa kasihan."
Irin benar-benar kehabisan kata-kata, dia terdiam mencerna apa yang diucapkan suami yang masih asing untuknya.
"Maukah kamu menjadi istriku, Rin? maukah kamu tetap menjadi istriku?" pinta Bambang.
Irin menangis terharu, Tuhan mengambil orang tuanya dengan cara yang tragis, kemudian Tuhan mengirimkan suami sebaik Bambang.
"Iya, aku mau!" jawab Irin.
Bambang tersenyum mendengarnya, dia ingin memeluk Irin tapi terasa canggung saat ini hingga dia mengurungkan niatnya dan hanya menggenggam tangan Irin.
"Panggil saja aku Irin."
"Baiklah, Irin. Kita urus secepatnya pernikahan ini agar sah secara hukum."
💕💕💕💕💕
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 35 Episodes
Comments
Oh Dewi
Mampir ah...
Sekalian rekomen buat yang kesusahan nyari novel yang seru dan bagus, mending coba baca yang judulnya Caraku Menemukanmu
2023-08-02
0
Toshio Inge
liat iklan d fb langsung kemari 😎
2020-11-29
0
Arnijum
kesedihan akhir membawa awal kehedipun bahagya
2020-10-18
2