Mengenalmu Irin

 

Sepanjang perjalanan pulang dari makam, keduanya saling diam. Irin hanyut dalam pikirannya dan Bambang fokus berkendara.

 

"Mas, bisakah aku pulang ke rumahku?" tanya Irin memecah kebisuan diantara mereka.

"Boleh, kalo kamu sudah kuat Airin. Eh maksudku, Irin."

"Tidak apa-apa, aku kuat. Semalam aku mimpi Ibu minta aku pulang. Aku akan lebih merasakan kehadiran mereka disana."

"Baiklah, kita berkemas dulu ke rumah mas ya."

Rumah Irin berada di perumahan yang cukup mewah. Irin berasal dari keluarga berkecukupan. Selama Irin terpuruk, beberapa usaha milik Ayahnya dijalankan oleh orang-orang kepercayaan orang tuanya. Irin ingin bangkit kembali menata hidupnya dan melanjutkan kuliahnya.

"Irin, aku boleh menempati kamar yang mana?" tanya Bambang pada Irin yang tengah melamun.

"Ada 1 kamar kosong di bawah, 1 juga di atas. Terserah mas mau yang mana, tapi biarkan kamar orang tuaku tetap sebagaimana adanya."

"Aku pilih yang atas ya, agar bisa menjaga kamu."

"Iya." Irin melenggang keatas, Irin hanya membawa sedikit pakaian. Itupun hanya beberapa helai yang Bambang belikan.

Seorang paruh baya berpenampilan sederhana keluar dari kamar Irin. Tergopoh-gopoh menyambut Irin di ujung tangga.

"Non Irin, bibi kangen sekali. Rumah ini sepi sekali. Bibi berdoa tiap malem agar Non Irin cepat sembuh dan pulang." Irin menyambutnya dengan pelukan.

"Makasih ya Bi, udah terus doain Irin."

"Biar bibi bantu Non," bik Ijah mencoba mengambil tas Irin yang berisi baju.

"Nggak usah Bi, cuma sedikit. Bantu mas Bam aja, Irin pengen tidur sebentar."

"Baik Non, kalau butuh apa-apa panggil bibi aja yah." Irin mengangguk lantas masuk ke kamar dan menutup pintunya.

Melihat hal tersebut hati Bambang masih cemas akan kestabilan emosi Irin.

"Biar bibi aja yang bawa Den," bi Ijah menawarkan bantuan.

"Saya aja bi, berat. Kasih tahu kamarnya aja bi,"

Selesai menata barangnya, Bambang yang masih merasa cemas mencoba mengetuk pintu kamar Irin.

Tok tok tok...

Tidak ada jawaban, Bambang semakin cemas hingga membuka pintu kamar tanpa menunggu jawaban Irin.

Saat bersamaan, Irin keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk selutut dengan rambut yang basah. Pandangan mereka bertemu, Irin lantas berteriak karena kaget. Sementara Bambang tersentak dengan teriakan Irin dan langsung menutup pintu sambil meminta maaf berulang kali.

Bambang duduk sambil melamun di teras belakang. Ada juga bi Ijah yang rajin dan setia merawat rumah majikannya.

"Bi, boleh saya keliling melihat-lihat rumah?" Bambang meminta izin.

"Boleh Den silahkan," jawab bi Ijah. Bukanya pergi Bambang malah mendekati bi Ijah, Bambang akhirnya menemukan kesempatan untuk bertanya banyak hal.

"Bi Ijah sudah lama disini?"

"Sudah Den, dari non Irin bayi."

"Panggil saja mas Bi, saya nggak biasa dipanggil den-den begitu. Nggak nyaman jadi keliatan nggak akrab." Bambang mencoba bersikap terbuka pada bi Ijah, berharap bi Ijah menerima dengan baik kehadirannya.

"Baiklah Den, eh Mas. Saya yang merawat non Irin dari bayi, Bapak sama Ibu sangat baik jadi saya betah. Tapi sayang sekali, kenapa takdir mereka seperti itu." Sesal bi Ijah dengan sesenggukan mengingat majikannya.

"Eehh, sudah bi, Pak Herman dan Ibu Herman sudah bahagia, jangan ditangisi lagi. Saya minta maaf sudah membuat kekacauan di keluarga ini, saya akan berusaha melakukan apa saja untuk menebus semuanya. Termasuk membahagiakan Irin."

"Huhhh huhhhh, Iya Mas. Non Irin gadis yang sangat baik, Ibu sama Bapak sangat hati-hati menjaga dan mendidik non Irin. Bibi harap non Irin mendapat suami yang baik yang bisa menjaganya kaya Bapak sama Ibu," ucap Bi Ijah sambil menahan kesedihnya.

"Tadi saya liat non Irin berubah. Biasanya non Irin cerewet, ceria dan selalu membuat rumah ini bahagia. Sekarang non irin jadi irit banget ngomongnya. Saya khawatir sama non, saya juga sedih atas kepergian Bapak sama Ibu jadi saya paham banget perasaan non Irin seperti apa, semoga non Irin kuat ya Mas."

"Aamiin, jujur saya merasa sangat-sangat bersalah bi. Terlebih setelah masuk ke rumah ini. Bantu saya bahagian Irin ya bi, kasih tahu semua yang Irin suka, hobinya, makanan, dan kesehariannya pokoknya semua yang unik tentang Irin. Saya ingin mengenal Irin dan membahagiakannya."Bambang mencoba menghibur bi Ijah, sekaligus meminta bantuannya.

"Baik Mas, nanti bibi kasih tahu semuanya."

Bambang merasa bahagia niat baiknya disambut baik, dia begitu serius untuk bertanggung jawab seiring rasa bersalah nya yang masih saja membuat hatinya berat.

Hari-hari berlalu, Irin dan Bambang jarang bicara. Saat berpapasan Irin selalu menghindar, terlebih rumah Irin yang lebih besar dari rumah Bambang membuat mereka jarang bersinggungan. Biasanya Bambang yang mengurus Irin, sekarang ada bi Ijah. Bambang merasa ada yang hilang, dia mulai rindu Irin.

Bambang bekerja disalah satu BUMN di Ibu kota. Hanya saja sejak pandemi melanda, dia WFH. Hanya mengerjakan beberapa pekerjaan lalu keluar kamar untuk menunggu Irin yang tidak jua keluar dari kamarnya.

Dilanda kebosanan dan rasa penasaran yang besar, Bambang mengetuk pintu Irin.

Tok tok tok...

Lama tapi tidak ada jawaban. Bambang kecewa karena Irin terus menghindarinya dia hendak berbalik, saat kemudian Irinlah yang membuka dari dalam.

"Hay Irin, kita sepertinya perlu bicara," mata Bambang berbinar melihat Irin mau menemuinya.

"Tentang apa?" Irin selalu menghindar dari tatapan mata Bambang.

"Hem, pernikahan kita." Bambang akhirnya menemukan alasan untuk bicara dengan Irin.

"Apa yang harus dibicarakan dengan itu?"

Kemudiam Irin berjalan menuruni tangga, menuju teras belakang. Tempatnya nyaman ada kolam ikan kecil disana suasananya menyenangkan dan sejuk dengan suara gemricik airnya. Bambang mengikuti tanpa berani terlalu dekat. Keduanya pun duduk agak berjauhan.

"Kamu baik-baik saja Rin?" tanya Bambang dengan sangat kaku memulai pembicaraan. Irin memang sangat irit bicara padanya namun dia tidak menyerah mengingat kata bi Ijah sebenarnya Irin adalah gadis yang cerewet.

"Aku baik," jawab Irin singkat.

"Tapi kamu terus menghindariku sejak pindah kerumah ini. Aku takut kamu kenapa-kenapa Rin."

Irin terdiam cukup lama dan terlihat dia menarik nafas dengan berat mengatakan ganjalan di hatinya.

"Mas Bam ketok dulu kalau mau masuk ke kamarku!" Bambang terkejut mendengarnya, jujur dia sungguh lupa kejadian tempo hari, namun sepertinya Irin terus mengingatnya.

"Iya, maafin mas ya Rin. Mas cemas membayangkan kalau kamu menangis lagi, mas ketok-ketok lama lho Irin ngga ngasih jawaban, dan nggak ada suara apa-apa dari kamar Irin, mas takut Irin... takut Irin.. hem sedih lagi jadi mas buka pintunya, eh taunya..." Bambang tidak melanjutkan perkataannya.

"Makanya ketuk dulu, tunggu sampai aku membukanya,"ucap Irin.

" Maaf, itu sudah menjadi kebiasaan. Aku hanya perlu membiasakan diri dengan peraturan baru," jawab Bambang dengan santainya.

"Maksudnya?" Irin menangkap kejanggalan jawaban Bambang.

"Selama ini kalo bukan aku siapa yang merawatmu Rin? wong terkadang aku juga membantu kamu mengganti baju, jadi melihat kamu tidak berpakaian sudah biasa bagiku," jelas Bambang disambut muka Irin yang kaget dan malu.

"Maaf Rin, waktu itu tidak ada pilihan. Aku tidak mungkin membiarkan kamu nggak terawat saat itu, dan siapa lagi kalo bukan aku. Kita kan suami istri." Irin merapatkan tangan ketubuhnya dan menggengam erat pakaiannya.

"Jadi maksudnya?!" tanya Irin ingin memperjelas maksud kata-kata Bambang.

💕💕💕💕💕

Terpopuler

Comments

Toshio Inge

Toshio Inge

bambang ga punya mbak d rumah nya??

2020-11-29

0

Arnijum

Arnijum

irin jadi ilfill to

2020-10-18

1

Keykey Keysha

Keykey Keysha

bagus thor, ga melulu cerita CEO yg arogan

2020-09-29

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!