Menghilang

Pagi telah tiba, cahaya matahari yang menerobos jendela membuat Irin terbangun. Baru malam ini, dia tidur begitu nyenyak sejak kepulangannya ke rumah. Biasanya dia akan terjaga sepanjang malam dan dihantui mimpi-mimpi buruk.

"Haaa ... !!!" teriak Irin saat menyadari dia tidak sendirian.

Bambang tidur di sebelahnya, satu tangan dan satu kakinya berada di atas tubuh Irin dengan gerakan memeluk. Bambang lantas bangun karena terkejut dengan teriakan Irin. Irin pun bergerak gelagapan memeriksa bajunya, memastikan semuanya masih lengkap.

"Maaf Irin aku ketiduran," Bambang memperhatikan tingkah Irin yang seolah mencemas dirinya sudah berbuat yang tidak-tidak.

"Heh ..., aku nggak berbuat macam-macam sama kamu, Rin. Kalaupun berbuat itu pasti sudah ada persetujuan darimu," ucap Bambang menyadari gerakan Irin yang panik.

"Maaf, aku sudah berfikiran negatif padamu," kata Irin menyesal.

"Lagian, memang biasanya kamu baru bisa tidur kalo aku temenin, Rin." Irin kaget dengan pernyataan Bambang.

"Benarkah? Maaf dulu aku memang manja sekali. Tapi aku nggak nyangka bisa kayak gitu juga sama orang lain." Irin tertunduk malu.

"Aku bukan orang lain. Aku suamimu Irin, memang sudah seharusnya kamu nyaman denganku. Walaupun kita belum saling mengenal tapi batin kita sudah jadi satu." Ucap Bambang sambil menguap lantas beranjak dari ranjang Irin.

"Aku mandi dulu Irin nanti aku ajak kamu jalan-jalan dekat sini, aku bosan kelamaan di rumah. Mau kan nemenin aku?" pinta Bambang.

" Iya."

🌿🌿🌿🌿🌿

 

Seiring waktu berlalu, Bambang sungguh membuktikan janjinya, dia selalu berusaha membuat Irin bahagia, perlahan Irin bangkit dan melupakan kesedihanya. Dia sudah jarang melamun dan sudah mulai banyak bicara pada Bambang. Irin mulai menerima kehadiran Bambang sebagai teman hidupnya, kehadiranya yang pasti tapi tidak memaksa membuat Irin nyaman.

Bambang sudah mulai masuk kantor di era new normal, dan Irin melanjutkan kuliah yang sempat tertunda. Dengan semangat dan dukungan dari suaminya tentunya, dia juga sudah mulai mengawasi bisnis-bisnis peninggalan ayahnya walaupun belum sepenuhnya bisa Irin ambil alih.

Setelah keadaan Irin benar-benar stabil Bambang pun fokus kembali pada karirnya, terkadang harus keluar kota sehari atau pun dua hari. Bi Ijah yang selalu menemani Irin, Irinpun mulai terbuka pada teman-temannya untuk memulai kembali kehidupan new normalnya. Perlahan tapi pasti, kepribadiannya yang ceria telah kembali dia bersyukur punya teman hidup seperti Bambang. Janji tidak menyentuh Irinpun ditepati Bambang selama hampir setahun pernikahan mereka, Irin mulai mencintai Bambang. Terpesona pada tanggung jawab dan caranya memegang teguh setiap perkataannya.

Bambang selalu bilang 'Anggap saja kita masih berkencan.'

"Bi, Mas Bam belum pulang?" tanya Irin sambil masuk kedalam rumah.

 

"Belum Non, biasanya 2 hari ini sudah 5 hari Non."

"Iya, kok perasaan Irin nggak enak ya Bi, ponselnya juga nggak bisa dihubungi."

"Iya Non, biasanya juga sehari telpon ke rumah menanyakan keadaan Non Irin. Hari ini belum telpon Non, padahal biasanya sehari lebih dari sekali."

"Jadi kemarin Mas Bam masih telpon, Bi?"

"Masih Non, pagi-pagi."

"Apa aku coba cari info ke kantornya saja ya, Bi?"

"Heem, Non Irin kangen ya sama Mas Bambang?" ledek Bik Ijah menggoda.

Irin hanya tersenyum malu-malu, "Apaan sih Bi, besok pagi aku coba ke kantornya mumpung nggak ada kelas pagi."

"Iya Non, mari makan dulu Non, bibi udah masak ayam kecap kesukaan Non."

Keesokan paginya Irin memutuskan pergi ke kantor Bambang setelah semalaman ponselnya tak kunjung bisa dihubungi, ini pertama kalinya dia mendatangi tempat kerja suaminya.

"Maaf Mba saya mau mencari informasi kapan Pak Bambang Pramudia Yudha selesai dari tugas luar kotanya?" tanya Irin pada resepsionis dengan ramah.

"Maaf Bu, dengan siapanya Pak Bambang ya?"

"Saya... hem saya... Istrinya."

"Baiklah Bu, sebentar saya tanyakan." Kemudian resepsionis terlihat bicara beberapa saat di telpon.

"Maaf Ibu, Pak Bambang sedang tidak bertugas keluar kota, menurut info beliau izin tidak masuk karena sakit. Beliau dirawat di rumah sakit Pertamina Jakarta, Bu."

"Apa?! Saya ngga salah dengar?"

"Benar Ibu."

Irin segera berlari keluar kantor dan mencari taksi untuk pergi ke rumah sakit. Irin tak habis pikir, Bambang sakit tapi tidak memberi tahunya malah beralasan dinas. Pikirannya kacau, menebak sakit apa yang menimpa suaminya hingga disembunyikan sendiri. Irin segera sampai karena rumah sakit memang tidak jauh dari kantor Bambang. Segera dia bertanya pada suster jaga dan mencari ruangan Bambang dirawat.

Dengan jantung berdegup kencang dia berlari dan segera membuka pintu ruangan yang dimaksud ingin rasanya segera menemukan Bambang.

Bambang sedang tidur, mukanya pucat dan nampak lemah dengan selang infus di tangan kirinya. Irin menghambur dan meraih tangan Bambang, memastikan keadaanya. Tangisnya tidak tertahan rasa takut kehilangan begitu jelas di raut wajahnya. Takkan sanggup bagi Irin untuk kehilangan lagi.

"Mas Bam!" panggil Irin lirih sambil memberanikan diri meraba kening Bambang.

Sentuhan Irin membuat Bambang terbangun, menyadari wanita di depannya adalah istrinya, Bambang pun tersenyum.

"Irin, kamu disini?" tanya Bambang dengan raut bahagia namun sejurus kemudian gugup karena menyadari sesuatu.

Bersamaan dengan itu, pintu kamar mandi terbuka dan keluar sosok wanita seumuran dengan Bambang. Irin pun menengok kearah kamar mandi itu, menyadari keberadaan seorang wanita yang dulu pernah menyebutnya wanita gila. Irin langsung menghempaskan tangan suaminya dan berdiri menjauh. Menyadari apa yang terjadi dengan suaminya dan seseorang yang menemaninya. Pantas saja disembunyikan. Irin menatap Bambang dan Winda bergantian seolah memantapkan apa yang menjadi prasangkanya, langkahnya semakin mundur menjauh, air matanya berganti dengan keterjutan yang luar biasa. Irin merasa ditipu. Bambang berkhianat.

"Biar aku jelaskan Irin, semua tidak seperti yang kamu kira!"

Dengan badannya yang masih lemah Bambang berusaha bangkit dan meraih Irin namun Irin sudah menjauh membuat Bambang sulit menahannya.

Tanpa sepatah pun ucapan, Irin segera melangkahkan kakinya menjauh sejauh mungkin dari mereka berdua. Tidak dipedulikan olehnya suara teriakan Bambang yang memohon Irin tetap tinggal dan mendengarkan. Perasaannya hancur, Bambang melambungkannya ke langit kemudian menjatuhkannya ke bumi. Marah kecewa dan sakit hati jadi satu.

Bambang yang nampak terkejut dengan kedatangan Irin, merasa sangat menyesal dia memaksa bangun dan menarik paksa selang infus di tangannya untuk segera mengejar Irin. Winda tak mampu mencegah Bambang dengan keteguhan hatinya, namun belum juga sampai ke pintu Bambang kembali ambruk.

 

"Suster tolong suster ... !" teriak Winda panik meminta tolong.

Beberapa perawat segera datang dan memapah tubuh Bambang yang tinggi besar kembali ke tempat tidur, memasangkan kembali infusnya berganti ketangan kanan dan memberinya suntikan obat penenang. Bambang pun kembali tertidur, Winda sangat cemas dia pun menangis meratapi kisah cintanya yang bercampur dengan kesedihan hatinya, melihat lelaki yang dicintainya dalam keadaan yang menyedihkan. Dibelai kepala Bambang dan tak dilepaskan tangan Bambang dari dekapannya. Nampak cinta yang begitu besar di sela-sela tangisnya yang sedu sedan siapa pun yang mendengar pasti ikut hanyut dalam kesedihan.

Irin menangis, Winda pun menangis sedangkan Bambang tidak berdaya. 

🍃🍃🍃🍃🍃

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

Thor aku lompat.maaf

2022-11-03

0

Toshio Inge

Toshio Inge

irin menangis , winda'menangis dan akupun menangis😭😭😭

2020-11-30

0

Arnijum

Arnijum

kasihan pasti irin hancur dan kecewa banget

2020-10-29

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!