Tak mampu melepas tak rela pergi

Irin pulang ke rumah, dia segera masuk ke kamar dan membanting pintunya dengan keras, dia melemparkan tubuhnya ke atas kasur. Menangisi kebodohannya yang sudah mempercayai Bambang, Irin sudah terlanjur menyambut perasaan yang selama ini Bambang tunjukan dan berencana akan segera mengungkapkan kepada Bambang.

Tidak disangka semuanya palsu bagi Irin, Irin bangkit dan membanting semua yang bisa diraihnya. Dia menjerit, memaki dan berteriak histeris. Bi Ijah sangat terkejut melihatnya, bukan seperti ini perwatakan Irin, tapi Irin seperti inilah yang selama 3 bulan dihadapi Bambang.

Bi Ijah mencoba meraih Irin ke dalam pelukannya, walau harus terkena beberapa lemparan barang saat berusaha mendekat. Bi Ijah sudah seperti ibu bagi Irin. Dia menenangkan Irin tanpa berani bertanya apa yang terjadi. Setelah berusaha keras akhirnya Irin berhenti mengamuk dan menangis dalam pelukan bi Ijah.

Sementara itu di rumah sakit, Winda dengan sabar merawat Bambang. Sepertinya memang ada sesuatu yang mereka berdua rahasiakan. Berulang kali Winda menarik nafas dengan berat, menahan sesak di hatinya. Ditatapnya lelaki yang biasanya gagah sekarang tergolek lemah.

🌿🌿🌿🌿🌿

 

Keesokan paginya Winda terbangun dan mendapati dirinya masih duduk di samping ranjang Bambang. Dirabanya kening Bambang memastikan keadaanya, kemudian dia beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Nampak Winda sudah beberapa hari tidak pulang dengan barang bawaanya yang komplit itu.

Saat keluar Winda sudah kembali cantik, wajahnya anggun dan dewasa. Sudah tidak tampak lagi jejak sungai air mata kemarin. Dan Bambang mulai bangun, Winda segera menghampiri dan kembali memegang tangan Bambang memastikan keadaanya dan seolah tidak ingin berpisah.

"Bagaimana perasaanmu? Apa sudah baik? Mana yang masih sakit?" Winda nampak sangat cermat dan sepenuh hati merawat Bambang.

"Aku ingin minum," ucap Bambang dengan lemah, kemudian Winda memberikan minum pada Bambang dengan segelas air putih dan sedotan. Winda kemudian membuka kantong makanan yang sudah dia pesan sebelumnya lewat layanan pesan antar. Dia membantu Bambang untuk duduk sebelum menyuapinya bubur ayam kesukaan Bambang.

"Irin bagaimana Win?" tanya Bambang sangat cemas.

"Makan dulu Bam, nanti baru kita pikirkan bagaimana," ucap Winda dengan tenang walaupun hatinya kesusahan menahan pilu. Kekasihnya sudah menjadi kekasih orang lain, namun dia belum mampu beranjak pergi meninggalkan perasaanya.

"Aku tidak ingin Irin tahu yang sebenarnya," lanjut Bambang sangat cemas tanpa mampu melihat perasaan Winda, di pikiranya sekarang hanya bagaimana keadaan Irin.

"Iya, sekarang habiskan dulu makananmu, aku yakin kamu tidak sabar ingin segera sembuh."

Winda memang dewasa, Bambang tak mampu melawan perkataannya dan hanya menurut seperti anak kecil. Berbeda sekali saat bersama Irin, apa yang Winda lakukan terhadap dirinya, Bambang terapkan juga selama ini pada Irin. Cara Winda menghibur, menasehati bahkan mengatur pola hidup serta kesehatannya. Bambang merasa dewasa di depan Irin tapi seperti anak kecil di depan Winda.

"Win, aku minta maaf!" ucap Bambang di sela-sela Winda membereskan bekas sarapannya.

"Aku bisa apa Bam? Semua sudah takdir. Meski wanita itu yang tiba-tiba datang dan merebutmu pasti sekarang dia berpikir aku lah yang jadi orang ketiga di antara kalian." Winda sangat pasrah akan perasaanya tapi tetap melakukan yang terbaik untuk Bambang.

"Semua salah paham Win, aku akan menjelaskan pada Irin pelan-pelan. Aku hanya harus segera keluar dari tempat ini."

"Kamu ... benar-benar mencintai Irin, Bam?" tanya Winda seperti memastikan perasaan Bambang padahal dia hanya ingin mendapat alasan untuk meninggalkan masa lalunya, bukan hanya Bambang yang Irin ambil tapi juga hatinya. Mencoba mencari sisa-sisa arti dirinya di hidup Bambang.

"Aku minta maaf, Win!" Bambang tak mampu menjawab pertanyaan Winda dan hanya tertunduk menyembunyikan matanya takut akan menyakiti Winda lebih dari ini.

"Jawab saja Bam!" desak Winda, meskipun tanpa Bambang jawab Winda sudah tahu jawabannya.

"Maafkan aku Win, seharusnya aku tidak melibatkanmu sejauh ini seharusnya aku meminta kamu pergi. Aku tahu kamu terluka, ini semua sangat lah tidak adil untukmu."

"Aku tidak merasa begitu Bam, aku hanya ingin kamu bahagia walaupun kamu milik orang lain. Aku cuma nggak sanggup melihat penderitaanmu selama ini hanya demi wanita itu. Aku juga merasakan penderitaan yang sama. Aku memang belum bisa melepaskanmu, tapi ... aku juga tidak berniat memintamu kembali." Winda menangis tersedu-sedu.

"Aku rela melepasmu agar kamu bahagia Bam, tidak seperti ini. Aku pun sakit melihat kamu menderita. Aku mohon carilah solusi, ajak wanita itu bicara kamu tidak bisa terus-terusan hidup seperti ini, aku mohon Bam kamu harus bahagia sekali pun yang kamu lakukan hanya lah sebuah hukuman."

Bambang menarik Winda ke dalam pelukannya, Winda yang masih sangat mencintai Bambang pun tak mampu menolak dan memilih pasrah pada perasannya. Dia membenamkan diri lebih dalam kepelukan mantan kekasihnya itu. Keduanya menangis saling meratapi takdir yang begitu rumit.

"Kamu layak bahagia Win, aku minta maaf atas semua yang terjadi. Pergilah Win! Kalau melihatku begini membuatmu sakit. Aku pun tak ingin kamu menderita, aku juga merasa bersalah atas penderitaanmu itu."

"Aku pasti pergi, setelah kamu benar-benar sembuh." Winda beringsut menjauh kecewa, Bambang sudah tidak seperti Bambang yang dia dimilikinya dulu. Winda begitu sedih menyadari dirinya yang belum bisa melepas Bambang sementara Bambang sudah benar-benar jatuh cinta dengan Irin.

"Aku juga berharap kamu bahagia Win."

"Aku pasti bahagia!" Winda menghapus air matanya dan mencoba tersenyum palsu.

🌿🌿🌿🌿🌿

 

Dua hari kemudian Bambang pun sembuh dan diperbolehkan pulang. Winda pergi tanpa berpamitan setelah membantu Bambang membereskan administrasi rumah sakit. Tapi yang ada di pikiran Bambang adalah Irin, Irin, dan Irin. Bambang segera mengemudikan mobilnya pulang ke rumah Irin. Entah apa yang akan dia katakan pada Irin. Dia tak mungkin memberitahu yang sebenarnya.

Bambang memasuki teras kemudian membuka pintu setengah berlari, disambut Bi Ijah dengan wajah yang sedih dan juga penuh tanda tanya.

"Non Irin tidak mau membuka pintu Mas, tolong Non Irin, semua barang dipecahkan semua dilempar-lempar. Bibi telponin Mas Bambang tapi tidak bisa, bibi takut," ucap Bi Ijah.

Tanpa menjawab perkataan Bi Ijah Bambang segera berlari ke atas menuju kamar Irin. Sampai di depan pintu kamar Irin, Bambang berhenti sejenak untuk mencoba mengatur nafas, barulah kemudian dia mengetuk pintu.

Tok tok tok ...!

Tok tok tok ...!

Tok tok tok ...!

Bambang yang sudah tak sabar mencoba membuka pintunya, namun terkunci. Tanpa pikir panjang Bambang mendobrak pintu tersebut.

Braaaaaakkkk ... !!!

Pintu kamar berhasil dirusak setelah Bambang berkali-kali menghantamkan tubuhnya, tampak kamar yang berantakan, semua barang acak-acakan. Irin duduk di samping ranjangnya dan menghadap keluar jendela.

"Irin!" Bambang berlutut di samping Irin.

"Aku harus menjelaskan semua, apa yang kamu lihat tidak seperti apa yang kamu pikirkan, tolong Irin beri aku kesempatan menjelaskan. Aku pingsan di bandara ketika akan berangkat ke Batam, dan kebetulan Winda sedang berada di sana dan mengenaliku jadi dia yang membawaku ke rumah sakit. Aku tidak memberi kabar padamu takut kamu cemas, aku pun tahu kamu sibuk dengan kuliahmu aku tidak ingin mengganggu. Percayalah Irin aku menyesal tidak memberi tahumu aku tidak menyangka kamu akan mencariku," Bambang mencoba menjelaskan.

"Pergi!" perintah Irin lirih tanpa peduli penjelasan Bambang.

"Pergi ... !" usir Irin dengan menaikan nada bicaranya karena Bambang tidak juga pergi.

"Irin aku mohon jangan seperti ini."

"Pergilah, berkemas aku tak mau melihat kamu disini!"

"Irin, aku mohon jangan begini, ini semua salah paham."

"Pergilah, kita akhiri saja hubungan ini. Memang sudah seharusnya berakhir dari dulu bahkan seharusnya tidak pernah terjadi."

🍃🍃🍃🍃🍃

Terpopuler

Comments

Yani Cuhayanih

Yani Cuhayanih

kebohongan berujung petaka .ckckck

2022-11-03

0

Arnijum

Arnijum

kumat depresinya irin

2020-10-29

1

Maurel Nur Faiza

Maurel Nur Faiza

Kali lakimemang ego is delay biking Untuk kebaikan kits peremouan mustangs spa kecewa

2020-10-17

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!