Imam Yang Seperti Bapak
Sudah hampir satu jam aku menunggu Dosen Pembimbing di depan kantor prodi. Kulihat jam tangan Alba-ku sudah menunjukkan pukul 15.30. 'Lebih baik, aku shalat terlebih dahulu.'
Dengan cepat, aku melangkah ke mushola kampus yang berada di lantai 2. Adzan sudah berkumandang. Segera kuambil air wudhu. Syukurnya, tidak terlalu banyak antrian, jadi bisa kebagian shalat jamaah.
Alhamdulilah sudah selesai. Kupakai kaos kaki coklatku, lalu kuoleskan bedak tipis ke wajah imutku. Hehe. Wajahku kecil, jadi banyak yang bilang, imut. Alhamdulilah.
Baru saja aku duduk, pak dosen datang. Hafal dengan wajah-wajah semester akhir, beliau menyapaku.
"Mba Sekar, ya? Bimbingan saya, kan? Sudah, ayo masuk saja."
"Baik Pak, terima kasih."
Wah, rezeki anak sholehah.
Kuserahkan hasil kerjaku kepada beliau. Langsung dibacanya.
"Oke Mba, ini sudah oke, lanjutkan bab 2, ya." Beliau sambil menyodorkan kembali berkas skripsiku. "Baik, Pak. Sekalian saya mau pamit, besok saya mau mudik Pak, bolehkan Pak?", Tanyaku kepada beliau.
"Boleh, bimbingannya jangan lupa, via online saja, supaya tetap jalan, biar kamu cepat wisuda, bosen Bapak lihat kamu terus." Beliau bilang seperti itu sambil tertawa.
"Siap, Pak. Maaf ya, Pak. Banyak salah sama Bapak." Jawabku sambil tersenyum sambil bersalaman dengan Pak Dika, dosen pembimbingku.
"Iya, sama-sama."
"Saya duluan ya, Pak. Assalamualaikum, terima kasih, bimbingannya, Pak."
Keluar dari ruangan Pak Dika, aku langsung membereskan buku dan berkas lalu kumasukan ke tas. Setelah memeriksa tidak ada yang tertinggal, aku melangkah menuju pintu keluar. Warung Bu Rica. Tujuanku selanjutnya.
"Ibuuu, beso Sekar mudik, pamit ya, Bapak, besok Sekar mudik, minta doanya ya."
"Walah, besok udah mau pulang aja, Mba. Mbok yo, minggu depan wae." Tawar beliau.
Ya. Warung Bu Rica. Aku tinggal di kossan dan tidak masak. Jadi, beli makanan. Nasi masak sendiri, tetapi lauknya beli. Sebenarnya ada dapur, hehe, tau kan ya, gimana jadi anak kos. Suka masak, tapi kadang-kadang.
Sampai di kos, aku segera mandi dan siap-siap untuk shalat Magrib. Baru aku makan. Biasanya kami makan bersama penghuni kos. Sepertinya mereka belum pulang. Mungkin ada kegiatan lain.
Kulipat baju dan kupilih mana yang akan aku bawa pulang. Setelah selesai, aku rebahan di kasur lipat merahku, bercorak bunga-bunga.
"Alhamdulilah, sudah selesai. Sekarang waktunya, aku pamit sama mba-mbaku."
Aku mengambil gawai yang sedang di charge, kutuliskan pesan pamit kepada mereka. Sedih sih, tapi kalau ditunda, tiket pesawat minggu depan tambah mahal.
Ting. Kubuka pesan dari salah satu sahabatku, Mila.
Sekar, besok kamu pulang langsung lamaran lo!
Mataku membulat. Sudah sering, Mila bilang seperti itu denganku. Hanya aku aamiin saja. Hanya aku balas dengan emoticon senyum saja.
Ting.
Kugeser kunci layar gawaiku. Pesan dari Esha, sahabatku juga.
Iya, besok hati-hati. Salam dan sungkem untuk Bapak dan Ibu, ya. Oya, oleh-oleh jangan lupa. Pempek Candi atau Pak Raden. Oke. Kalau enggak dibawain, nggak dijemput besok!
Aku jawab, Insya Allah. Doakan rezeki kami lancar, ya Sha.
Kepikiran dengan kata-kata Mila. Ya, aku tipe yang tidak pacaran. Ingin seperti Ibu dan Bapak. Langsung menikah.
Berbeda dengan tiga temanku, Mila, Esha dan Ning.
Kuletakkan gawai diatas meja.
Tarik nafas panjang, keluarkan, lalu tidur.
Ibu, Bapak, Mas, besok anakmu pulang...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Eny Hidayati
menyimak ceritamu Thor... AQ semangat membaca... Author semangat menulis... sehat selalu Thor...
2023-09-03
0
sitiazzahra
mengikuti
2021-03-19
0
Nunasoraya
Sekar, mudik ke Palembang kah?
2020-12-25
0