Setelah berpeluk kangen dengan Bapak, Ibu, juga keluarga Mas Andra, aku pamit masuk kamar.
Ruangan bernuansa biru muda, dengan beberapa gambar masih di dinding masih tertata apik. Tidak ada yang berubah. Kamarku sejak SMP dulu.
Sekar Putri Koesuma. Panggilanku Sekar. Sedang kuliah di universitas swasta di Jogja. Tinggiku sekitar 160 dan beratku 45 kg. Hehe. Iya, aku paling hobi makan. Ketiga sahabatku, selalu menolak kalau diajak makan. Mereka bilang, kamu enak, badanmu gitu-gitu saja. La kami, tambah langsing nanti.
Selesai mandi, kupakai gamis bergambar bunga-bunga. Kuambil hijab berwarna merah jambu, kuoles sedikit pelembab bibir, karena bibir kecilku sudah berwarna merah alami dari sana. Bedakpun kupakai tipis. Aku kurang suka berdandan. Kulit wajahku sensitif produk kecantikan. Maka dari itu, ketika diajak teman belanja bedak dkk, aku ikut saja. Paling banter aku beli lipstik, bedak saja.
"Mba, ayo makan." Kata Ibu sambil mengetuk pintu. "Iya, Bu. Sebentar." Aku keluar sambil membawa tas plastik ditangan kiri.
"Ini, untuk Ibu, Bapak, dan Mas Andra sekeluarga." Kukeluarkan baju dan daster bermotif batik yang sudah kukemas sesuai dengan pemiliknya.
"Terima kasih ya, Dik." Kata Mas Andra dan Mba Sila. "Tante Manis, makasih banyak." Dira sambil salim denganku.
"Nak, makasih ya. Maaf, jadi merepotkanmu." Ujar Bapak dengan tegas tapi lembut.
Bapak sangat lembut tetapi tegas. Mas Andra juga begitu. Tegasnya Bapak selalu dibarengi dengan bijaksana. Bapak selalu menggunakan kata 'maaf' apabila mau memberikan nasehat kepada kami. Itulah kenapa, kalau mendengar Bapak sudah bilang 'maaf' ada rasa yang tak bisa digambarkan dalam dada.
"Maaf ya Pak, Bu. Sekar baru bisa beli itu. Belum bisa beli yang lain. Insya Allah, kalau tabungan Sekar sudah cukup, nanti Sekar beli di al-fath yaaa..." Tuturku pelan.
"Iya, Nak. Tidak usah seperti itu. Doakan kami selalu, itu sangat membantu. Mari kita makan, ini sudah malam." Ajak Bapak mengakhiri kegiatan malam ini.
Sekar, selalu menabung untuk berhemat. Ibu dan Bapak, selalu mengirimkan uang bulanan kepada Sekar tanpa diminta. Kadang berlebih dari jumlah yang seharusnya. Hal itulah, yang membuat Sekar harus berhemat agar tidak boros.
Puasa Senin dan Kamis menjadi agenda rutin bagi Sekar. Ketiga sahabatnya, sudah hafal dengan Sekar. Makanya kalau ada yang mengajak makan dan jalan, mereka menghindari hari 'istimewa' bagi Sekar.
Menjadi anak bungsu dari keluarga Koesuma tidak membuat Sekar manja. Justru Sekar ingin menjadi mandiri. Seperti sekarang, ia sedang mencuci piring yang sudah digunakan untuk makan malam. Padahal Ibunya sudah berpesan besok pagi saja mencucinya.
Keluarga Koesuma merupakan keluarga terpandang di Desa Makmur. Mereka dihargai dan dihormati. Tidak sedikit mereka iri dan mencibir keluarga Koesuma karena tahta dan kekayaan yang dimiliki.
Sebenarnya banyak menyukai Sekar. Gadis berusia 22 tahun. Bermata bulat dan bulu mata yang lentik ditambah hidung bangir yang diwariskan oleh sang Ibu. Kulit kuning langsat menambah ayu, Sekar. Apalagi kalau sedang senyum, dekik kanan kiri itu mampu membuat siapa saja yang melihat akan terpesona.
"Mba Sekar, ya. Cantik sekali." Ujar Ibu berjilbab merah.
"Makasih, Bu. Maaf, dengan Ibu siapa ya?" Tanya Sekar tidak enak. Sekar benar tidak mengenal Ibu itu.
" Masa lupa, Mba. Ingat dengan lemari plastik asrama?" Jawab Ibu itu sambil tertawa.
Sekar mencoba mengingat, lemari dan asrama. Dengan kaget, Sekar menutup mulutnya. "Oh, Ibu yang waktu itu...."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments