Zona Dewasa

Zona Dewasa

1. Cinta Pertama

...CINTA PERTAMA...

...Penulis : David Khanz...

...------- o0o -------...

Rasa sakit ini masih mendera sekujur tubuh, menyayat perih dihampir setiap persendian. Gerak badanku terasa berat, terbujur kaku di atas altar dingin yang sekian lama menjerat, dengan kondisi kedua tangan serta kaki yang selalu terikat kuat.

Rinjani datang menghampiri dengan seringainya yang menggidikan. Menatap tajam mataku yang sulit terbuka, akibat bengkak di sekitar kelopak, bekas hantaman tangan-tangan kekar anak buah perempuan durjana itu.

"Apa kabar, Dave? Luka-luka di tubuhmu sudah mengering, kan?" tanya Rinjani seraya mengusap lembut kulit wajahku yang membiru.

"Apa maumu kali ini, Rinjani? Kau dan anak buahmu ingin menyiksaku lagikah?" Pasrah sudah apa pun yang akan dia perbuat seperti tempo hari, menghajarku sedikian rupa dalam keadaan tak berdaya.

"Tentu tidak, Dave-ku Sayang," ujar Rinjani setengah berbisik di depanku. "Mana mungkin aku melakukannya, pada laki-laki yang selama ini sangat kucintai."

Cuih! Ingin rasanya kuludahi perempuan berwajah cantik tapi berhati busuk itu. Suaranya yang lembut mendayu, terdengar buruk menghujam gendang telinga. Mungkinkah karena rasa benci yang sudah terpatri dan mengerak hingga menutupi seluruh elemen kasih di hati?

Ah, untuk apa? Tak pantas perempuan iblis seperti dia diberi ruang sayang. Hatinya sendiri dipenuhi sarang-sarang makhluk jahanam.

"Aku sudah tak punya apa-apa lagi, Rinjani. Anak-istriku sudah tiada, harta benda musnah, dan hidupku kini hanya tersisa raga yang setiap saat kau siksa! Hatiku? Jangan berharap akan kuberikan padamu! Camkan itu, Rinjani!" Emosiku mulai meledak saat teringat masa-masa indah bersama orang-orang terkasih, hancur semua akibat kegilaan seorang manusia yang dibutakan cinta. Rinjani!

Bertolak belakang dengan yang kubayangkan pada awal kali bertemu dengan perempuan itu.

"Hai ... Dave! Kamukah itu?" sesosok perempuan muda menyapaku sesaat setelah keluar dari ruangan HRD.

Aku menoleh dan berusaha mengenali pemilik suara lembut berwajah jelita, berjalan anggun menghampiri.

"Mohon maaf. Dengan siapa ini ya?" Otakku berusaha keras untuk mengingat. Namun sosok itu begitu asing dan rasanya belum pernah hadir di dalam memori kepala.

"Aku Rinjani, teman sekelas waktu sekolah di SMP dan SMA dulu. Masih ingat?" Senyum manis itu menyeruak memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapih.

Aku menepuk kening.

"Rinjani?" Perlahan sisa-sisa memoriku mulai kembali. "Benarkah itu kamu?"

Perempuan itu mengangguk diiringi senyumannya yang memikat. "Tentu saja ini aku, Dave! Bagaimana kabarmu selama ini?"

Aku tersenyum malu. "Ya, beginilah. Seperti apa yang kamu lihat sekarang ini."

"Kamu anak buah Pak Hendra?" tanya Rinjani kembali sambil melirik daun pintu ruangan HRD yang tadi kumasuki.

"Iya, Rin. Kamu sendiri kerja di sini juga? Kok, aku baru lihat, sih?"

Rinjani menjawab dengan senyumannya.

“Kok, malah senyum? Ruangan kamu di mana?” Aku semakin penasaran.

“Ya, aku kerja di sini. Ruanganku ada di lantai empat sana. Baru beberapa hari bergabung dengan perusahaan ini,” kata Rinjani tampak malu-malu.

“Lantai empat? Itu, kan, ruangan .... “

Daun pintu ruangan HRD tiba-tiba terbuka.

Pak Hendra tergopoh-gopoh menyalami Rinjani sambil membungkukan badan. “Oh, ada Bu Rinjani. Ada yang bisa saya bantu, Bu?"

Aku tertegun melihat sikap Pak Hendra yang tampak begitu menghormati Rinjani.

“Tak ada, Pak Hendra. Hanya ingin melihat-lihat ruangan dan mengenal lebih dekat para pekerja kantor perusahaan ini.” Mata Rinjani melirik ke arahku.

Sebentar kemudian, Rinjani berpamitan untuk kembali ke ruangannya, meninggalkan kami berdua. Aku dan Pak Hendra.

“Bu Rinjani itu siapa, Pak Hendra?” tanyaku setelah sosok perempuan cantik itu pergi.

Hendra menggelengkan kepala. “Beliau itu pemilik utama perusahaan ini, Pak Dave. Baru pulang dari Amerika setelah lama menetap beberapa tahun di sana. Sekarang, beliau kembali ke Indonesia untuk meneruskan bisnis Pak Wijayanto, papanya.”

Aku tertegun. Tak menyangka akan bertemu kembali dengan bekas teman sekolah dulu.

Itu merupakan awal pertemuanku dengan Rinjani, setelah sekian lama menghilang tak tentu kabar. Dari saat itulah, bencana hidupku dimulai.

Rinjani berasal dari keluarga kaya raya. Berbagai fasilitas dan keinginannya, dengan mudah dia dapatkan. Apalagi sebagai anak tunggal dari pemilik sebuah perusahaan besar seperti ini. Tentu hari-harinya akan selalu dipenuhi dan dimanja oleh germerlap duniawi.

Waktu sekolah dulu, Rinjani sangat dekat denganku. Bahkan, karena kedekatan kami itulah, sulit bagiku untuk mendapatkan teman. Apalagi perempuan. Rinjani selalu berusaha menghalang-halangi. Sebagai seorang anak laki-laki, tentunya hal itu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri. Dekat dengan seorang teman perempuan cantik dan anak orang kaya. Otomatis kebutuhan sehari-hari hidupku ikut terjamin. Bahkan sampai melanjutkan ke sekolah favorit dan mahal sekali pun, semuanya atas jasa Rinjani.

Dia mengaku jatuh cinta padaku. Cinta pertama yang mulai hadir dalam hidupnya. Mengenal dan tertarik dengan lawan jenis, hingga berambisi untuk bisa bersatu pada suatu saat kelak. Celakanya, aku menerima cinta gadis itu. Berharap agar jaminan pendidikanku akan terus berlanjut selama masih menjalin hubungan dengan Rinjani. Namun imbasnya, aku sama sekali tak boleh berhubungan dengan perempuan mana pun. Walau hanya sekedar berkawan biasa, terkecuali keluargaku sendiri.

Tumbuh sebagai anak tunggal yang selalu dipenuhi setiap keinginannya, membuat karakter Rinjani menjadi sosok gadis yang ambisius dan arogan. Hal itu pula yang membuatku merasa tak nyaman setiap kali bersamanya.

Untunglah, selepas SMA, kami berpisah. Dia melanjutkan studinya di luar negeri, sementara aku tetap berada di kotaku. Kuliah dengan biayaku sendiri dan rela bekerja serabutan demi mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Sukses hingga berhasil diwisuda empat tahun kemudian.

Masih terngiang pesan terakhir Rinjani sebelum berangkat meninggalkan bandara beberapa tahun yang lalu, “Ingat, ya, Dave. Kamu itu milikku. Kita berpisah untuk sementara, bukan berarti hubungan kita berakhir. Suatu saat, aku akan datang kembali padamu untuk bersama-sama lagi selamanya.”

Aku hanya menganggukan kepala. Sekedar menghiburnya, agar lekas pergi menjauh. Setelah itu, aku akan melanjutkan hidup di atas kaki sendiri.

Sebenarnya, Rinjani sempat memaksa untuk ikut kuliah di luar negeri, tapi kutolak dengan berbagai alasan yang dibuat-buat. Syukurlah, saat itu untuk yang pertama kalinya, dia mau mengalah.

Setahun setelah kuliah usai, aku bekerja di sebuah perusahaan besar. Di sana pula bertemu jodohku dan tak lama kemudian, menikah. Disusul dengan kehadiran buah hati kami di tahun berikutnya. Lengkaplah sudah kini kebahagiaanku. Berkeluarga dan mendapatkan pekerjaan yang sepadan. Sampai kemudian, di tahun kedua usia anakku, sosok Rinjani kembali hadir dalam kehidupan kami.

Pertemuan yang singkat antara aku dan Rinjani. Hanya diisi tegur sapa dan berbasa-basi. Tak ada ekspresi marah atau pun kecewa, ketika mengetahui aku telah berkeluarga. Dia tetap tersenyum manis dan berusaha untuk memahami.

Sangat berbeda jauh dengan sosok Rinjani dulu yang manja dan labil. Sekarang dia jauh lebih baik, santun, anggun dan sekaligus dermawan. Seringkali mengirimkan hadiah-hadiah tak terduga untuk istri dan anakku. Bahkan puncaknya, aku dipercaya Rinjani menjadi wakil perusahaan yang dipimpinnya. Luar biasa!

Dari hubungan kerja yang sangat dekat itu, seringkali kami berdua berjalan bersama. Mulai dari acara meeting sampai urusan kerja ke luar kota. Sampai kemudian, sebuah kejadian yang tak pernah terduga pun terjadi. Rinjani mulai merayuku.

“Ayolah, Dave. Sudah lama aku merindukan saat-saat seperti ini denganmu.” Rinjani memaksaku masuk ke dalam kamar hotel, saat kami berdua tengah berada di sebuah kota yang jauh dari keluarga kecilku.

“Tidak, Rinjani. Aku sudah berkeluarga. Aku tidak ingin mengkhianati istriku. Apalagi kita bukan pasangan suami-istri. Aku tak mau melakukannya.” Aku berusaha menolak ajakannya.

Aku menghindar dan berlari. Sampai baju ini koyak akibat tarikan jemari tangannya yang hendak menahanku, menjauhi sosok perempuan itu.

Rinjani marah dan kecewa.

Sejak saat itu, kami tidak pernah bertegur sapa walaupun berada dalam satu ruangan, tetap saling diam dan membisu.

Petaka berikutnya pun terjadi.

Suatu hari kemudian, aku mendapat kabar memilukan. Rumahku kebakaran. Semuanya musnah tak tersisa. Termasuk istri dan anakku yang meninggal tragis, terpanggang dalam bara.

Curiga, ini pasti perbuatan Rinjani. Dia sengaja melenyapkan keluargaku karena ingin segera memilikiku.

Saat mendatangi kediamannya, beberapa sosok lelaki berbadan besar dan sangar, langsung menyambut, menyergap serta melumpuhkanku. Lalu membawa ke sebuah ruangan dan mengikat kedua kaki serta tangan hingga tak berdaya.

Rinjani menemuiku dengan wajah dingin. Tanpa ekspresi maupun rasa bersalah. Bukannya berusaha menghibur dukaku, perempuan gila itu justru melampiaskan amarah serta rasa cemburu yang selama ini dia sembunyikan.

“Semua ini tak akan terjadi jika kamu tak mengkhianatiku, Dave,” ujar Rinjani setelah puas menyiksaku dengan pecutan di tangannya. “Sudah pernah kukatakan dulu, kan? Aku akan datang kembali padamu dan kita berdua akan bersama-sama lagi, kan, Sayang?”

“Perempuan jahanam! Kau yang telah membunuh anak dan istriku, kan?” Aku berteriak sekuat tenaga, berharap ada yang mendengar dan membantuku keluar dari cengkeraman perempuan itu.

Sayang sekali, rumah kediaman Rinjani terlalu besar dan luas untuk meneruskan suara murkaku ke alam sekitar. Tak ada telinga yang mampu mendengar, kecuali dinding tebal yang mengurung di sekeliling.

Rinjani terisak, “Terpaksa kulakukan itu, Dave. Hanya itulah satu-satunya cara, agar kau mau kembali ke pelukanku.”

“Biadab! Aku tak akan pernah bisa memaafkanmu, Rinjani!”

“Tolonglah, Dave Sayang. Aku sangat mencintaimu, dari dulu hingga saat ini. Aku ingin kita bersama-sama dalam hidup yang penuh cinta. Aku selalu tergila-gila padamu, Dave!”

CUIH!

Air ludahku muncrat hingga memenuhi wajah cantiknya. Rinjani tersentak dan langsung menamparku berulangkali. Pecut di tangannya kembali berayun menghujam dengan keras melukai daging tubuhku.

Aku melolong kesakitan hingga tenggelam dalam kelam tak sadarkan diri. Rinjani pun berlalu setelah amarahnya reda dan melihatku diam tak berkutik.

Esoknya, perempuan itu datang kembali sambil meminumkan sebotol air mineral ke dalam mulutku. “Minumlah, Dave. Aku tahu kau pasti haus, kan? Sudah beberapa hari ini kau tak mau makan. Aku khawatir jatuh sakit, Sayang!”

Tanpa rasa curiga, kuminum habis air yang disodorkan Rinjani, masih dalam kondisi kaki dan tangan terikat kuat. Beberapa saat kemudian, kurasakan sesuatu yang aneh terjadi. Gelegak darah di tubuhku tiba-tiba terasa mendidih, diiringi helaan nafas memburu serta dorongan hebat menghentak.

Rinjani menyeringai seraya datang menghampiri.

“Kau hebat, Dave,” bisik Rinjani sesaat sebelum beranjak turun. “Ketahuilah, Kau adalah laki-laki pertama yang kupercaya untuk menerima hadiah kesucianku ini, Dave. Tak ada satu pun laki-laki di dunia ini yang boleh menyentuhku, kecuali kamu.”

Aku tak bisa berkata apa-apa. Kepalaku masih dipenuhi rasa yang aneh dan berharap Rinjani kembali mengulangi perbuatannya tadi. Dia malah pergi meninggalkanku, dalam bara yang belum kunjung padam.

Hari berikutnya pun seperti itu, dia mendatangiku sekedar untuk menuntaskan hasratnya belaka. Aku dipaksa meminum air yang telah dicampur obat tertentu. Akibatnya, aku tak mampu mengontrol sepenuhnya bagian-bagian sensitif tubuh ini, terkecuali otakku.

“Aku ingin melakukannya tanpa harus dalam kondisi terikat seperti ini, Rinjani. Aku juga ingin memberimu sesuatu yang indah penuh kelembutan,” ujarku suatu ketika mencoba meminta Rinjani melepaskan jerat temali yang mengikat kedua kaki dan tangan.

“Berjanjilah kau akan mencintaiku, Dave! Kita hidup bersama secara normal. Tidak seperti ini.” Lirih Rinjani dalam isaknya di atas dadaku. "Aku benar-benar mencintaimu, Dave!"

“Aku berjanji, Sayang! Kita akan bersama-sama lagi seperti dulu .... “

Rinjani mengangkat wajahnya dan tersenyum manis. Aura bahagia segera menyeruak, terpancar dari parasnya yang cantik. Lalu perlahan membuka ikatan tangan dan kakiku.

“Aku sangat mencintaimu, Dave.”

“Aku juga, Rinjani.”

Senyum perempuan itu pun mendadak menghilang, berganti dengan pekikan tertahan di rongga kerongkongan. Jemariku semakin kuat menekan sekeliling leher Rinjani, hingga kedua bola mata perempuan itu membelalak hebat.

“Maafkan aku, Rinjani ... “ Kulepaskan tubuh Rinjani yang sudah melemah, diam tak bergerak. Kemudian bergegas menuruni altar dingin yang telah kudiami beberapa waktu lamanya. Berjalan limbung dengan sisa tenaga yang kumiliki, meninggalkan sosok Rinjani yang tergolek tak bernyawa.

DOR!

Sebuah peluru bersarang tepat di jantung, begitu kubuka pintu ruangan yang pengap serta kedap suara itu. Beberapa sosok lelaki berbadan besar dan sangar berlarian ke arahku. Mereka memburu Rinjani di dalam ruangan. Membiarkanku jatuh tersungkur sambil memegangi dada yang berlumuran darah.

Detak jantungku kian melambat, seiring dengan pandangan yang turut memekat. Sampai akhirnya, aku hanya bisa menatap tubuhku sendiri yang tergeletak bermandikan darah.

Tak ada satu pun yang peduli dan tak ada pula yang menyadari sosokku berada di sisi para lelaki itu. Kecuali ... wujud seorang perempuan yang melotot ketakutan begitu mata kami beradu pandang. Dia adalah Rinjani. Perempuan itu berlari menjauh sambil berteriak histeris. Aku segera mengejarnya. Meninggalkan sosok-sosok tubuh yang tergolek di rumah itu. Tubuhku dan tubuh Rinjani ....

Terpopuler

Comments

Maheswarip

Maheswarip

wow

2023-02-22

1

Fara Sausan

Fara Sausan

Obsesi

2023-02-01

1

A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿

A̳̿y̳̿y̳̿a̳̿ C̳̿a̳̿h̳̿y̳̿a̳̿

👍💙

2023-01-26

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!