I'm Just A Doll

I'm Just A Doll

part 1

Setelah ikrar ijab kabul didepan penghulu itu di ucapkan oleh seorang lelaki yang sejak saat itu telah berstatus sah sebagai suamiku.

Aku merasa seperti ada untaian rantai yang melilit leherku hingga saat ini. Sedikit saja aku bergerak tak sesuai arahannya, rasanya hidupku seperti tercekik bahkan hampir mati.

Namun bagiku yang kini telah terlanjur masuk dan terkurung dalam penjara tak kasat mata, aku mencoba untuk ikhlas menjalaninya. Semua ini bukan semata-mata hanya untuk diriku saja, melainkan untuk seseorang yang sangat berarti bagiku dan hanya ia satu-satunya orang tua yang tersisa yang aku miliki didunia ini, dia adalah ayahku yang kini memilih untuk tinggal sendiri, terpisah dariku setelah aku berkeluarga.

"mas, apa hari ini aku boleh menjenguk bapak?" tanyaku pada mas denis yang tengah mengancingkan lengan kemeja nya.

"apa ada keperluan penting hingga kamu ingin kesana?" sahutnya dengan pembawaan dingin dan nada datar.

Aku menggeleng dan hanya berani menatap wajah tampan suamiku itu dari pantulan cermin besar didepanku. Entahlah, disaat seperti ini aku tak kuasa untuk menatapnya secara langsung . Aku merasa bahwa saat dia berhadapan denganku, wajahnya seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.

"dirumah saja ! Aku tak suka memiliki istri yang suka keluyuran tak jelas !!" jawab mas denis sambil menyambar tas kerjanya dan keluar kamar.

Wajahku berubah menjadi murung, entah sejak kapan pergi mengunjungi orang tua menjadi sebuah asumsi keluyuran yang tak jelas. Aku menghela nafas panjang menahan sesak yang tiap kali menghujam hati kala mendengar perkataan yang terlontar dari mulutnya.

Aku segera melangkahkan kaki membuntuti nya hanya untuk menemaninya sarapan seperti biasa.

"aku berangkat " pamitnya datar dan berlalu begitu saja meninggalkanku menghabiskan sisa makanan.

Mungkin menikah dengan seorang presdir dari sebuah perusahaan tambang batu bara terbesar se Asia merupakan impian setiap wanita. Hidup layaknya cinderella ataupun permaisuri jelas yang ada dalam angan mereka. Namun ternyata kehidupan demikian tak berlaku untukku yang kini berperan dalam dunia nyata.

Bagaikan seekor anjing peliharaan yang hanya mengikuti majikannya dengan ikatan tali yang menggantung dileher, mungkin itu perumpamaan yang lebih tepat untuk hidupku yang sebenarnya.

"bik, ini semua tolong di beresin ya" pintaku pada bik tuti ART yang sudah lama mengabdi bekerja dengan mas denis dirumah ini.

"baik non" jawab bik tuti yang mulai mengukuti piring kotor bekas makanku yang masih banyak tersisa.

Aku memilih masuk ke dalam kamar. Seperti biasa hari-hariku selalu ku habiskan dengan mengurung diri dikamar atau sesekali menikmati udara segar dari teras balkon kamar.

Bahkan tak jarang terlintas dalam benakku ingin rasanya melompat dari atas sini jika saja aku tak takut dosa akan bunuh diri. Seharian menghabiskan waktu berjam-jam duduk disini hingga mas denis pulang bukanlah hal tabu bagiku meski acapkali aku merasa bosan dengan semua ini.

kehidupan seperti ini sangat berbanding terbalik dengan kehidupanku yang dulu, kehidupan yang bebas lepas bagai burung terbang asal aku mematuhi batasan-batasan dan aturan dalam pergaulan.

Aku rindu hidupku yang dulu ,sebelum jeratan tali ini melingkar di leherku.

.

.

#flashback

Aku menikah dengan mas denis bukanlah atas dasar cinta. Saat itu aku hanya dijadikan boneka pengganti pengantin wanita yang memilih untuk melarikan diri disaat ijab kabul mereka akan dilaksanakan hari itu juga.

Aku yang tak tau menau tentang masalah pribadi mereka saat itu malah menjadi korban pelampiasan untuk menutupi rasa malu keluarga mahendra yang memang nama besar nya telah mendunia.

Para tamu yang telah berdatangan banyak bertanya-tanya karena acara ijab kabul tak kunjung dimulai. Bahkan terdengar kasak kusuk dari beberapa tamu wanita yang biasa menghibah dan memberikan asumsi yang beragam .

Alih-alih tak ingin karena gagalnya pernikahan ini, nama keluarga mahendra menjadi tercoreng. Aku yang saat itu menjadi assisten MUA yang bertugas merias pengantin disana menjadi boneka penggantinya.

Bagai dihantam oleh kenyataan, namun bukankah menikah dengan anak konglomerat adalah idaman hampir semua wanita. Pikirku yang saat itu berperang hebat dengan hati.

Selain itu, dorongan ayahku yang sangat mendukung aku untuk menikahi lelaki yang tak ku cintai dan tak mencintaiku menjadi faktor utama aku menyetujui pernikahan ini.

Bukan tanpa alasan, ayahku yang saat itu sedang terlilit hutang sangat tergiur dengan iming-iming yang keluarga mahendra tawarkan untuknya.

Dengan memberi sejumlah uang dan melunasi hutang ayahku juga menjanjikan jaminan kehidupan yang lebih baik untuk kedepannya membuatku dengan terpaksa harus mau menerima tawaran itu.

"pak aku gak bisa ! aku tak mencintainya" aku berkata pada ayahku yang saat itu juga langsung dijemput untuk datang ke acara pernikahan kami.

"jangan bodoh kamu alesha, kesempatan menjadi istri konglomerat seperti saat ini tak akan datang dua kali !!! apa kamu tak menyadari bahkan ini takdir yang Tuhan tentukan untuk merubah hidup miskin kita !!" ujar ayahku marah karena mendengar penolakan yang aku berikan.

"tapi pak !! Harta bukanlah jaminan kebahagiaan seseorang !!" sahutku dengan nada tak kalah meninggi.

"apa kamu buta !! Kurang apa keluarga pak mahendra ?? Lihat anak tuan mahendra yaitu tuan denis yang begitu tampan dan kaya. Dimana mata hati mu alesha ?!!" pekiknya memenuhi isi ruang make up pengantin di kediaman mahendra saat itu .

"cukup !! Aku tak ingin ada perdebatan seperti ini !" bentak denis yang tiba-tiba masuk disaat perdebatan antara aku dan ayahku sedang terjadi.

"ale gak bisa pak, maaf !" aku meraih tas selempangku yang bertengger diatas meja dan hendak pergi dari sana.

"sejak kapan bapak mengajarimu menjadi anak pembangkang seperti ini !! Bapak menyesal telah membiarkan mu tumbuh jika ada akhirnya kamu berani membantah perintah bapak !!! Kamu memang tak pernah ingin membuat bapak bahagia ale" suara bapak sedikit melemah bahkan seperti bertabur air mata di nada bicaranya.

Langkahku terhenti, aku mengingat bagaimanapun juga hanya dia satu-satunya orang tua yang kumiliki dalam hidupku. dialah orang tua tunggal yang mengurusku sejak kecil. Semenjak ibu ku memilih pergi dengan lelaki lain pilihannya saat itu, aku hanya tinggal bersama ayah hingga saat ini.

aku menoleh menatap wajah memelas yang mulai terlihat banyak keriput diwajahnya. Sorot mata ayah seolah tersirat begitu memohon padaku untuk menyetujui pernikahan ini.

Dengan sangat berat hati aku mengangguk menyetujui permintaannya. Semua ini aku lakukan bukan atas dasar keinginanku melainkan atas dasar kebahagiaan dan jaminan hidup enak untuk ayahku nantinya.

Ayahku mengulas senyum saat mendapat anggukan setuju dariku.

"terimakasih ale, bapak bangga denganmu"

ayahku tak henti-hentinya mengulas senyum kebahagiaan di bibirnya.

"baiklah, kamu segera bersiap dan MUA itu akan segera membantu mu"

ucap mas denis dengan ketus seraya melirik ke arah MUA yang menjadikan aku sebagai assistennya.

Mas denis mulai membalikkan badan hendak melangkah keluar ruangan. Namun iya kembali menoleh ke arah kami yang masih berdiri mematung ditempat tadi.

"tapi ada satu syarat sebelum pernikahan ini berlangsung !"

Ucap mas denis dengan tatapan tajam mengintimidasi.

"syarat apa itu tuan?" tanya ayahku begitu antusias karena terlewat bahagia.

"syaratnya adalah...."

Mas denis menggantung ucapannya beberapa saat yang membuat jantungku berdebar bertanya-tanya tentang apa syarat permintaannya.

.

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!