NovelToon NovelToon

I'm Just A Doll

part 1

Setelah ikrar ijab kabul didepan penghulu itu di ucapkan oleh seorang lelaki yang sejak saat itu telah berstatus sah sebagai suamiku.

Aku merasa seperti ada untaian rantai yang melilit leherku hingga saat ini. Sedikit saja aku bergerak tak sesuai arahannya, rasanya hidupku seperti tercekik bahkan hampir mati.

Namun bagiku yang kini telah terlanjur masuk dan terkurung dalam penjara tak kasat mata, aku mencoba untuk ikhlas menjalaninya. Semua ini bukan semata-mata hanya untuk diriku saja, melainkan untuk seseorang yang sangat berarti bagiku dan hanya ia satu-satunya orang tua yang tersisa yang aku miliki didunia ini, dia adalah ayahku yang kini memilih untuk tinggal sendiri, terpisah dariku setelah aku berkeluarga.

"mas, apa hari ini aku boleh menjenguk bapak?" tanyaku pada mas denis yang tengah mengancingkan lengan kemeja nya.

"apa ada keperluan penting hingga kamu ingin kesana?" sahutnya dengan pembawaan dingin dan nada datar.

Aku menggeleng dan hanya berani menatap wajah tampan suamiku itu dari pantulan cermin besar didepanku. Entahlah, disaat seperti ini aku tak kuasa untuk menatapnya secara langsung . Aku merasa bahwa saat dia berhadapan denganku, wajahnya seperti seekor singa yang siap menerkam mangsanya.

"dirumah saja ! Aku tak suka memiliki istri yang suka keluyuran tak jelas !!" jawab mas denis sambil menyambar tas kerjanya dan keluar kamar.

Wajahku berubah menjadi murung, entah sejak kapan pergi mengunjungi orang tua menjadi sebuah asumsi keluyuran yang tak jelas. Aku menghela nafas panjang menahan sesak yang tiap kali menghujam hati kala mendengar perkataan yang terlontar dari mulutnya.

Aku segera melangkahkan kaki membuntuti nya hanya untuk menemaninya sarapan seperti biasa.

"aku berangkat " pamitnya datar dan berlalu begitu saja meninggalkanku menghabiskan sisa makanan.

Mungkin menikah dengan seorang presdir dari sebuah perusahaan tambang batu bara terbesar se Asia merupakan impian setiap wanita. Hidup layaknya cinderella ataupun permaisuri jelas yang ada dalam angan mereka. Namun ternyata kehidupan demikian tak berlaku untukku yang kini berperan dalam dunia nyata.

Bagaikan seekor anjing peliharaan yang hanya mengikuti majikannya dengan ikatan tali yang menggantung dileher, mungkin itu perumpamaan yang lebih tepat untuk hidupku yang sebenarnya.

"bik, ini semua tolong di beresin ya" pintaku pada bik tuti ART yang sudah lama mengabdi bekerja dengan mas denis dirumah ini.

"baik non" jawab bik tuti yang mulai mengukuti piring kotor bekas makanku yang masih banyak tersisa.

Aku memilih masuk ke dalam kamar. Seperti biasa hari-hariku selalu ku habiskan dengan mengurung diri dikamar atau sesekali menikmati udara segar dari teras balkon kamar.

Bahkan tak jarang terlintas dalam benakku ingin rasanya melompat dari atas sini jika saja aku tak takut dosa akan bunuh diri. Seharian menghabiskan waktu berjam-jam duduk disini hingga mas denis pulang bukanlah hal tabu bagiku meski acapkali aku merasa bosan dengan semua ini.

kehidupan seperti ini sangat berbanding terbalik dengan kehidupanku yang dulu, kehidupan yang bebas lepas bagai burung terbang asal aku mematuhi batasan-batasan dan aturan dalam pergaulan.

Aku rindu hidupku yang dulu ,sebelum jeratan tali ini melingkar di leherku.

.

.

#flashback

Aku menikah dengan mas denis bukanlah atas dasar cinta. Saat itu aku hanya dijadikan boneka pengganti pengantin wanita yang memilih untuk melarikan diri disaat ijab kabul mereka akan dilaksanakan hari itu juga.

Aku yang tak tau menau tentang masalah pribadi mereka saat itu malah menjadi korban pelampiasan untuk menutupi rasa malu keluarga mahendra yang memang nama besar nya telah mendunia.

Para tamu yang telah berdatangan banyak bertanya-tanya karena acara ijab kabul tak kunjung dimulai. Bahkan terdengar kasak kusuk dari beberapa tamu wanita yang biasa menghibah dan memberikan asumsi yang beragam .

Alih-alih tak ingin karena gagalnya pernikahan ini, nama keluarga mahendra menjadi tercoreng. Aku yang saat itu menjadi assisten MUA yang bertugas merias pengantin disana menjadi boneka penggantinya.

Bagai dihantam oleh kenyataan, namun bukankah menikah dengan anak konglomerat adalah idaman hampir semua wanita. Pikirku yang saat itu berperang hebat dengan hati.

Selain itu, dorongan ayahku yang sangat mendukung aku untuk menikahi lelaki yang tak ku cintai dan tak mencintaiku menjadi faktor utama aku menyetujui pernikahan ini.

Bukan tanpa alasan, ayahku yang saat itu sedang terlilit hutang sangat tergiur dengan iming-iming yang keluarga mahendra tawarkan untuknya.

Dengan memberi sejumlah uang dan melunasi hutang ayahku juga menjanjikan jaminan kehidupan yang lebih baik untuk kedepannya membuatku dengan terpaksa harus mau menerima tawaran itu.

"pak aku gak bisa ! aku tak mencintainya" aku berkata pada ayahku yang saat itu juga langsung dijemput untuk datang ke acara pernikahan kami.

"jangan bodoh kamu alesha, kesempatan menjadi istri konglomerat seperti saat ini tak akan datang dua kali !!! apa kamu tak menyadari bahkan ini takdir yang Tuhan tentukan untuk merubah hidup miskin kita !!" ujar ayahku marah karena mendengar penolakan yang aku berikan.

"tapi pak !! Harta bukanlah jaminan kebahagiaan seseorang !!" sahutku dengan nada tak kalah meninggi.

"apa kamu buta !! Kurang apa keluarga pak mahendra ?? Lihat anak tuan mahendra yaitu tuan denis yang begitu tampan dan kaya. Dimana mata hati mu alesha ?!!" pekiknya memenuhi isi ruang make up pengantin di kediaman mahendra saat itu .

"cukup !! Aku tak ingin ada perdebatan seperti ini !" bentak denis yang tiba-tiba masuk disaat perdebatan antara aku dan ayahku sedang terjadi.

"ale gak bisa pak, maaf !" aku meraih tas selempangku yang bertengger diatas meja dan hendak pergi dari sana.

"sejak kapan bapak mengajarimu menjadi anak pembangkang seperti ini !! Bapak menyesal telah membiarkan mu tumbuh jika ada akhirnya kamu berani membantah perintah bapak !!! Kamu memang tak pernah ingin membuat bapak bahagia ale" suara bapak sedikit melemah bahkan seperti bertabur air mata di nada bicaranya.

Langkahku terhenti, aku mengingat bagaimanapun juga hanya dia satu-satunya orang tua yang kumiliki dalam hidupku. dialah orang tua tunggal yang mengurusku sejak kecil. Semenjak ibu ku memilih pergi dengan lelaki lain pilihannya saat itu, aku hanya tinggal bersama ayah hingga saat ini.

aku menoleh menatap wajah memelas yang mulai terlihat banyak keriput diwajahnya. Sorot mata ayah seolah tersirat begitu memohon padaku untuk menyetujui pernikahan ini.

Dengan sangat berat hati aku mengangguk menyetujui permintaannya. Semua ini aku lakukan bukan atas dasar keinginanku melainkan atas dasar kebahagiaan dan jaminan hidup enak untuk ayahku nantinya.

Ayahku mengulas senyum saat mendapat anggukan setuju dariku.

"terimakasih ale, bapak bangga denganmu"

ayahku tak henti-hentinya mengulas senyum kebahagiaan di bibirnya.

"baiklah, kamu segera bersiap dan MUA itu akan segera membantu mu"

ucap mas denis dengan ketus seraya melirik ke arah MUA yang menjadikan aku sebagai assistennya.

Mas denis mulai membalikkan badan hendak melangkah keluar ruangan. Namun iya kembali menoleh ke arah kami yang masih berdiri mematung ditempat tadi.

"tapi ada satu syarat sebelum pernikahan ini berlangsung !"

Ucap mas denis dengan tatapan tajam mengintimidasi.

"syarat apa itu tuan?" tanya ayahku begitu antusias karena terlewat bahagia.

"syaratnya adalah...."

Mas denis menggantung ucapannya beberapa saat yang membuat jantungku berdebar bertanya-tanya tentang apa syarat permintaannya.

.

.

part 2

Mas denis menggantung ucapannya beberapa saat yang membuat jantungku berdebar bertanya-tanya tentang apa syarat permintaannya.

"syaratnya adalah, anda tidak boleh menampakkan diri anda di depan para tamu selama acara ijab kabul dan resepsi dilaksanakan !" titahnya seraya menatap ke arah ayahku dengan tajam.

Hatiku seperti hancur berkeping-keping dan luluh lantah begitu saja seolah berserakan kemana-mana. Bagaimana bisa ayahku yang seharusnya menjadi wali nikahku tak diperbolehkan menampakkan diri di hadapan penghulu dan para tamu. Pernikahan yang seharusnya menjadi hari bahagia kini menjadi hari paling menyesakkan dalam hidupku .

Apa karena penampilannya yang lusuh. Ayahku memang seorang pemabuk, kebiasaannya pulang pagi dan kurang tidur membuat penampilannya sedikit berantakan. tapi bagaimanapun juga dia adalah ayah yang tak bisa digantikan oleh siapapun.

"tidak !! Bagaimana mungkin ayah tidak diperbolehkan ada di ruang pernikahan !! Kalau begitu saya membatalkan keputusa.._"

"baik tuan" ayah menimpali ucapanku yang menggantung dengan penyetujuan. Bagai di sambar petir disiang bolong saat aku mendengar penyetujuan gila seperti ini. Bagaimanapun juga aku ingin dialah lelaki yang menjabat tangan pak penghulu untuk menikahkanku.

Bahkan orang-orang MUA yang berada disana pun terlihat ikut tercengang dengan perdebatan sengit yang terjadi diantara kami.

"tapi pak !!! Siapa yang akan menikahkanku kalau bukan bapak. Bapak adalah bapak kandungku" pintaku dengan nada meninggi.

"anggap saja bapak tidak ada le. Karena dengan itu wali hakim akan dengan mudah menggantikan bapak untuk menikahkanmu" ucap ayahku dengan melemah.

Tersirat raut kecewa dari wajah tua nya yang sebisa mungkin ia sembunyikan. Aku menangis sejadi-jadinya, bagaimana bisa ini terjadi.

Apakah yang ayah lakukan ini semata-mata karena ingin kehidupan mewah untukku nantinya atau hanya karena uang yang akan ia dapat kedepannya?

"pak...." aku memohon dalam tatapan meminta bapak untuk membatalkan pernikahan gila ini.

ayah mengangguk dan dengan berat menarik kedua sudut bibir nya.

"bapak baik-baik saja ale" ayah berjalan ke arahku lalu memelukku erat.

Aku tau meski ayah banyak bergelut dengan dunia malam yang kelam, tapi dia sosok penyayang yang tak tergantikan oleh siapapun, terlebih bagiku putri semata wayangnya.

Perubahan ayah terjun ke dunia gelap itu setelah ibu memilih meninggalkannya demi laki-laki lain. semenjak saat itu ayah berubah menjadi seperti brandalan. Entah seberat apa rasa kecewa dan sakit hati yang ia rasa. yang aku tau, selama membesarkanku ia tak pernah kasar denganku.

Bahkan semenjak ku tau penyebab perubahan ayah, aku menjadi benci sosok ibu kandungku sendiri yang memilih pergi dengan lelaki lain daripada tinggal bersama kami.

.

Kini aku duduk bersanding dengan seorang lelaki pewaris tunggal keluarga mahendra dan akan memulai ikrar ijab kabul. Banyak ku dengar para tamu yang berdatangan memuji kecantikan riasan yang menempel di wajahku. Juga memuji penampilan mas denis yang telah duduk disampingku.

Bahkan ada pula yang memberi argumen bahwa aku dan mas denis bak pangeran dan sang putri di dunia nyata. Namun bagi ku semua itu hanya bualan semata.

Karena saat ini hatiku bagai teriris, rasanya teramat sakit dan perih yang tak bisa ku ceritakan. Hanya saja mas denis telah mewanti-wanti ku untuk tidak meneteskan sebulir saja air mata di depan para tamu yang datang.

sebisa hati aku tersenyum saat berjalan beringinan dengannya. Air mata yang menumpuk dipelupuk mata hanya bisa aku masukkan kembali kedalam hati, sebisa mungkin ku tahan yang akhirnya hanya membuat sesak didalam dada.

Sejak saat itu aku rasa ayahku telah menabuh genderang perang yang melibatkan aku sebagai prajurit tembak yang harus berperang didalamnya.

#flashback selesai

.

.

sebulan sudah aku menikah dengan mas denis. Namun sampai saat ini dia masih enggan menyentuhku. Bahkan kehadiranku hanya ia anggap seperti boneka yang dapat bergerak dirumah ini. Nada bicaranya masih saja dingin dan tak jarang terkesan ketus.

Aku hanya diam dan menerima semua perlakuan yang ia berikan padaku.

Deru suara mesin mobil mewah mas denis terdengar mulai memasuki pelataran rumah kami. Aku segera berlari untuk menyambut kedatangannya saat membuka pintu.

Begitulah kiranya peraturan yang ia buat agar selalu aku turuti selama tinggal dirumah ini. Entah sampai kapan aku akan seperti ini, terjerat dalam lingkup penjara yang bercover rumah mewah pribadi miliknya.

"mas sudah pulang" sambutku manis sesaat setelah membuka pintu.

Mas denis memang selalu memintaku untuk bersikap manis dan tak memasang wajah cemberut setiap kali ia pulang bekerja.

Mas denis memberikan tas kerjanya secara kasar kepadaku. Setelah itu disusul jas yang ia buka dan ia lempar ke arahku. Aku berjalan kesusahan mengikuti langkahnya menaiki anak tangga menuju kamar.

Ibarat jemuran berjalan, perumpamaan seperti itulah yang pantas menjadi julukan untukku ketika dia tiba dirumah sepulang bekerja.

"apa kamu jadi kerumah bapakmu?" tanya nya datar.

Aku menggeleng seraya meletakkan jas dan tak kerja nya diatas meja.

"bagus . Aku suka orang penurut sepertimu" tanpa dia ucap sudah terlihat jelas bahwa dimatanya aku hanya ibarat seekor peliharaan yamg harus menuruti semua perintahnya.

"siapkan air, aku mau mandi !" titahnya yang langsung menuntun langkahku menuju kamar mandi. Setelah air siap dan mas denis bergantian masuk kamar mandi, aku segera menyiapkam pakaian santai yang akan ia pakai.

Begitulah kiranya pekerjaan ku selama tinggal disini yang jauh dari kata peranan seorang istri melainkan lebih dominan bertugas seperti asissten pribadi.

.

Aku memilih duduk di sofa kamar sambil menunggu mas denis selesai melakukan ritual mandi yang memakan waktu cukup lama. Aku memainkan handphone ku sebagai penghilang penat meski tak ada satupun nomor yang menghubungiku. Hanya sebatas scroll layar dari atas kebawah melihat-lihat sosial media, itulah kegiatanku saat memandang benda pipih ini.

"ehem" seketika aku menoleh ke arah mas denis yang baru saja keluar dari kamar mandi dengan sebelah tangan memegang handuk kecil untuk mengeringkan rambutnya.

"mas mau aku bawakan makan malam kesini !"

Tawarku mencoba menepiskan rasa kesal ku setiap kali melihat lelaki ini.

"aku sudah makan" tolaknya.

aku menghela nafas berat. Padahal sejak tadi aku menahan lapar hanya karena menunggunya pulang dan makan malam bersama seperti biasa. Namun kali ini lagi dan lagi aku harus kembali merasa kecewa.

"baiklah" jawabku singkat.

Aku melihat mas denis kembali sibuk bergelut dengan laptopnya. Setelah ku rasa tugasku telah selesai, menyiapkan air mandi, menyiapkan pakaian ganti dan menawarkan mas denis makan malam. aku segera memberingsut naik ke atas ranjang. Mencoba memejamkan mata untuk terlelap agar segera hilang perasaan kecewa yang sedang hinggap.

Aku menghela nafas panjang, karena hal seperti ini bukan satu atau dua kali aku rasa namun aku seolah mengukut hatiku sendiri yang sampai saat ini belum bisa terbiasa.

.

.

part 3

Seperti biasa aku selalu menyibukkan diri untuk mengurus keperluan mas denis selama dirumah. Mungkin sebenarnya tugasku hampir sama dengan bik tuti, hanya saja statusku dirumah ini yang berbeda dengannya. Namun bagiku, untuk apa aku memiliki status menyandang sebagai istri presdir namun kehadiranku selalu tak pernah ia anggap ada.

"apa kamu jadi ingin pergi kerumah bapak?" tanya mas denis di sela-sela menikmati sarapannya.

Aku mengangguk pelan seraya menoleh ke arahnya yang tiba-tiba membahas tentang permintaanku untuk berkunjung ke rumah bapak yang beberapa hari lalu sempat ia tolak.

"hari ini kamu boleh ke sana. Tapi ingat ! Kamu tak boleh pulang lebih dari jam tujuh malam" titah mas denis.

Aku segera mengangguk setuju. Senyum bahagia pun langsung mengembang di bibir ku. Aku tak tau ada angin apa yang menyapu tubuh mas denis hingga tiba-tiba ia menyetujui permintaanku beberapa hari lalu .

"biar nanti pak kirman yang akan antar kamu kesana !" ucapnya lagi.

" aku bisa kesana sendiri naik taksi mas" aku tau pak kirman adalah supir pribadi mas denis yang selalu mengantarkan nya pergi kemana saja.

"aku tak suka di bantah !" ucapnya ketus.

"lalu, mas berangkat kerjanya?" tanyaku

"tak perlu difikirkan karena aku pasti telah memikirkan semua itu. Biar nanti fajar yang akan menjemputku"

lagi-lagi nada bicara mas denis terdengar kaku dan dingin.

Entah lah, kadang aku berfikir apa urat santai dan urat senyum nya sudah putus hingga tak pernah ku lihat ia berbicara santai . Belum lagi wajahnya yang selalu datar tanpa pernah ada senyum yang mengembang meski wajahnya memang harus ku akui sangat tampan.

Dirumah ini, aku seperti sedang tinggal bersama robot mesin pencari uang yang hanya berbicara seperlunya saja.

"aku berangkat !" mas denis segera meraih tas kerjanya dan beranjak untuk keluar rumah karena sepertinya suara mobil fajar sudah tiba didepan sana.

Aku segera meraih tangannya lalu mencium punggung tangan itu dengan takdzim. "maaf mas jika aku lancang. Berhubung aku nanti akam pergi kerumah bapak. Jadi aku pamit terlebih dahulu" sautku sebelum ia menimpali pertanyaan apapun.

"baiklah. Hati-hati" ucapnya sebelum ia berlalu meninggalkanku yang masih terpaku di meja makan.

.

.

pak kirman telah siaga mengantarku kerumah bapak. Rumah ku kecil yang sangat aku rindukan. Tak lupa aku membeli sedikit makanan untuk buah tangan ketika mengunjungi rumah bapak yang kini mulai jarang terjamah oleh tamu yang datang.

"terimakasih pak" ucapku sebelum turun dari mobil mewah milik suamiku.

"bapak boleh pulang, nanti akan saya kabari jika saya minta jemput" pintaku.

"tapi maaf non, tuan melarang saya untuk meninggalkan nona sendiri dirumah ini" ucap pak kirman.

Aku menggernyitkan dahi mendengar penuturannya yang terkesan tabu ditelingaku.

"tapi ini rumah bapak saya pak ?! Saya akan baik-baik saja. Lebih baik bapak pulang dan bersantai dirumah " titahku yang sama sekali tak meluluhkan hati pak kirman yang tetap kokoh menuruti perintah tuannya.

"tidak bisa non, nanti tuan denis akan marah besar jika saya tak menuruti perintahnya!" pak kirman kali ini benar-benar kerasa kepala. Namun aku menyadari karena rasa patuhnya pada mas denis yang membuat nya tak mudah untuk mencurangi majikannya.

"baiklah.. Ayo masuk" ajakku dengan ramah. Karena bagaimana pun usia pak kirman jauh lebih tua dariku. Dan tak mungkin aku akan mengajaknya berdebat hanya karena memintanya untuk pulang.

"saya akan memantau nona di dalam mobil saja. Agar nona dapat lebih leluasa untuk bercengkrama dengan ayah nona" jawab pak kirman tak kalah raman meski ucapannya menolak ajakanku.

"baiklah. Saya masuk dulu" aku segera keluar dari dalam mobil itu karena tak ingin berlama-lama menghabiskan waktu dengan supir keras kepala itu.

aku melangkahkan kaki masuk ke teras rumah yang nampak sedikit kumuh setelah sebulan ku tinggalkan.

"pak... Assalamualaikum" aku mengetuk pintu rumah yang nampak sepi seperti tak berpenghuni itu.

"pak..." mataku mengintip pada jendela rumah yang mulai banyak dihinggapi oleh debu.

Aku membuka handle pintu dan benar saja pintu rumah itu tak terkunci.

"pak.." aku mencari keberadaan lelaki parubaya ke seluruh ruangan.

Aku tersenyum saat mendapati bapak masih tertidur di kamarnya yang terlihat berantakan.

"pasti semalam bapak habis mabuk" gumamku saat indera enciumanku mengendus aroma alkohol yang masih tercium pekat menyeruak dari dalam kamar ini.

kaki ku berjalan menuju dapur, mataku tak henti-henti menyusuri setiap perabot yang terlihat sangat berdebu. Aku membuka tudung saji dan tak ku temukan makanan apapun disana. Hanya ada beberapa sisa makanan basi yang sudah berapa hari tidak bapak singkirkan.

Aku menghela nafas panjang dan segera membersihkan rumah yang sejak aku kecil belum pernah mengenal yang namanya renovasi.

Padahal, setelah aku menikah dengan mas denis. Aku sering mengirim bapak uang untuk merenovasi rumah namun sepertinya bapak menghabiskan uang itu hanya untuk berfoya-foya.

Setelah selesai aku segera memasak makan siang. Aku tak tau entah sejak kapan bapak tak makan, karena tak ada satupun makanan dirumah ini. Untuglah tadi aku sempat membeli beberapa makanan dan sayuran hingga daat langsung aku olah.

Bukan tanpa sengaja aku membeli semua itu saat datang kemari. Aku memang ingin makan siang berdua dengan bapak dan naluriku berkata seperti nya bapak tak akan memikirkan untuk selalu menyediakan stok makanan dirumah ini.

.

"harummm banget"

Suara itu membuatku terperanjak kaget. Aku menoleh ke belakang dan benar saja bapak kini tengah berjalan mendekat ke arahku.

"bapak sudah bangun" aku segera menghampirinya dan bersalaman lalu kembali melanjutkan mengaduk sayurku yang belum sepenuhnya matang.

"kamu kesini dari tadi?" tanya bapak yang kini telah selesai membasuh muka.

"iyalah, apa bapak tidak sadar jika rumah sekarang sudah glowing karena baru saja ku bersihkan" jawabku yang mulai menyajikan masakan ke atas meja makan.

bapak terkekeh melihat gaya tengilku yang tengah menggoda sekaligus memojokkannya.

"terimakasih ale.. Setelah kamu tak tinggal disini, bapak memang tak sempat membersihkan rumah setiap hari" jawab bapak.

"bukan bapak tak sempat. Hanya saja bapak terlalu sibuk dengan dunia bapak " jawabku melirik ke arahnya.

"yuk makan! bapak sudah lapar nih"

"tunggu sebentar, masih ada sayur yang belum ku siapkan"

Aku tau bapak sebenarnya hanya sedang mencoba mengalihkan pembicaraan. Aku pun tak mau melanjutkan ucapanku yang membuatnya semakin terpojok dan merusak mood makan kami siang ini.

Sekalipun aku ingin merubah bapak seperti dulu lagi, namum aku tak ingin memaksanya dengan membuatnya sakit hati.

kami pun menikmati makan siang dengan makanan sederhana yang dulu selalu jadi makanan kami sehari-hari. Namun semua terasa begitu nikmat karena ada nya canda dan tawa disela-sela obrolan kami. Bukan seperti saat dirumah mas denis yang hampir mirip penjara. Disaat makan pun semua nya terasa tegang seperti akan di eksekusi mati.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!