part 5

Aku terdiam sesaat setelah mendengar cerita bapak tadi. Tak ada lagi alasanku untuk menuntut bapak agar memiliki wanita baru dalam hidupnya yang akan menyandang gelar sebagai istri.

"tapi bapak bahagia karena selama ini bapak memiliki mu yang selalu setia menemani bapak" ucap bapak dengan aura wajah bahagia.

"tapi sekarang.. Aku tak selalu bisa menemani bapak seperti dulu" sahutku.

"bapak tau, setidaknya dengan sering mengunjungi bapak seperti ini. Bapak merasa tak pernah kehilanganmu sebagai teman hidup bapak"

Aku meneteskan air mata karena selama menikah, ini baru kedua kalinya aku datang mengunjungi bapak. Bukan tanpa alasan aku jarang menjenguk bapak, melainkan mas denis yang terkadang melarangku untuk datang kemari.

aku segera mengusap air mataku sebelum bapak melihat itu. Karena saat ini matanya masih tertuju menatap layar televisi yang masih menyala.

"alesha, apa kamu bahagia dengan pernikahanmu?" tanya bapak beralih memandangku .

aku mengangguk karena tak ingin membuat bapak menjadi terbebani oleh fikiran dan rasa bersalah karena telah menikahkanku dengan seorang lelaki yang menjadikan aku seperti tawanan dan mengurungku didalam penjara tak kasat mata.

"bapak lihat kamu sedikit kurusan. Tapi alhamdulillah bapak sangat bersyukur jika kamu bahagia. Bapak hanya bisa berdoa semoga perasaan cinta itu akan segera hadir dan kalian bisa saling mencintai" timpalnya lagi.

Aku tersenyum. Alasan bapak menikahkanku dengan mas denis sudah membuatku membuka mata hati dan menerima semua nya dengan ikhlas. Aku tak mau menyalahkan bapak atas garis takdir yang semua nya sudah pasti atas campur tangan Sang Pencipta. Bahkan aku yakin, yang terjadi padaku saat ini sudah pasti telah tertulis di skenario hidup yang harus ku jalani sejak aku belum terlahir kedunia.

aku memilih memejamkan mata di pangkuan bapak. Mengingat kembali masa kecilku yang dulu sangat bahagia . Meski hidup tanpa adanya seorang ibu, tapi bapak tak pernah lengah untuk tidak membuatku kehilangan sosok itu. Ia selalu mampu berperan menjadi ibu dengan gaya cool nya dulu.

gerakan elusan tangan bapak mengantarkan rasa kantuk dimataku yang akhirnya membuatku kehilangan kesadaran dan masuk ke alam mimpi masa kecil yang indah.

.

.

"ale.. Alesha" bapak menepuk pipiku pelan. Aku mengerjapkan mata dan melihat langit sudah berwarna jingga dari celah-celah jendela.

"sudah sore.. Apa kamu tidak pulang?" tanya bapak sambil menatapku yang masih berada di pangkuannya.

aku menutup mulutku yang masih berulang kali menguap. "ini jam berapa?" tanyaku yang tak menyadari berapa lama aku tertidur di pangkuan bapak.

"jam enam sore" jawab bapak.

Aku segera terperanjak bangun dan duduk di sebelah bapak.

"kenapa?" tanya bapak panik melihat gelagat ku yang tiba-tiba berubah.

"gak apa-apa" jawabku menyembunyikan rasa khawatirku atas peringatan yang mas denis berikan bahwa aku tak boleh pulang lebih dari pukul tujuh.

"apa kamu tak meminta izin tuan denis jika kamu datang kesini?" tanya bapak kembali membaca gelagat di mimik wajahku yang mungkin terlihat panik.

"mana mungkin aku bisa sampai disini jika tak mengantongi izin dari mas denis" aku terkekeh menjawab pertanyaan itu.

"baguslah. Walau bagaimanapun tuan denis adalah suami mu yang harus kamu patuhi. karena sejatinya surga istri terletak pada suami nya" pesan bapak.

Aku mengangguk lalu berpamitan pulang. Masih ada waktu sekitar empat puluh lima menit untuk tiba di rumah sebelum mas denis pulang.

Aku meminta pak kirman yang sejak tadi menungguku agar dapat mengemudikan mobil lebih cepat dari waktu tadi kami berangkat. Dan pak kirman menuruti keinginanku tanpa memberikan penolakan sedikitpun.

.

.

mobil mewah yang ku tumpangi mulai memasuki pelataran rumah. Aku segera masuk dengan tergesa-gesa. Dan naas, setiba nya aku didalam kamar ternyata mas denis telah lebih dulu tiba disana. Ia tengah duduk dengan pakaian santai. Bahkan malam ini aku tak sempat menyiapkan semua keperluannya seperti biasa.

"mas ma_..." aku tergugup untuk berbicara padanya.

"telat sepuluh menit" ucapnya dingin untuk memungkas perkataanku.

Aku merasa bahwa saat ini tubuhku gemetar hebat karena kesalahan yang mungkin akan membuatnya melarangku untuk datang kembali kerumah bapak.

"maaf mas" hanya kata maaf yang dapat terucap dari bibirku yang bergetar.

"ckkk" mas denis berdecak. Raut wajahnya terlihat sangat marah.

Mas denis segera keluar kamar dan membanting pintu hingga tertutup.

Namun aku berfikir apakah sangat fatal kesalahan ku hingga ia semarah itu?

aku terdiam bukan menyesali kesalahanku karena memang tadi jalanan macet hingga membuatku telat sampai rumah. Namun aku menyesali mengapa dipertemukan dengan lelaki yang sulit aku baca apa isi fikirannya.

Deru mesin mobil mas denis terdengar melesat cepat meninggalkan rumah mewahnya ini. Aku menghela nafas panjang, lagi-lagi aku harus bisa membiasakan diri dengan perasaan sakit dan kecewa seperti ini.

setelah selesai membersihkan diri. Aku merebahkan tubuhku diatas tempat tidur. Namun mataku tak kunjung dapat terlelap dan masih tetap terjaga, entah karena khawatir dengan keberadaan mas denis yang tak tau pergi kemana? Atau karena aku tadi telah tidur dalam waktu cukup lama saat berada dirumah bapak?!"

Aku memainkan handphone yang selalu menjadi teman setia selama aku tinggal dirumah ini. Aku yang dulu ceria, kini mulai terbiasa dan berteman akrab dengan yang namanya sepi dan sunyi. Aku yang dulu sangat suka keramaian kini sudah sangat terbiasa dengan yang namanya kesendirian.

Aku tersenyum kecut kala mengingat betapa getirnya hidup yang harus aku jalani.

Braakkk

aku seketika terperanjak saat mendengar mas denis membuka pintu kamar dengan kasar.

"mas.." jantungku berdetak kencang karena merasa terkejut.

"heeyyy"

mas denis berjalan mendekat ke arahku. Dapat ku cium aroma alkohol yang menyeruak keluar dari mulutnya.

Deru nafasnya memburu tak beraturan.

"mas denis mabuk ???" tanyaku memastikan apakah dia benar-benar telah hilang kesadaran.

ia hanya menggeleng sambil tersenyum smirk yang melukiskan arti kejahatan.

"mas.. Sadar mas" ucapku lirih merasa ketakutan karena malam ini mas denis benar-benar terlihat sangat menakutkan.

ia tak menjawab apapun pertanyaanku dan terus berjalan maju mendekatiku. Aku yang sedang duduk diatas ranjang tidur hanya bisa memberingsut kebelakang hingga akhirnya tubuhku terbentur dinding ranjang yang membuatku tak bisa lagi bergerak.

"mas...." aku seolah merengek agar mas denis tak melakukan hal buruk apapun padaku.

Mas denis segera mencekal tanganku saat ia lihat aku mulai bersiap untuk melarikan diri.

"tenanglah sayang.. Jangan memberontak" ucapnya dengan aroma alkohol yang begitu menyengat menusuk indera penciumanku.

"tapi ma_..."

Belum sempat aku melanjutkan ucapanku mas denis sudah lebih sigap melahap bibirku dan ********** dengan kasar. Semakin lama cium*n itu berubah semakin menuntut. Aku mencoba mengelak setiap kali ia mendaratkan serangan itu. Namun tenaganya tak mampu membuatku berbuat banyak selain mengikuti permainannya meski tanpa ada balasan permainan yang ku berikan...

.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!