Citra
"Pyarrrrr"
Dasar wanita murahan!
Sekali lagi pagi yang cerah menghiasi langit, tapi sayang rumah yang tak ramah ini terasa gelap gulita dibawah sinar matahari yang sudah masuk melewati celah jendelaku
Aku citra, anak yang lahir dibawah atap yang tak kekurangan dan tak juga berkecukupan, tidak ada atap yang bocor atau dinding yang retak dirumahku tapi sayang hubungan yang berada didalamnya selalu diguyur hujan keegoisan pemiliknya serta keretakan hubungan yang tak bisa tertebak kapan akan runtuh seruntuhnya
" dasar wanita ******! Kamu itu udah punya suami dan juga anak! Kenapa kamu masih suka keluyuran malam apalagi dengan lelaki hidung belang diluar sana. Kamu tau ga kamu itu udah jadi gosip di komplek ini, harus nya kamu punya sedikit rasa malu"
Suara tinggi bapak selalu menggema didalam rumah ketika murkanya telah menguasai diri ayah pada ibu yang memang suka keluyuran setiap malam dengan beberapa lelaki yang ia kenal di sosial media
" apaan si kamu mas! Kamu itu cuma satpam yang gajinya satujuta setengah sebulan mana bisa buat aku bahagia! Ngaca dong! Aku tuh kek gini gara gara kamu, masa iya aku dan citra hanya akan makan tempe sama tahu terus kan gamungkin. Keliatan banget miskinnya"
Pertengkaran mereka berdua terus saja berulang, aku yang sudah muak dengan pertengkaran mereka yang terus menerus meminta ayah untuk berpisah saja dengan ibu. Karna sepertinya semua sudah terlihat sama sama terluka dihatinya, tidak ada bahagia menyelimuti rumah ini lagi
" ayah, ibu cukup! Citra juga mau belajar dengan tenang! Citra mau ibu sama ayah kembali seperti dulu lagi, bukan ini yang citra mau bu, pak!"
Aku turut campur menengahi pertengkaran mereka, meskipun sebenarnya dari lubuk hati yang paling dalam aku tidak mau melakukannya karna aku tau aku merasa sangat takut dengan nada nada tinggi yang dihasilkan dari pertengkaran
" halah kamu cuma anak kecil yang gatau apa apa! Lebih baik kamu masuk kamar atau kalau tidak sapu yang ayah kamu buat ini terlempar ke tubuhmu"
Suara ibu semakin membuatku takut saja, sapu yang kini berada dalam genggamannya seakan memang benar akan dilemparkan ketubuhku dan mata ibu juga ikut melebar karna merasa marah padaku
" masuk cit! Pergilah belajar, ayah akan tidur dan tak akan mengganggu kegiatan belajarmu. Belajar yang rajin ya nak"
Ayah, sosok lekaki terhebat yang kumiliki satu satunya. Ia selalu mendengarkan perkataan ku dan bahkan membelaku dari ibu yang sudah murka kepadaku
" baik yah"
Jawabku singkat dan langsung mengunci pintu kamar karna masih dikerubungi rasa takut
Tiga menit berlalu sepertinya semua sudah tenang diluar aku melangkahkan kaki menuruni tempat tidur menuju meja belajar untuk mempelajari materi yang akan dijadwalkan pada ujian akhir semester hari esok.
Perlahan aku membaca materi kebudayaan dengan seksama tapi suara keras mengagetkanku yang membuat buku yang tadinya berada dalam genggaman jatuh kelantai
Hatiku sangat hancur meskipun aku tak tau apa yang terjadi diluar, detak jantung dan saluran pernafasan tak bisa kukendalikan semuanya kacau balau termasuk fikiranku yang kemana mana
" dooorrrrr"
Suara itu berasal dari pintu kamarku yang tertutup rapat dari dalam
" bisa ga bacanya dalam hati aja! Ganggu banget jadi anak"
Suara ibu? ya itu suara ibu, aku tak merasa dianak tirikan tapi terkadang hati kecilku yang berkata demikian. Meskipun aku tau dalam hati ibu pasti ibu sangat menyayangi diriku
" i-iya buu citra baca dalam hati aja"
" gausa jawab! Suara kamu ganggu ditelinga ibu!"
Terkadang aku bertanya tanya kenapa ibu seperti membenci diriku tapi berkali kali ayah mengatakan tidak ada ibu yang membenci anaknya
Aku menarik nafas dalam dalam, menenangkan diri sembari menggigit jari, ntah karena sudah terbiasa atau apapun itu aku tak bisa menghentikan kebiasaan buruk ini, dan bahkan sepertinya semakin buruk dengan tak bisa mengontrol diri untuk mencaci maki diri sendiri
aku hanya ingin tenang walaupun itu sehari saja, bukan aku tidak mensyukuri apa yang sudah ditakar tapi terkadang aku merasa lelah dan mungkin akan segera menyerah jika keadaan terus menerus begini saja.
Sinar mentari menyelinap masuk diantara celah gorden yang sedikit terbuka, perlahan kubuka kedua kelopak mata ini sehingga mulai menangkap pemandangan yang berada disekitar tubuh
" hoaiiii"
sepertinya aku masih merasakan kantuk, tapi tidak mungkin aku membiarkan nafsu ini menguasai diri
*suara ketukan pintu kamar yang beruntun membuat kepala yang tadinya bersih dari fikiran kotor dan suasana hati yang masih normal menjadi kacau balau lagi
" kamu mau tidur terus? Kamu galiat udah jam berapa? Kamu kira ibu pembantu harus masakin kamu setiap hari"
Lekas lekas aku membuka pintu yang terkunci ini
" maaf bu citra udah bangun kok"
" kalo udah bangun ya keluar gausa ngedekam dikamar"
" awww"
Rasa yang terkesan menyengit menyala dipipi kananku, sebuah tamparan mendarat tepat disana. Sakitnya akan hilang tapi sakit hatinya tak akan pernah hilang dan bahkan akan menambahkan beberapa luka yang tak tau akan menjadi apa di kemudian hari
" ibuu maaf citra akan beresin rumah ini"
" bagus! Nyadar juga, sekarang kamu nyapu, ngepel, bersiin dapur, mungutin sampah sampah yang bau itu terus satu lagi nyuci baju okey"
Sambil menunjuk ke arah pakaian kotor itu berada alangkah terkejutnya aku mendapati pakaian kotor dalam jumlah yang besar
" tapi bu, boleh ga citra sekarang bersih bersih rumah aja? Nanti pulang sekolah citra akan mencuci semua baju itu"
Pakaian yang menumpuk seperti gunung yang menjuntai menjadikanku mengelus dada, aku memang sudah terbiasa mencuci baju tapi kali ini porsinya benar benar melebihi batas kemampuanku
" hah? Nanti? Ga ga bisa! Baju itu akan ibu pakai nanti malam, ibu harus menghibur para pengunjung cafe dengan suara merdu ibu"
" bu tapikan citra mau sekolah, dan sekarang hari pertama ujian bu. Citra bisa terlambat nanti jika masih mencuci baju ibu"
" ohhh... Masih ngelawan ya kamu"
Tangan kanan ibu menangkap daun telingaku dan menjewernya sekeras mungkin
" aa aduuu buu. Maaf bu citra akan cuci sekarang"
" kalau kamu suka sama sakit fisik silahkan aja membangkang terus!"
" tidak bu citra gaakan ulangi lagi"
Ayah yang biasanya membelaku sedang pergi bekerja tak mungkin bisa ia menolongku kali ini, meskipun aku sadar ini adalah salahku tapi aku benar-benar takut terlamat kesekolah
" hah sudahlah buang buang waktu saja jika aku mengeluh karna semua pekerjaan rumah tidak akan selesai dengan sendirinya"
Cepat cepat aku mengemasi satu persatu pekerjaan rumah mulai dari menyapu dan mengepel, membersihkan dapur dan memilih sampah dapur yang cukup menguras emosi saat menghirup udara
" astaga ini nasi dari kapan?"
Aku berulang kali ingin menguap dalam satu waktu karna membersihkan sisa nasi basi yang masih berada didalam penanak masi
Terlihat banyak sekali ulat ulat yang menggeliat pada nasi basi yang menyeruapkan bau tak sedap
Setelah semua sampah berhasil kubuang tepat keluar rumah langsung aku menaburi tempat sampah di dalam dapur dengan bubuk kopi untuk menutupi sisa bau yang masih menari nari di dalam ruangan
Tak sengaja mata ini menangkap jam dinding menegaskanku tentang sesuatu
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments