NovelToon NovelToon

Citra

bagian 1

"Pyarrrrr"

Dasar wanita murahan!

Sekali lagi pagi yang cerah menghiasi langit, tapi sayang rumah yang tak ramah ini terasa gelap gulita dibawah sinar matahari yang sudah masuk melewati celah jendelaku

Aku citra, anak yang lahir dibawah atap yang tak kekurangan dan tak juga berkecukupan, tidak ada atap yang bocor atau dinding yang retak dirumahku tapi sayang hubungan yang berada didalamnya selalu diguyur hujan keegoisan pemiliknya serta keretakan hubungan yang tak bisa tertebak kapan akan runtuh seruntuhnya

" dasar wanita ******! Kamu itu udah punya suami dan juga anak! Kenapa kamu masih suka keluyuran malam apalagi dengan lelaki hidung belang diluar sana. Kamu tau ga kamu itu udah jadi gosip di komplek ini, harus nya kamu punya sedikit rasa malu"

Suara tinggi bapak selalu menggema didalam rumah ketika murkanya telah menguasai diri ayah pada ibu yang memang suka keluyuran setiap malam dengan beberapa lelaki yang ia kenal di sosial media

" apaan si kamu mas! Kamu itu cuma satpam yang gajinya satujuta setengah sebulan mana bisa buat aku bahagia! Ngaca dong! Aku tuh kek gini gara gara kamu, masa iya aku dan citra hanya akan makan tempe sama tahu terus kan gamungkin. Keliatan banget miskinnya"

Pertengkaran mereka berdua terus saja berulang, aku yang sudah muak dengan pertengkaran mereka yang terus menerus meminta ayah untuk berpisah saja dengan ibu. Karna sepertinya semua sudah terlihat sama sama terluka dihatinya, tidak ada bahagia menyelimuti rumah ini lagi

" ayah, ibu cukup! Citra juga mau belajar dengan tenang! Citra mau ibu sama ayah kembali seperti dulu lagi, bukan ini yang citra mau bu, pak!"

Aku turut campur menengahi pertengkaran mereka, meskipun sebenarnya dari lubuk hati yang paling dalam aku tidak mau melakukannya karna aku tau aku merasa sangat takut dengan nada nada tinggi yang dihasilkan dari pertengkaran

" halah kamu cuma anak kecil yang gatau apa apa! Lebih baik kamu masuk kamar atau kalau tidak sapu yang ayah kamu buat ini terlempar ke tubuhmu"

Suara ibu semakin membuatku takut saja, sapu yang kini berada dalam genggamannya seakan memang benar akan dilemparkan ketubuhku dan mata ibu juga ikut melebar karna merasa marah padaku

" masuk cit! Pergilah belajar, ayah akan tidur dan tak akan mengganggu kegiatan belajarmu. Belajar yang rajin ya nak"

Ayah, sosok lekaki terhebat yang kumiliki satu satunya. Ia selalu mendengarkan perkataan ku dan bahkan membelaku dari ibu yang sudah murka kepadaku

" baik yah"

Jawabku singkat dan langsung mengunci pintu kamar karna masih dikerubungi rasa takut

Tiga menit berlalu sepertinya semua sudah tenang diluar aku melangkahkan kaki menuruni tempat tidur menuju meja belajar untuk mempelajari materi yang akan dijadwalkan pada ujian akhir semester hari esok.

Perlahan aku membaca materi kebudayaan dengan seksama tapi suara keras mengagetkanku yang membuat buku yang tadinya berada dalam genggaman jatuh kelantai

Hatiku sangat hancur meskipun aku tak tau apa yang terjadi diluar, detak jantung dan saluran pernafasan tak bisa kukendalikan semuanya kacau balau termasuk fikiranku yang kemana mana

" dooorrrrr"

Suara itu berasal dari pintu kamarku yang tertutup rapat dari dalam

" bisa ga bacanya dalam hati aja! Ganggu banget jadi anak"

Suara ibu? ya itu suara ibu, aku tak merasa dianak tirikan tapi terkadang hati kecilku yang berkata demikian. Meskipun aku tau dalam hati ibu pasti ibu sangat menyayangi diriku

" i-iya buu citra baca dalam hati aja"

" gausa jawab! Suara kamu ganggu ditelinga ibu!"

Terkadang aku bertanya tanya kenapa ibu seperti membenci diriku tapi berkali kali ayah mengatakan tidak ada ibu yang membenci anaknya

Aku menarik nafas dalam dalam, menenangkan diri sembari menggigit jari, ntah karena sudah terbiasa atau apapun itu aku tak bisa menghentikan kebiasaan buruk ini, dan bahkan sepertinya semakin buruk dengan tak bisa mengontrol diri untuk mencaci maki diri sendiri

aku hanya ingin tenang walaupun itu sehari saja, bukan aku tidak mensyukuri apa yang sudah ditakar tapi terkadang aku merasa lelah dan mungkin akan segera menyerah jika keadaan terus menerus begini saja.

Sinar mentari menyelinap masuk diantara celah gorden yang sedikit terbuka, perlahan kubuka kedua kelopak mata ini sehingga mulai menangkap pemandangan yang berada disekitar tubuh

" hoaiiii"

sepertinya aku masih merasakan kantuk, tapi tidak mungkin aku membiarkan nafsu ini menguasai diri

*suara ketukan pintu kamar yang beruntun membuat kepala yang tadinya bersih dari fikiran kotor dan suasana hati yang masih normal menjadi kacau balau lagi

" kamu mau tidur terus? Kamu galiat udah jam berapa? Kamu kira ibu pembantu harus masakin kamu setiap hari"

Lekas lekas aku membuka pintu yang terkunci ini

" maaf bu citra udah bangun kok"

" kalo udah bangun ya keluar gausa ngedekam dikamar"

" awww"

Rasa yang terkesan menyengit menyala dipipi kananku, sebuah tamparan mendarat tepat disana. Sakitnya akan hilang tapi sakit hatinya tak akan pernah hilang dan bahkan akan menambahkan beberapa luka yang tak tau akan menjadi apa di kemudian hari

" ibuu maaf citra akan beresin rumah ini"

" bagus! Nyadar juga, sekarang kamu nyapu, ngepel, bersiin dapur, mungutin sampah sampah yang bau itu terus satu lagi nyuci baju okey"

Sambil menunjuk ke arah pakaian kotor itu berada alangkah terkejutnya aku mendapati pakaian kotor dalam jumlah yang besar

" tapi bu, boleh ga citra sekarang bersih bersih rumah aja? Nanti pulang sekolah citra akan mencuci semua baju itu"

Pakaian yang menumpuk seperti gunung yang menjuntai menjadikanku mengelus dada, aku memang sudah terbiasa mencuci baju tapi kali ini porsinya benar benar melebihi batas kemampuanku

" hah? Nanti? Ga ga bisa! Baju itu akan ibu pakai nanti malam, ibu harus menghibur para pengunjung cafe dengan suara merdu ibu"

" bu tapikan citra mau sekolah, dan sekarang hari pertama ujian bu. Citra bisa terlambat nanti jika masih mencuci baju ibu"

" ohhh... Masih ngelawan ya kamu"

Tangan kanan ibu menangkap daun telingaku dan menjewernya sekeras mungkin

" aa aduuu buu. Maaf bu citra akan cuci sekarang"

" kalau kamu suka sama sakit fisik silahkan aja membangkang terus!"

" tidak bu citra gaakan ulangi lagi"

Ayah yang biasanya membelaku sedang pergi bekerja tak mungkin bisa ia menolongku kali ini, meskipun aku sadar ini adalah salahku tapi aku benar-benar takut terlamat kesekolah

" hah sudahlah buang buang waktu saja jika aku mengeluh karna semua pekerjaan rumah tidak akan selesai dengan sendirinya"

Cepat cepat aku mengemasi satu persatu pekerjaan rumah mulai dari menyapu dan mengepel, membersihkan dapur dan memilih sampah dapur yang cukup menguras emosi saat menghirup udara

" astaga ini nasi dari kapan?"

Aku berulang kali ingin menguap dalam satu waktu karna membersihkan sisa nasi basi yang masih berada didalam penanak masi

Terlihat banyak sekali ulat ulat yang menggeliat pada nasi basi yang menyeruapkan bau tak sedap

Setelah semua sampah berhasil kubuang tepat keluar rumah langsung aku menaburi tempat sampah di dalam dapur dengan bubuk kopi untuk menutupi sisa bau yang masih menari nari di dalam ruangan

Tak sengaja mata ini menangkap jam dinding menegaskanku tentang sesuatu

bagian 2

" astaga ini nasi dari kapan?"

Aku berulang kali ingin menguap dalam satu waktu karna membersihkan sisa nasi basi yang masih berada didalam penanak masi

Terlihat banyak sekali ulat ulat yang menggeliat pada nasi basi yang menyeruapkan bau tak sedap

Setelah semua sampah berhasil kubuang tepat keluar rumah langsung aku menaburi tempat sampah di dalam dapur dengan bubuk kopi untuk menutupi sisa bau yang masih menari nari di dalam ruangan

Tak sengaja mata ini menangkap jam dinding menegaskanku tentang sesuatu

" setengah jam lagi bel sekolah akan berbunyi sementara jarak tempuh kesekolah membutuhkan waktu kurang lebih 15 menit. Aku belum mandi belum nyuci apa bisa aku tiba tepat waktu ke sekolah "

Aghhh sekali lagi aku berperang dengan fikiranku sendiri

" cittt cepet cuci bajunya"

Seruan ibu membuatku cepat cepat menuju kamar mandi dan langsung saja kucuci semua pakaian kotor yang hanya milik ibu satu persatu.

Tanpa memikirkan waktu yang ada, lekas lekas aku juga menyegerakan untuk membersihkan tubuh ini.

Setelah semua pekerjaan yang harus dilakukan didalam kamar mandi selesai akhirnya aku bersiap siap memakai semua atribut sekolah dengan lengkap karna hari ini adalah hari senin.

" duh mana harus jemur pakaian dulu lagi"

Sambil memasang kedua sepatu dikedua kakiku, aku teringat hal demikian yang kembali membuatku bangkit terburu buru untuk menjemur pakaian dihalaman belakang

Satu persatu pakaian mulai tergantung di penjemuran hingga akhirnya semua selesai dan aku segera menuju sepeda kayuhku, bekas sepeda yang selama ini kugunakan saat masih SD dan sekarang aku sudah tak menduga memasuki Sekolah Menengah Pertama saja.

" duh pasti lambat"

" eh eh eh mau kemana? Semua kerjaan udah beres?"

Ibu menghentikan langkahku yang sudah menuntun sepeda berwarna biru muda itu

" udah semua kok bu"

" oh yaudah sana cepet pergi! Enek banget liat wajah kamu yang jerawatan"

Iya wajahku penuh dengan jerawat, meskipun sebenarnya banyak orang yang mengatakan bahwa aku bisa cantik tanpa jerawat tetap saja aku tak bisa menghilangkannya. Darimana aku mendapat semua perawatannya

" i-iya bu"

Aku menyalimi tangan kanan ibu dan mengayuh sepedaku dengan cepat agar lekas menginjakkan kaki di sekolah meskipun aku sudah tau bahwa aku sudah terlambat dan tentu akan terkena hukuman

Kayuhan sepedaku semakin pelan saja karna kaki sudah mulai tak bertenaga, sementara jam tanganku sudah mengatakan bahwa aku terlambat 7 menit

" ayolahhhh kakii bekerja sama denganku, sebentar lagi kita akan sampai"

Kayuhan sepedaku akhirnya membawaku tepat ke tujuanku.

" sampai juga meskipun udah lambat 11 menit aja "

Gerutuku sambil memarkirkan sepedaku. Kudapati banyak siswa yang sudah berbaris rapi menggunakan atribut yang lengkap, pelaksanaan upacara bendera sudah dilaksanakan mungkin dari enam menit lalu

Kulangkahkan satu persatu kaki ini melewati banyak barisan yang kebanyakan sepasang matanya menyorot langkahku.

" citra! Langsung ke depan!"

Salah satu guru yang mengawasi jalannya upacara memanggil diriku untuk segera menuju pada dirinya

Tanpa menjawab kalimat suruhan tadi aku langsung saja menjawabnya dengan tindakan.

" kamu berdiri disini"

Begitu perintah pak guru memberiku sebuah hukuman karna sudah terlambat

Terik matahari yang semakin meninggi membuat tubuh ini diguyur keringat pagi, mata yang silau saat memandang para murid di hadapan membuatku merasa sangat malu berada dihadapan mereka

"lain kali jangan lambat kalo gabisa nahan malu!"

Sosok murid laki laki yang tak kukenal membisikkan hal demikian kepadaku

Aku tak menjawab pernyataan yang ia berikan karna aku canggung dan takut salah menjawab nanti pasti ada masalah baru yang akan muncul disekolah. Apalagi aku anak baru disini aku tak mau mendapat bullyan lagi seperti masa sekolah dasarku kemarin

Aku hanya membalasnya dengan sedikit menyiratkan senyum kepadanya

" gausa takut sama aku, jawab aja ucapanku"

" paan anjay, kenapa jadi so asik gini ni orang"

Seketika fikiranku berubah menjadi bingung antara menjawab atau tidak

" wei jawablah kita hanya berdua disini"

" iyaaa"

Jawabku singkat pada dia

" dih cuek banget najis!"

Blekkk hatiku langsung teramat retak. Bukannya ngehindarin cacian sekarang malah dapet cacian, apa yang harus kukatakan apa aku harus minta maaf? Aku takut akan menjadi masalah

Bayang- bayang perlakuan buruk mereka kepadaku beberapa bulan lalu masih lekat pada ingatanku.

" ma maaf, guru sedang mengawasi kita"

Siswa yang berada didekatku itu tak lagi menjawab permintaan maafku.

Tapi tak apa, aku akan tetap mencoba tenang. Aku tau kalau tidak apa-apa berbuat salah dan aku yakin disekolah ini tidak ada orang yang akan membuliku

Kepala ini terasa berat rasanya, pusing yang kurasakan mungkin karena aku belum sempat sarapan tadi pagi. Tapi aku mencoba tetap bertahan dan tidak akan membuat pusat perhatian lagi karena sakit, bisa jadi mereka akan berfikir bahwa aku hanya pura pura untuk menghindari hukuman.

" gabisa gabisa gabisa! Cit kamu harus kuat okey"

Aku tetap meyakinkan diriku sendiri untuk tidak menambah sakit kepala karna memikirkan sesuatu yang berlebihan lagi

" upacara selesai, barisan dibubarkan"

Akhirnya kalimat yang kutunggu tunggu dari tadi sudah selesai.

Salah satu guru menghampiriku dan menanyakan suatu hal

" kenapa kamu terlambat?"

" saya kesiangan pak"

Ucap siswa yang bersamaku karna masalah yang sama

" kamu juga?"

Sekarang ia menanyakanku juga

" ngga pak, saya terlambat karna masih ada yang harus saya kerjakan"

" apa yang harus kamu kerjakan dipagi hari? Kalau memang kamu udah tau ada pekerjaan yang harus kamu lakukan kenapa kamu tidak bangun lebih awal? Itu sama aja namanya kamu kesiangan"

" i-iya pak baik"

" siapa nama kamu? Nama kamu sudah masuk dalam buku kasus kalau sampai nama kamu bertumpul terlalu banyak karena terlambat. Orang tua kamu akan saya panggil"

" nama saya citra pak kelas IX-B"

" baik tunggu dulu, saya periksa atribut kalian"

Ia mulai mengamati pakaian yang sedang kami pakai

" citra kamu lari lima putaran di lapangan"

" tapi pak saya sudah lengkap memakai atribut"

" iya memang! Tapi coba lihat kaos kaki kamu masa pakai yang hitam sekarangkan hari senin harusnya putih dan hitam"

" mampus kan! Makanya udah gausa sok soan"

Ucap siswa itu yang kemudian pergi setelah pak guru mempersilahkan ia kembali ke dalam kelas

" lari cepat!"

Pak herman dikenal dengan sikap tegasnya, meskipun aku baru satu semester menjadi siswa disini tapi namanya sudah terdenger berulang- ulang karna sikapnya yang menurut mereka sedikit berlebihan.

" tapi ini salahku, aku harus menerimanya dan aku pantas menerima hukuman ini"

Aku mengambil langkah pertama dari hukuman yang kudapat, sesekali sepasang mata ini berani menatap beberapa manusia yang berkeliaran di luar kelas. Dan tentu saja tak heran jika kudapati beberapa dari mereka menatap tajam kepadaku, bagaimana tidak jika aku sudah menjadi satu satunya orang yang berlarian di dalam lapangan

Kucoba tak menghiraukan beberapa warna suara yang menyebut namaku, tapi sayang tetap saja seolah kata kata mereka berhasil menembus hati yang memang sudah terlalu lembek.

*kriiingg-kriiinggg-kriiinggggg*

Bel masuk berbunyi, tapi aku baru menyelesaikan dua putaran saja, perut bagian bawahku terasa nyeri jika kupaksakan untuk terburu buru.

" duh pasti diruangan aku akan mendapat masalah baru.."

bagian 3

Aku mengambil langkah pertama dari hukuman yang kudapat, sesekali sepasang mata ini berani menatap beberapa manusia yang berkeliaran di luar kelas. Dan tentu saja tak heran jika kudapati beberapa dari mereka menatap tajam kepadaku, bagaimana tidak jika aku sudah menjadi satu satunya orang yang berlarian di dalam lapangan

Kucoba tak menghiraukan beberapa warna suara yang menyebut namaku, tapi sayang tetap saja seolah kata kata mereka berhasil menembus hati yang memang sudah terlalu lembek.

*kriiingg-kriiinggg-kriiinggggg*

Bel masuk berbunyi, tapi aku baru menyelesaikan dua putaran saja, perut bagian bawahku terasa nyeri jika kupaksakan untuk terburu buru.

" duh pasti diruangan aku akan mendapat masalah baru.."

masih tinggal 3 putaran lagi, aku harus cepat-cepat dan menahan sakit di perut bagian bawah meskipun rasanya sangat nyeri dan bahkan terasa menyengat.

Terlihat keadaan sekitar sudah sepenuhnya senyap, beberapa ruangan kudapati telah menebarkan kertas ujian kepada para pesertanya. Hanya aku saja yang masih belum menerima kertas itu

" bruukkkk"

Kaki kiri ini tersandung sebuah batu yang ntah mengapa ada di tempat ini. Tubuhku terhuyung dan mulai merasa semakin pusing saja menatap langit biru yang terhampar luas.

Tanganku meraba kepala kiri yang rasanya sedikit perih, terlihat cairan merah melekat di tanganku

Samar samar mata ini menangkap semua pemandangan yang berada disekitarku, pemandangan yang bisa terlihat nampak tak asing lagi.

" kamar..? Aku dikamar? Kenapa aku bisa ada dikamarku?"

Segera mungkin aku mengubah posisiku menjadi duduk dan menyadarkan tubuhku pada bantal bantal yang tertumpuk di atas kasur tanpa ranjang.

" dimana citra?"

Seperti suara bapak yang berada di dalam rumah, aneh bagiku karena sekarang adalah waktunya ayah bekerja, kenapa bapak pulang. Apa itu karna aku?

" cari saja dikamarnya, gamungkin dia gaada disana. Diakan selalu saja berada didalam kamarnya yang terkunci rapat seolah olah menyimpan harta benda saja"

Tak ada lagi yang kudengar percakapan antara mereka berdua, beberapa detik kemudian suara pintu kamarku yang di buka mengunci pandanganku kearahnya.

" bapak...."

" kamu gapapa nak? Gapapa pak citra cuma sedikit pusing saja"

" syukurlah kalau begitu"

Bagiku bapak adalah orang terdepan tapi terkadang sejujurnya tak selamanya demikian, karena terkadang bapak akan menjelma seperti sikap ibu padaku

" duh udah ya drama bapak sama anak ini. Mana mas uangnya aku mau pergi ke salon sekarang"

" uang 70 ribu kemarin kemana?"

" halah mas mas! Pelit amat aku ini harus pergi ke salon sekarang, kalo ga aku gabakal tampil maksimal nanti malam"

" kenapa kamu terus saja bekerja di cafe itu, bukannya sudah aku bilang aku yang akan mencari nafkah. Kamu tidak usah!"

" apaan sih kamu mas, uang segitu mana cukup dibawa kewarung aja langsung abis dan apa ya? Kamu melarangku untuk bekerja? Asal kamu tau akutuh gamau juga kerja cape cape banting tulang menuhin semua keinginan aku! Kalo aku nunggu kamu perut aku saja tidak akan merasa cocok dengan nominal uang yang kamu berikan"

Kembali lagi cekcok beradu didepan mataku, suara suara keras terus saja menghantuiku tak henti hentinya saling bersahut sahutan.

Aku tak mau ikut campur mereka lagi, dengan mendengar satu kali lagi tamparan mendarat di pipi ibu hatiku terasa sangat teriris.

" ibuu.. bapak.. Kenapa kalian terus terusan seperti ini, aku merasa takut.."

Aku meringkih memeluk erat kedua lututku dengan mendekapkannga ke kedua dadaku

Mereka yang mulai beralih tempat keluar kamar membuat diriku tak tahan untuk membenci diri ini, akhir akhir ini tak kuat rasanya menahan amarah pada diriku sendiri

Aku beranjak dari tempat tidur meskipun masih terasa sakit di kepalaku, aku mengunci pintu serapat rapatnya berharap kamar ini akan menjagaku dari ketakutan ketakutan yang meraja lela.

" aku tetap bisa mendengar kelanjutan dari pertengkaran mereka, andai saja kamar ini bisa menghalau semua suara dari luar kamar. Pasti aku akan merasa sangat tenang dan bisa merasakan damai dalam malam malam yang gelap"

Kali ini aku hanya bisa menatap cermin, menatap pantulan gambar diri sendiri yang penuh dengan teka teki

" hei cit! Apa kamu tidak bisa melerai pertengkaran mereka"

" apa kau tidak bisa untuk menjadi kuat"

" tidak bisakah kau menahan tangis"

" aghhh dasar kamu memang tidak pernah berguna cit"

Berkali kali pertanyaan pertanyaan ini muncul didalam otakku, mereka berputar putar tanpa henti membuat diri ini semakin membenci diri

suara pecahan beling yang berhamburan memecah lamunanku didepan cermin

Tetes tetes air bening mulai membasahi pipi ini, tak kuat rasanya menahan semuanya sendirian.

" buka pintunya..."

Suara gedoran pintu dengan ditemani suara bapak membuat diri ini langsung cepat cepat beranjak untuk membuka pintu

" iya bapak tunggu sebentar"

Ucapku sambil menghapus air mata yang masih basah

Aku membuka pintu dengan cepat hingga sebuah kalimat menyadarkanku

" apa? Kenapa kamu terus saja mengunci pintu! Apa kamu akan terus hidup sendiri? Apa kamu akan mengubur dirimu sendiri ketika sudah meninggal dunia? Dasar anak ga berguna!"

Bapak? Bapak sudah kembali meneriakiku sesuka hatinya lagi, seperti dulu yang kukenal meskipun sekarang hanya sesekali ia memperlakukanku buruk

" ma maaf pak"

Hanya sebatas percakapan kecil yang kami lakukan, bapak yang masih mengerutkan dahinya pergi keluar rumah.

Tak ada lagi suara yang terdengar di dalam rumah ini, suara ibu saja tak terdengar ditelingaku. Mungkin saja ibu sudah pergi keluar untuk menenangkan diri, setiap kali mereka bertengkar mereka akan pergi keluar rumah meskipun aku tak tau apa yang mereka rasakan setelah bertengkar

Aku kembali menuju tempat tidur mencari cari benda yang kubutuhkan saat ini juga3

" dimana dia? Kenapa tidak ada? Pasti ada disekitar sini"

Aku kembali beranjak dari tempat tidur dan mencari cari sebuah jarum yang lupa ku simpan dimana

" nah ini dia"

Sebuah jarum anti karat sudah berada didalam genggamanku, perlahan aku mengangkat lengan seragam putihku yang menutupi area hidupku yang kusembunyikan

Beberapa barisan bekas sayat kecil dari jarum masih meninggalkan warna hitam

" sudah mengering, pasti dia sudah mengerti bahwa hari ini akan terjadi"

Satu persatu garis mulai tercipta lagi dilengan kiriku, menindih luka lama yang masih berbekas

" awww"

Aku menutup mulutku rapat rapat seperti pintu kamar yang kembali kukunci rapat rapat.

Perih tapi rasanya tak terlalu sakit bagiku karena rasanya aku lebih merasakan perih dihatiku hingga membuat luka yang kugores sendiri menjadi tak berarti apa apa

Sedikit demi sedikit titik titik merah mulai melumuri lenganku

Kubaringkan tubuhku diatas kasur ini menyudahi permainanku untuk sekedar menenangkan fikiranku saja.

" untuk hari ini aku tak mau mengeluh lagi, sudah cukup harus berlari mengelilingi lapangan, sudah cukup tidak mengikuti ujian dan sudah cukup mengutuki diri sendiri karena pertengkaran mereka yang tak selalu tentang aku sebabnya"

Aku menutup kedua kelopak mataku secara perlahan-lahan, menutup hari ini disore hari tanpa memikirkan emosi yang tak terkendali dari kedua orang yang akan emosi melihatku tidur tak tepat pada waktunya

Angin malam membangunkan diri yang sedari terlelap dengan luka yang masih basah

" hoaaiii"

Aku menggeliatkan tubuh ini untuk memuaskan rasa puas setelah tertidur

Jam dinding yang berada tepat didepan pandanganku akhirnya menyadarkanku bahwa ini masih memasuki waktu tengah malam.

Luka yang masih basah terasa sedikit perih ketika lengan ini bergerak. Kudapati pintu rumah terbuka lebar, tapi tak satupun dari bapak atau ibu terdengar berada di dalam rumah. Apa mereka belum pulang?

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!