Lamaran Ditolak

Satu bulan yang lalu, Arham mengira bahwa hari itu akan menjadi hari terindahnya bersama kekasihnya, Linda. Dia sudah memikirkan semuanya secara mendetail. Pria keturunan Pakistan itu sangat mengenal selera Linda. Makan malam mewah di restoran berstandar Michelin, satu buket mawar merah simbol cinta, dan yang paling penting, sebuah cincin berlian dari Cartier, brand favorit Linda.

“Kali ini, Linda pasti akan menerima lamaranku,” pikir Arham.

Sudah cukup lama Arham menjalin hubungan spesial dengan Linda, dan sudah sangat sering dia mengirimkan sinyal-sinyal kepada Linda kalau dia ingin melanjutkan hubungan mereka ke jenjang yang lebih serius. Namun, Linda selalu menemukan cara untuk menghindar.

Arham melirik jam tangannya, sudah lewat tiga puluh menit dari waktu kesepakatan mereka untuk bertemu. Pria itu menarik napas lalu mengembuskannya pelan-pelan, sepanjang dia mengenal Linda, wanita itu memang selalu datang terlambat.

Penantiannya berakhir dengan kedatangan seorang wanita cantik bergaun lembayung, gaun rancangan desainer, dengan tas berwarna perak dan sepatu stiletto berwarna serupa yang tidak dijual di sembarang toko.

“Linda!” Arham menyambut kedatangan wanita itu dengan lega sekaligus terpesona.

“Hai, Arham!” Linda mengecup pipi Arham lalu duduk di kursi yang sudah dipersiapkan oleh Arham.

“Kau cantik, Linda.” Arham duduk di hadapan Linda sambil mencium tangannya. “Aku sudah mempersiapkan ini untukmu.”

Arham menepuk tangannya, kemudian seorang pelayan muncul membawa buket besar bunga mawar.

“Untukmu, yang wajahnya lebih cantik dari bunga-bunga ini.” Arham memberikan buket mawar itu kepada Linda.

Di luar dugaannya, Linda menolak pemberian Arham.

“Aku tidak suka ini. Aku tahu, kau akan melamarku lagi, bukan? Aku tidak mau, Arham.”

Arham menunduk lemas, dia bahkan belum sempat mengeluarkan cincinnya. “Kumohon, menikahlah denganku, Linda. Kau bilang, kau mencintaiku. Tidakkah kau mau berkorban sedikit untukku?”

“Cinta dan pernikahan adalah dua hal yang berbeda, Arham. Keluargamu menuntut hal yang tidak bisa aku penuhi. Aku tidak mau mengubah diriku menjadi orang lain hanya untuk menyenangkan kedua orang tuamu.” Linda berkata penuh emosi, “Seperti inilah diriku. Aku menyukai kemewahan, aku tidak mau menjadi seorang menantu yang kerjanya seperti seorang pelayan. Tidak!”

Setelah berkata seperti itu, Linda langsung berdiri dan meninggalkan restoran.

Penolakan Linda mematahkan hati Arham. Sekeras apa pun mencoba, dia tidak bisa melupakan wajah cantik Linda dan senyumnya yang menawan. Namun, keputusan Linda untuk tidak mau menjadi bagian dari keluarganya sudah bulat, tak tergoyahkan.

Arham mengatasi semua sakit hatinya dengan memutuskan pindah ke kota kecil. Dia sengaja menerima sebuah pekerjaan yang jauh dari kantor pusat tempatnya biasa bekerja selama itu.

Kota kecil itu adalah kota kelahiran Arham, kota di mana jauh dari ingar-bingar dan kehidupan glamor seperti yang biasa dia jalani.

“Di sini, aku tidak akan lagi melihat sosokmu, Linda, dengan begitu, aku mungkin bisa melupakanmu,” batin Arham.

Kesibukan demi kesibukan ditelan Arham bulat-bulat. Hanya dengan bekerja, maka bayangan Linda hilang dari pikirannya.

“Pak Arham, jam kantor sudah selesai, tidak pulang?” Salah seorang rekan kerjanya menegur Arham. “Pak Arham ini masih muda. Jangan menghabiskan waktu terlalu lama hanya untuk bekerja, cobalah bersenang-senang sedikit, jalan-jalan ke alun-alun, misalnya. Kalau malam, lumayan ramai, banyak orang jualan.”

Arham mengangguk sopan. Dia merasa kalau saran rekannya tidak jelek. Suasana baru mungkin dapat membantunya menghilangkan semua beban rindunya kepada Linda.

Sesuai dengan perkataan rekannya itu, malam hari di alun-alun memang semarak. Jalanan cukup terang oleh lampu-lampu kota. Dengan santai dia mengunjungi satu demi satu penjual kaki lima yang ada di sana. Sebagian besar menjajakan makanan khas daerah, sisanya menjual pakaian-pakaian, sepatu, tas, dan bermacam aksesoris. Tidak ada toko khusus, para penjual itu cukup memamerkan barang dagangannya di atas meja kecil atau digantung sembarangan di rak-rak gantungan sederhana.

“Linda tidak akan mau kuajak berbelanja barang di sini,” gumam Arham.

Linda hanya memakai pakaian-pakaian bermerk dan pergi ke tempat-tempat perbelanjaan yang ada pendingin ruangannya, berlantai marmer, ada liftnya. Bukan pasar dadakan seperti yang sedang Arham kunjungi malam itu.

“Ah, kenapa aku lagi-lagi mengingat Linda!” Arham kemudian memaki dirinya sendiri dalam hati.

Entah bagaimana, sosok Linda melekat begitu erat, tak terhapuskan dari dalam kepalanya. Arham hampir frustasi karena itu. Ke mana pun dia pergi, dia selalu melihat sosok Linda. Malam itu pun sama.

Arham melihat seorang wanita bergaun sederhana sedang asyik memilih-milih kalung imitasi di sebuah kios aksesoris. Wajah wanita itu tidaklah asing di mata Arham.

“Linda!” Kerongkongan Arham tercekat sebab wanita yang dilihatnya mempunyai wajah persis seperti Linda.

Arham menggosok-gosokan mata, mengira dirinya mungkin sedang berhalusinasi. Tetapi, meski kelopak matanya sudah memerah karena dia gosok, sosok wanita itu masih ada di sana, nyata.

Menyadari apa yang dilihatnya adalah sungguhan dan bukannya mimpi, Arham melesat menuju ke arah wanita itu. Dia berpikir bahwa dia harus menemuinya.

Serombongan anak kecil tiba-tiba melintas persis di depannya, menghalangi langkahnya. Perhatian Arham menjadi teralihkan, dan saat itulah dia kehilangan sosok wanita yang mirip dengan Linda.

Arham tidak menyerah. Dia berlari kecil, menembus keramaian, matanya terus mencari-cari keberadaan wanita itu. Tetap, dia tidak berhasil menemukannya. Arham kemudian memutuskan untuk kembali ke kios aksesoris, tempat terakhir dia melihat wanita itu.

“Bang, ini saya beli semuanya.” Arham menunjuk deretan kalung imitasi berwarna-warni.

Si penjual dengan semangat melayani Arham.

“Bang, kenal sama wanita yang barusan datang ke sini? Rambutnya panjang, pakai baju biru, orangnya cantik?” tanya Arham sambil membayar.

“Oh, itu Lyla! Ini kota kecil, saya tinggal di sini sejak lahir, saya kenal hampir semua orang, kecuali dengan Bapak. Nah, Bapak pasti orang baru dari kota yang datang bekerja di sini, kan?”

Arham tersenyum ramah. “Lyla, ya, itu namanya. Apa Abang tahu di mana saya bisa ketemu dengan dia?” Arham mengeluarkan lagi beberapa lembar uang ratusan ribu, lebih banyak dari harga kalung-kalung yang telah dibayarnya tadi, menaruhnya di atas meja dagangan si penjual.

Si penjual terkekeh-kekeh senang. Dengan cepat dia meraup semua lembaran uang itu dan memasukannya ke sakunya, kemudian berkata, “Rumahnya tidak jauh dari sini. Bapak bisa ambil jalan lurus ke sana, nanti ketemu perempatan lampu merah, belok ke kanan, ada jembatan kecil, pangkalan ojeg, nah, rumahnya tidak jauh dari situ. Bapak tidak akan kesulitan mencarinya karena rumahnya dekat dengan danau.”

Arham mencatat baik-baik semua informasi yang baru saja dia terima. Saat itu sudah terlalu gelap untuk mencari-cari keberadaan Lyla, wanita asing yang memiliki wajah mirip Linda. Dia berencana untuk melanjutkan pencariannya itu esok hari.

Menemukan tempat tinggal Lyla ternyata tidak semudah yang Arham kira. Dia hampir menyerah sampai akhirnya melihat sebuah danau, persis seperti yang dikatakan si penjual aksesoris. Arham kemudian melangkah ke sana.

Danau itu menyimpan keindahan dalam ketenangan airnya. Sepi, tidak ada siapa-siapa selain seorang wanita. Itu Lyla.

Lyla tidak menyadari kehadiran Arham yang sedang memerhatikannya dari belakang. Dia menangis sambil bicara sendiri.

“Tiga ratus juta! Ya, Tuhan, berikan aku tiga ratus juta! Dari mana aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu untuk menebus rumahku? Rumah peninggalan mendiang ayah ibuku?”

Arham tetap diam di tempatnya sambil masih mendengarkan semua jerit hati Lyla. Matanya tak berkedip memandang betapa miripnya wajah Lyla dengan Linda. Bahkan orang tuanya pun nanti pasti tidak akan dapat membedakan antara Lyla dengan Linda.

Senyuman tersungging di wajah Arham. Sebuah ide gila tercetus di dalam benaknya.

“Lyla! Aku akan memberimu tiga ratus juta.” Arham berseru sambil melangkah mendekati Lyla.

Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!