Lintah Darat

Lyla tidak menyangka jika sang paman akan pindah dari rumah ini dan tidak mengabarinya sama sekali. Lyla juga tidak mengerti mengapa pamannya itu mendadak menjual rumah dan menghilang entah kemana. "Apa Ibu tahu mengapa Paman saya menjual rumahnya?"

"Saya tidak tahu, yang jelas dia mengatakan ingin pindah dari desa ini," jawab wanita yang kini pemilik rumah pamannya itu.

Lyla menghela napasnya berat, kepalanya terasa pusing memikirkan masalah yang datang secara beruntun. Lyla mencoba kembali menelepon sang paman, berharap pria itu mau mengangkat panggilan teleponnya. "Kenapa kau melakukan ini?" gerutu Lyla gelisah.

Lantaran tak juga panggilan teleponnya diangkat, Lyla lantas meminta bantuan wanita yang masih berdiri di depannya itu untuk menghubungi sang paman. "Panggilan teleponku tidak diangkat, mungkin saja jika kau yang menelepon dia akan mengangkatnya. Tolong aku."

"Baiklah, sebentar." Wanita tersebut lalu melangkah masuk ke dalam rumah untuk mengambil ponsel, sebelum kemudian kembali menghampiri Lyla. "Lebih baik kau masuk saja dulu, tidak enak kalau berdiri di luar seperti ini."

Lyla menurut, dia dipersilakan masuk dan duduk di sofa yang ada di rumah tamu rumah ini. Tidak banyak yang berubah dari rumah ini, wanita itu sepertinya memang tidak berniat untuk mendekorasi ulang. Lyla menunggu penuh harap, semoga saja pamannya itu mau menjawab panggilan telepon.

"Halo," ucap wanita itu ketika panggilan telepon dijawab oleh Rusli. "Ini keponakanmu mencarimu, dia meminta tolong padaku untuk meneleponmu."

Lyla langsung bangkit, dia segera mengambil benda persegi itu setelah wanita tersebut memberikannya padanya. "Halo, Paman? Saat ini kau ada di mana? Kau menjual rumah? Mengapa?" tanya Lyla memborbardir.

"Sudahlah, relakan saja rumah itu," jawab Rusli santai di ujung sana. "Aku sudah menggadaikannya pada lintah darat itu."

"Lintah darat?" tanya Lyla tak percaya dengan apa yang dikatakan sang paman. Entah apa yang ada di pikiran pria itu hingga tega melakukan ini kepadanya dan juga adik-adiknya. Jika rumah tersebut benar-benar disita, maka mereka harus tinggal di jalanan. "Apa yang ada di pikiranmu?!"

"Aku butuh uang, aku tak punya pilihan lain," sahut Rusli lagi diiringi suara isapan rokok di ujung sana.

"Lalu kami tinggal di mana? Apa kau tidak memikirkannya?!" Lyla mulai murka, dia sudah tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah ini. Dia sama sekali tidak punya uang untuk menebus rumahnya.

Lyla mendengar suara nada panggilan yang terputus, dia semakin kesal lantaran sang paman bahkan tidak mau peduli dengan ulah yang dilakukannya. Lyla memegang kepalanya nyeri, sekarang lebih baik dia menemui lintah darat itu. "Apa Ibu tahu dengan rentenir yang ada di desa ini?"

"Aku tahu yang namanya Mika, dia cukup terkenal di daerah ini," jawab wanita tersebut memberikan informasi yang dia tahu.

Lyla harus mencari tempat tinggal Mika dan menanyakan tentang kebenaran tersebut, dia juga ingin menyuruh sang paman bertanggung jawab atas perbuatannya. "Baik, terima kasih telah membantuku. Aku harus pergi sekarang."

Desa yang terkenal dengan kesejukannya ini biasanya selalu bisa membuat pikiran Lyla tenang, tetapi sekarang dia hanya bisa menghirup banyak-banyak udara yang menerpa kulit putihnya. Setitik air mata akhirnya jatuh dari pelupuk, meskipun telah berusaha untuk tetap kuat dia tetap tidak bisa menyembunyikannya.

Lyla mulai melangkahkan kakinya, mencari-cari tujuannya sambil sesekali bertanya dengan beberapa penduduk di sini. Hingga akhirnya dia tiba di sebuah rumah yang cukup mewah dan berada di antara sawah. Di sekitarnya sepi, seperti tidak ada orang. Namun, Lyla tetap mengetuk pintu kayu tersebut sampai seseorang membukakan pintu untuknya.

"Saya ingin bertemu dengan Mika," ucapnya langsung tanpa basa-basi. Dia ingin pria tambun yang membukakan pintu untuknya itu bisa langsung mengetahui maksud dan tujuannya datang kemari. "Apa dia ada di rumah?"

Pria tersebut mengangguk dan memandangnya dengan heran sebelum beranjak untuk memanggil Mika. Lyla hanya berdiri di depan pintu, menunggu sosok yang dia cari muncul. Tak lama kemudian, pria tambun itu datang kembali. Namun, dia tidak sendiri. Ada seseorang wanita yang gelagatnya bak wanita angkuh dengan kipas kayu di tangannya.

"Saya ingin bertanya, apa benar paman saya telah menggadaikan rumah padamu?" tanya Lyla menatap lebar ke arah wanita bersanggul itu.

Mika mengernyit bingung, tidak mengenal paman yang disebutkan oleh Lyla. "Siapa nama pamanmu? Ada banyak orang yang menggadaikan rumahnya padaku."

"Rusli," jawab Lyla cepat.

"Ah, dia. Iya-iya benar." Mika membenarkan apa yang dikatakan Lyla.

Lyla membuang napasnya kasar, dia sangat tidak menyangka jika pamannya sendiri yang begitu dia percayai telah tega melakukan ini. "Lalu berapa yang harus kubayar agar rumahku bisa kembali?"

"Sebentar." Mika mengambil buku catatannya yang sudah dipersiapkan oleh sang asisten dan mulai mencari nama Rusli di dalamnya. "Kau harus membayar 300 juta, itu sudah mencakup semua bunga."

Lyla ingin menjatuhkan dirinya saja ke jurang, agar dia bisa lari dari masalah ini. Darimana dia bisa mendapatkan uang sebanyak itu, untuk membiayai adiknya saja dia cukup kesusahan. Tak ada pilihan lain, Lyla memang harus menyerah kali ini.

"Hanya satu minggu waktu yang bisa kuberi untukmu menebusnya," ujar Mika lagi sebelum menutup buku catatannya.

"Tapi, aku ditipu! Ini semua ulah pamanku! Kami tidak menggadaikan rumah kamu!" Lyla tidak tahu harus bagaimana menjelaskan sebagai bentuk permohonan pada Mika. Tidak mudah untuknya mendapatkan uang sebanyak itu dan rasanya memang sangat mustahil. "Jangan ambil rumah kami! Tidak bisakah kau memberi kami kesempatan?"

Mika menggeleng pelan, aturan tetaplah aturan untuknya. "Maaf aku tidak bisa, lebih baik kau bahas masalah ini dengan pamanmu."

Belum sempat Lyla berbicara lagi, Mika dan asistennya sudah masuk dan menutup pintu. Lyla hanya bisa terdiam dan termangu di depan pintu sebelum akhirnya memutuskan untuk pergi. Lyla terisak pelan, dia menangis tanpa suara sambil terus berjalan menuju tempat yang dulu pernah dia kunjungi yaitu sebuah Danau yang senantiasa menjadi tempat terindah untuknya menangis tanpa takut ada yang tahu.

Danaunya masih sama, hanya banyak pohon yang kini mulai lebih banyak tumbuh. Seperti sebelumnya, danau ini masih saja sepi. Mungkin hanya sekitar 5 orang saja perhari, itupun terkadang mereka hanya ingin berswafoto saja. Lyla belum pernah menemukan seseorang menangis seperti dirinya di danau ini, mungkin saja mereka yang datang adalah orang-orang yang hidupnya sudah bahagia.

Lyla duduk di tepi danau, di belakangnya terdapat sebuah pohon yang rindang. Lyla menghela napasnya berkali-kali, sembari menutup matanya yang dipenuhi air mata. "Maafkan aku Ayah, Ibu, aku tidak bisa lagi menahan air mataku. Aku ingin menangis."

Tangisan Lyla tiba-tiba terdengar oleh seseorang yang duduk beberapa langkah dari tempatnya. Lyla mencoba menghiraukannya, tetapi orang tersebut malah menghampirinya dan berdiri di hadapannya. "Siapa kamu?"

"Bolehkah aku membantumu?

Episodes
Episodes

Updated 55 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!