Cinta Di Penghujung Rindu

Cinta Di Penghujung Rindu

Bab 1: Perjodohan

"APA?! Yang benar saja, Pah. Ini bukan zaman Siti Nurbaya yang harus ada jodoh-jodohan. Pokoknya aku gak mau kalau harus nikah karena dijodohin," tolak Degan. 

"Suka atau tidak, kamu tetap harus menerima perjodohan ini. Papah sudah menghubungi teman Papah, kalau besok kita akan berkunjung ke rumahnya dan menetapkan tanggal pernikahan kamu dan anaknya," tegas Pak Usman. 

"Tapi Pah. Bagaimana dengan Calista? Aku sangat mencintai dia dan akan menikahinya," ujar Dehan. 

"Tinggalkan dia! Dan terima perjodohan ini!"

Beliau pun beranjak dari duduknya, dan pergi meninggalkan Dehan di ruang tamu sendiri. Dehan Yakub Aydin Julian adalah anak semata wayang tuan Usman Julian bersama almarhum istrinya bernama Rahma Julian. 

Ia ingin anaknya memiliki pendamping hidup yang baik, maka dari itu beliau menjodohkan Dehan dengan anak temannya. Walaupun gadis yang ia jodohkan cacat fisik, tapi itu tak masalah untuk tuan Usman. Beliau menilai seseorang dari kepribadiannya, bukan dari fisik. Dan beliau yakin kalau gadis tersebut bisa merubah sifat Dehan menjadi lebih baik. 

Dehan memijit pelipisnya, ia dibuat pusing dengan permintaan papahnya untuk menerima perjodohannya. 

"Hai, Bro!" sapa Ilham. Ia berjalan menghampiri Dehan dan duduk di depannya. 

"Lo, kenapa? Kayak orang bingung?" tanya Ilham. 

"Gue dijodohin sama bokap," jawab spontan Dehan dengan masih memijit pelipisnya. 

"Bhaahaha!!"

"Kenapa lo ketawa?" tanya Dehan. 

"Ya lucu aja, bro. Seorang Dehan menikah karena dijodohin. Bhahaha!"

"Lo, bisa diam gak! Berisik tahu!" marah Dehan. 

"Sorry,sorry. Terus lo terima gak perjodohan ini?" tanya Ilham. 

"Tentu saja gue tolak," tegas Dehan. 

"Terus?"

"Gak ada penolakan. Mau gak mau gue harus terima perjodohan ini. Dan gue pun gak tahu gadis seperti apa yang bakal gue nikahin," ujar Dehan. 

Ilham kembali bertanya, "lalu bagaimana dengan Calista?"

"Entahlah gue bingung."

"Buat gue aja Calista kalau lo bingung. Gue rela jadi pengganti lo," celetuk Ilham. 

Dehan mengambil bantal kursi dan melemparnya. "Kurang ajar lo!"

Ilham pun terkekeh, "Kamal dah tahu kalau lo mau dijodohin?"

Dehan menatap tajam Ilham. "Iya, iya. Gue diam sekarang."

 🦋🦋🦋

Sedangkan di tempat lain, gadis yang akan di jodohkan dengan Dehan merasa resah. Ia takut kalau pria yang akan dijodohkan oleh ayahnya, tidak menerima dirinya yang sekarang tidak bisa melihat. 

"Apa yang kamu pikirkan, Nak?" tanya bu Fatimah. 

"Ibu," panggil Disha. Ia kaget dengan kedatangan ibu Fatimah ke kamarnya. 

"Disha, Ibu tahu kalau kamu tuh mengkhawatirkan perjodohan ini," ucap bu Fatimah. 

Disha hanya bisa tersenyum samar tanpa berkata sedikitpun. 

"Besok Pak Usman bersama anaknya akan datang kemari dan memperkenalkan kalian, sekaligus menentukan tanggal pernikahan."

"Secepat itu, Bu?" kaget Disha. 

"Iya, Nak. Ibu harap kamu menerima perjodohan ini dan bisa hidup bahagia."

"InsyaAllah, Bu. Disha akan menerima apapun keputusan Ibu dan ayah. Termasuk menerima perjodohan ini. Tapi jika anak teman ayah tidak bisa menerima keadaan Disha sekarang, Disha harap jangan memaksanya," jelas Disha. 

"Disha…."

Bu Fatimah beranjak dari hadapan Disha. Beliau tak mampu menahan air matanya, dan menangis dalam diam. Semenjak adik Disha meninggal akibat kecelakaan yang menimpa mereka berdua. Disha berubah menjadi pribadi yang cenderung banyak diam. Bukan karena ia kehilangan cahayanya. Namun, kehilangan adik tercinta menjadi pukulan terberat untuk dirinya. 

Semilir angin di sore hari menerpa wajah ayu Disha. Hijab panjang yang dikenakannya, bergerak kesana kemari bersama ujung gamis bewarna merah muda. Lamunan di waktu senja selalu membawanya kembali menerawang masa lalu. Masa dimana tawa canda selalu menggema. Derap langkah yang cepat disertai teriakan, terngiang selalu di telinga. 

Satu nama yang terucap 'Luthfi Rafisqy'. Dan seulas senyum serta do'a selalu mengiringinya. Setiap waktu Disha selalu merindukan adiknya. Namun, apadaya takdir berkata lain dan membawa Luthfi terlebih dahulu menghadap sang Khalik. 

Perlahan demi perlahan langit berwarna jingga berubah menjadi gelap. Selesai menunaikan ibadah shalat isya, Disha bersama ayah dan ibu makan bersama. 

"Disha," panggil ayah. 

"Ya, Yah."

"Apa kamu yakin menerima perjodohan ini? Ayah tidak akan memaksamu jika tidak mau."

"Insyaallah Disha yakin, Yah."

"Apa yang menjadi keputusan Ayah, Disha yakin itu yang terbaik."

"Tapi, Nak. Besok siang mereka akan datang dan langsung melamarmu. Tapi Ayah tidak yakin, kalau anak dari temen Ayah akan menerima kedaan fisikmu sekarang," cemas ayah. 

Disha mengelus punggung tangan ayah Gafi. "Ayah, jika pria tersebut tidak menerima keadaan fisik Disha, jangan memaksanya. Mungkin ia bukan jodoh Disha. Jangan terlalu mengkhawatirkan Disha, Yah."

"Nak…."

"Ya sudah, kita lebih baik makan sekarang, Disha sudah lapar banget dari tadi, Yah" rengek Disha. 

Seketika ayah Gafi dan ibu Fatimah tertawa mendengar rengekan puterinya. 

"Mau Ibu ambilkan nasinya?" tawar bu Fatimah. 

Segera Disha menolak, "tidak, Bu. Disha bisa sendiri kok, lebih baik Ibu melayani ayah saja."

"Baiklah, anak ibu yang mandiri."

Walau tidak bisa melihat, tak membuat Disha bergantung pada orang lain. Ia selalu berusaha melakukannya sendiri, walaupun awalnya membuat ia  kesulitan dan harus membiasakan diri. 

Di meja panjang, mereka makan bersama dengan khidmat. Hanya terdengar suara denting sendok dan piring yang saling beradu. Tak satu orangpun mengeluarkan suara, karena ayah Gafi melarang untuk berbicara ketika sedang makan. 

Malampun semakin larut, ditemani cahaya rembulan dan juga ribuan bintang yang berkelip. Rasa kantuk tak kunjung datang, membuat Disha akhirnya melakukan shalat sunnah malam. 

Dalam setiap do'a dan sujudnya, Disha berharap pria yang akan datang esok hari benar-benar jodoh terbaik untuknya dan bisa menerima segala kekurangan yang dimilikinya. Berharap rumah tangga yang akan dijalankan mendapat ridho dari yang maha kuasa, dan juga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah warahmah. 

"Dek, besok akan ada laki-laki yang akan datang melamar kakak. Andai saja kamu masih disini," gumam Disha sambil memegang erat tasbih kecil pemberian Luthfi. 

*Flashback

"Kak, ini hadiah ulang tahun dari aku," ucap Luthfi. 

"Ini apa dek?" Tangan Disha mengambil kotak kecil di depannya. 

"Buka aja!"

Disha pun merobek bungkus kadonya dan membuka kotak kecil didalamnya. 

"Masyaallah, Dek. Cantik banget,"  kagum Disha. 

"Kakak suka?"

Disha mengangguk senang. 

"Kak, jika aku kelak pergi terlebih dahulu. Tolong jaga ibu dan ayah, juga aku ingin Kakak menggunakan tasbih ini untuk selalu berdzikir," ucap Luthfi tersenyum. 

"Kamu bicara apa sih, Dek? Jangan bicara seperti itu lagi! Kakak gak suka!" rajuk Disha.

"Kak, coba lihat bedak ini."

Disha pun melihat bedak yang ada di  telapak tangan Luthfi. Dan… Uuhh.

"LUTHFI RAFISQY!" teriak Disha. Mukanya penuh dengan bedak yang ditiupkan oleh Luthfi ke muka Disha.

"Bhahaha! Mau aja Kakak nih aku kerjain." Luthfi berlari keluar dari kamar Disha. 

"Awas kamu ya, Dek!"

*Flashback off

Terpopuler

Comments

Citoz

Citoz

hadir kk ☝

2023-07-18

0

Risfa

Risfa

Hadir ka

2023-07-17

0

Astuty Nuraeni

Astuty Nuraeni

🌹🌹 untuk Disha

2023-02-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!