Ibu Pelakor Terkejam
"Bu, pak, aku mau bicara sebentar," ucap Sukma mulai duduk di sofa ruang tv rumahnya.
"Bicara apa toh nak? Bicarakan saja," jawab Bagus, sang ayah tercinta.
"Iya, kamu mau bicara apa Suk? Katakan saja," tambah Murni, wanita yang telah melahirkannya.
"Hmmmmm, begini bu, pak, besok mas Hakim akan datang ke rumah untuk melamarku. Bagaimana menurut bapak dan juga ibu?" jawab Sukma membuat Murni terkejut dan berhenti memainkan ponselnya.
"Alhamdulillah. Bapak senang sekali mendengarnya nak. Pukul berapa Hakim akan kesini?" ucap pak Bagus menyambut baik keinginan Hakim untuk melamar puyrinya.
"Pukul....," tiba-tiba ucapan Sukma terputus karena langsung di sela oleh Murni.
"Kamu yakin mau menikah dengan Bagus? Lebih baik dipikirkan lagi Suk. Siapa tau dia menikahimu hanya untuk main-main saja," sela Murni mematahkan semangat putrinya itu.
"Kenapa ibu berkata seperti itu? Mas Hakim nggak akan mungkin memiliki niat seperti itu bu," ucap Sukma membelas laki-laki yang akan melamarnya itu.
"Iya bu. Biarkan saja Sukma menikah dengan Hakim. Kita semua kan tau sendiri, mereka sudah lama dekat dan kita juga kenal dekat dengannya. Tidak baik lo bu mengundur-undur niat baik mereka," ucap Bagus meyakinkan istrinya.
"Hhhh, baiklah. Terserah kalian saja. Ibu hanya ingin yang terbaik untuk Sukma," jawab Murni dengan raut wajah yang berbeda.
Ia seperti tidak suka jika putrinya itu menikah dengan Hakim, seorang laki-laki yang bekerja di sebuah bank swasta dekat dengan tempat Murni berjualan bakso.
"Terima kasih bu. Aku tau ibu pasti menginginkan yang terbaik untukku," ucap Sukma seketika langsung memeluk sang ibu dengan erat.
"Sama-sama nak. Istirahatlah. Ibu mau menyiapkan adonan bakso dulu ke belakang," balas Murni melepaskan pelukannya lalu meninggalkan tempat tersebut.
"Sukma, pukul berapa Hakim akan datang kesini?" tanya Bagus kepada anaknya itu.
"Palingan selesai maghrib pak. Bapak sama ibu bisa kan?" tanya Sukma balik.
"Bisa.. Bisa.. InsyaAllah bapak bisa," balas Bagus dengan cepat.
"Ya sudah, kalau begitu aku ke kamar dulu," ucap Sukma meninggalkan bapaknya itu.
Keesokan harinya, seperti biasa, Murni snagat sibuk sekali melayani pembeli di kiosnya. Karena kiosnya berdekatan dengan universitas dan juga sekolahan, Murni pun dibuat ekstra sibuk di jam-jam makan seperti ini.
Ada yang berbeda dari Murni hari ini, semenjak mengetahui Hakim akan melamar putrinya, moodnya pun menjadi tidak baik. Murni bagaikan seorang anak gadis yang baru saja putus dengan pacarmya.
"Baksonya satu dong cantik," ucap seorang pemuda berusia dua puluh delapan tahun itu kepada Murni, wanita berusia empat puluh tujuh tahun tersebut.
Murni pun hanya diam dan tidak menanggapi rayuan laki-laki tersebut.
Ia terus bekerja meracik pesanan bakso para pelanggan.
"Kamu kenapa diam saja? Kamu marah sama aku?" tanya laki-laki yang pantas menjadi anaknya itu.
"Menurutmu bagaimana? Katanya kamu mencintai saya, tapi kenapa kamu melamar anak saya Sukma?" tanya Murni dengan wajah cemberutnya.
"Ooo jadi itu yang membuat kamu jadi cemberut seperti ini. Murni, aku memang mau menikahi Sukma. Itu semua aku lakukan karena Sukma terus mendesakku untuk menikahinya. Lagi pula kan malah enak jika aku dan Sukma menikah, itu artinya, kita akan memiliki banyak waktu luang. Tak akan ada yang curiga jika kita sering ketemu," jawab Hakim seketika membuat wajah wanita yang akan menjadi mertuanya itu kembali ceria.
"Kamu benar. Kenapa aku nggak kepikiran seperti itu. Tapi, kalau kamu menikahi Sukma, bagaimana denganku? Itu artinya kamu tidak akan bisa menikahiku," ucap Murni lagi.
Karena hawa dan nafsu, Murni seakan lupa jika laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kekasih dari anak kandungnya sendiri.
"Murni sayang, untuk apa hubungan pernikahan jika kita bisa selalu bersama di setiap saatnya. Yang terpenting itu, kamu memiliki cintaku, jiwaku dan juga raga ku. Percayalah," jawab Hakim tanpa memikirkan perasaan Sukma.
"Kamu benar. Ya sudah, sana duduk, aku akan membuatkan mu bakso spesial," jawab Murni dengan senyuman merekahnya.
Sementara itu, di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang proeprti, Sukma dengan semangat menyelesaikan semua tugas-tugasnya.
Jelas sekali, raut wajah bahagia terpancar dari wajah wanita cantik itu.
"Sukma, makan dulu yuk. Nanti kamu sakit loh," ajak Ricky, teman satu kantor namun beda jabatan.
"Bapak duluan saja ya. Saya masih banyak kerjaan soalnya," tolak Sukma yang memang belum merasa lapar.
"Kelihatannya kamu sedang senang. Kalau saya boleh tau, kenapa?" tanya Ricky kepo.
"Hmmmm, nggak papa kok pak. Hanya saja, nanti malam saya akan dilamar oleh pacar saya," jawab Sukma sembari melanjutkan pekerjaannya.
Hati Ricky sedikit ngilu saat mendengar ucapan Sukma. Ada rasa sakit yang tak dapat ia ungkapkan.
Sejak Sukma mulai bekerja di perusahaan tersebut, Sejak itu juga Ricky sudah menaruh hati kepada wanita cantik itu.
Namun, Ricky tidak berani mengungkapkan perasaannya karena ia tau jika Sukma sudah memiliki kekasih.
"Kamu.. Kamu.. Kamu akan dilamar?" tanya Ricky dengan senyuman yang di paksakan.
"Iya pak," jawab Sukma menganggunk.
"Wah, selamat ya Suk. Semoga acaranya lancar dan diberi kemudahan sampai hari H," ucap Ricky mencoba tegar.
"Amiinn.. Makasih ya pak atas doanya," balas Sukma dengan senyuman terbaiknya.
Tak terasa, waktu pun berjalan dengan begitu cepatnya. Seperti biasa, Hakim selalu menjemput Sukma ke kantornya dan mengantarkannya pulang ke rumah. Karena sudah lama menjalin hubungan dengan Sukma, dan memiliki hubungan gelap dengan Murni, kehadiran Hakim di rumah itu sudah bagaikan anak sendiri.
Disitulah Hakim dan Murni sering mencuri-curi waktu untuk bermesraan. Tepatnya di saat bapaknya Sukma sedang tidak di rumah dan Sukma mandi setelah pulang bekerja.
"Assalamualaikum," ucap Sukma dan Hakim bersamaan saat mereka sudah tiba di rumah Sukma.
"Wa'alaikum salam, Hakim, silahkan duduk nak," jawab Bagus yang memang sudah menunggu-munggu kedatangan sepasang kekasih itu.
"Iya pak. Makasih," jawab Hakim langsung duduk di ruang tamu, sedangkan Sukma masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.
"Eh ada nak Hakim. Mau minum apa Kim?" tanya Murni yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Hmmmm apa aja bu, asal ibu yang membuatkannya," jawab Hakim sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Hehe. Kamu ini bisa saja. Ya sudah ibu buatkan kamu dan bapak kopi saja ya biar anget. Kebetulan diluar baru turun hujan," balas Murni yang di balas dengan anggukan oleh Hakim.
Tak lama kemudian, Murni pun kembali membawakan dua gelas kopi hitam dan meletakkannya di atas meja. Selnjutnya, Murni pun duduk tepat di sebelah calon menantunya itu. Sebenarnya, Bagus sedikit tidak suka melihat kedekatan yang berlebihan antara istrinya dengan Bagus, namun ia tidak mau memepermasalahkannya mengingat Bagus sebentar lagi akan menjadi menantunya.
"Ayo Kim, diminum kopinya, nanti keburu dingin nggak enak loh," ucap Bagus lalu menyeruput kopinya perlahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Comments
Shinta Dewiana
wah calon mantu jalang ini..
2023-06-17
0