Bab 2

"Ayo Kim, diminum kopinya, nanti keburu dingin nggak enak loh," ucap Bagus lalu menyeruput kopinya perlahan.

***

"Iya pak. Makasih," balas Hakim lalu menyeruput kopi buatan calon ibu mertuanya itu.

Tak lama kemudian, Sukma pun keluar dari kamarnya.

Ia tampak cantik dan fresh setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi.

"Nah itu Sukma. Sukma, duduk sini nak," perintah sang bapak sembari menepuk sofa yang ada di sebelahnya.

"Hmmmm pak, bu, berhubung Sukma sudah berada disini, saya langsung saja. Kedatangan saya kali ini untuk melamar Sukma untuk menjadi istri saya. Bagaiman menurut bapak dan ibu, apa lamaran saya diterima?" ucap Hakim melirik Bagus dan Murni secara bergantian.

Bagus begitu senang sekali saat putrinya itu di lamar oleh Hakim, seorang laki-laki sukses yang bekerja di bank swasta dengan jabatan cukup tinggi.

Namun, kesenangan Bagus itu tidak sama dengan Murni, sang istri terlihat tidak senang saat anaknya di lamar oleh Hakim.

"Bagaimana Suk? Apa kamu menerima lamaran Hakim?" tanya sang bapak mengusap kepala putrinya.

"Iya pak. Aku menerima lamaran mas Hakim untuk menjadi suamiku," jawab Sukma dengan anggukan kepalanya.

"Alhamdulillah. Selamat ya nak," ucap Bagus terlihat senang sekali.

"Ya sudah, Hakim, kapan kamu bawa keluargamu kesini untuk melamar Sukma secara resmi nak?" tanya Bagus masih dengan raut wajah kebahagiaannya.

"InsyaAllah besok malam pak. Sebelumnya saya juga sudah membicarakannya kepada kedua orang tua saya," jawab Hakim sesekali mencuri pandang kepada Murni.

"Baiklah kalau begitu. Ya sudah, kalian ngobrol saja dulu berdua. Bapak sama Ibu mau ke kamar dulu. Di minum Kim kopinya," ucap Bagus membawa istrinya ke kamar.

.

"Hmmmm, Suk, bagaimana? Kamu senang? Sebentar lagi kita akan menjadi suami istri," tanya Hakim mengusap kepala calo istrinya itu.

"Alhamdulillah aku senang mas. Mas sendiri bagaimana? Apakah mas senang karena sebentar lagi kita akan menikah?" tanya Sukma balik.

"Ya senanglah Suk. Kamu tau, membangun rumah tangga denganmu adalah suatu impian besar dalam hidupku. Sudah lama sekali aku menunggu waktu ini. Makasih ya sayang, kamu sudah mau menerima lamaran ku dan selalu setia bersama denganku," jawab Hakim menggenggam erat tangan Sukma.

Sementara itu...

"Kenapa bu? Kelihatannya kamu sedang tidak baik-baik saja? kamu sakit?" tanya Bagus mengusap kening istrinya.

"Aku tidak apa-apa pak. Aku hanya mengantuk saja. Tadi di kios pembelinya lumayan banyak dari yang biasanya. Oh ya pak, satu jam lagi bangunkan aku ya. Aku akan tidur sebentar," jawab Murni merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran sedang tersebut.

"Baiklah. Ya sudah, kalau gitu, aku keluar sebentar," balas Bagus meninggalkan istrinya.

Setelah Bagus meninggalkan kamar tersebut, Murni pun bangun dan langsung mengeluarkan ponselnya. Ia nampak mengutak atik ponselnya mencari kontak seseorang di sana.

"Hakim, aku sedih sekali saat kamu melamar Sukma secara langsung. Hatiku benar-benar sakit sekali," isi pesan yang dibuat oleh Murni kepada calon menantunya itu.

Hakim yang tengah duduk bersama Sukma pun langsung membuka ponselnya yang baru saja mendapatkan sebuah pesan masuk.

"Siapa mas?" tanya Sukma sesaat setelah Hakim membaca pesannya.

"Hmmmm, itu, teman kerja ku menitip izin untuk tidak masuk ke kantor besok," jawab Hakim berbohong.

"Oh. Hmmmm, mas, makan dulu yuk. Kebetulan ibu sudah masak banyak hari ini," ajak Sukma menarik tangan calon suaminya itu.

"Hmmm, kayaknya nggak dulu deh sayang. Aku sudah makan sewaktu akan pulang kantor tadi," tolak Hakim yang ingin cepat-cepat pulang ke rumah.

"Loh, itu kan tadi. Mending makan dulu. Kasihan, ibu sudah masak banyak untuk malam ini," sela Bagus ikut mengajak calon menantunya itu makan.

"Hmmm, baiklah kalau gitu pak. Tapi bapak dan ibu makan juga kan?" ucap Hakim mengalah.

"Palingan bapak saja yang makan. Ibu mau tidur sebentar. Katanya tadi di kios pembeli lumayan banyak dari yang biasanya," jawab Bagus sembari berjalan ke meja makan.

"Oh, baiklah," balas Hakim mengekor dari belakang.

"Besok kita akan ketemuan di tempat biasa setelah jam pulang kantor. Tapi, kamu makan dulu ya. Aku tidak mau kamu sakit," ucap Hakim membalas pesan dari mertuanya itu.

"Baiklah, kalau begitu aku akan keluar untuk makan," balas Murni langsung bergegas untuk keluar dari kamarnya.

"Loh bu, katanya kamu mau tidur dulu?" tanya Bagus heran melihat istrinya tiba-tiba saja bergabung di meja makan.

"Nggak jadi pak. Tadi waktu aku mau tidur, tiba-tiba saja perutku lapar," jawab Murni mengambil piring dan mengisinya dengan nasi.

"Ya sudah. Baguslah kalau begitu. Ayo makan," balas Bagus lalu menyuap nasi ke mulutnya.

"Hakim, di tambah nasi sama lauknya. Kamu kan mau menikah, jadi makan yang banyak biar nggak sakit," ucap Murni dengan senyuman penuh artinya.

"Tidak usah bu. Ini sudah banyak. Ibu saja yang tambah biar besok tenaganya full lagi," balas Hakim tersenyum.

"Ah, kalau ibu tidak bisa lagi makan banyak-banyak. Sudah faktor usia," ucap Murni lalu menyuap nasinya.

Beberapa saat kemudian, Hakim pun berpamitan untuk pulang ke rumahnya.

Besok, ia dan orang tuanya akan datang untuk melamar Sukma. Wanita yang telah lama ia pacari itu.

"Hati-hati di jalan ya mas. Segera kabari aku setelah kamu tiba di rumah nanti," ucap Sukma yang di balas dengan anggukan oleh Hakim.

Sekira pukul dua dini hari, Sukma terbangun dari tidurnya karena haus. Ia pun bangun dan beranjak ke dapur.

Saat di hampir masuk ke dapur, Sukma tak sengaja mendengar suara ibunya tengah melakukan panggilan telepon dengan seseorang.

Begitu mesra dan lembut sekali.

'Dengan siapa ibu telponan malam-malam begini?' batin Sukma penasaran.

Ia terus mendengar pembicaraan ibunya, namun sayang sekali, ia tak bisa mendengar suara si peneleponnya.

"Ibu," panggil Sukma membuat Murni seketika terkejut dan segera mematikan panggilan teleponnya.

"Sukma. Ngapain kamu disini? Se.. Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya Murni gelagapan.

"Sejak tadi bu. bu, ibu telponan sama siapa?" tanya Sukma membuat Murni bingung harua menjawab apa.

"Ibu.. Ibu.. Ibu telponan sama teman ibu. Udah, kamu sana tidur lagi," jawab Murni semakin pucat.

"Bu, aku hanya mau pesan satu hal sama ibu. Bapak itu adalah orang baik. Dia adalah suami dan juga bapak yang sempurna.

Jadi, aku minta sama ibu, berpikir dua kalilah untuk menduakan cinta bapak. Bapak itu sangat mencintai ibu dan juga keluarganya," ucap Sukma seketika membuat Murni tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Apa maksud mu Sukma? Kamu menuduh ibu selingkuh? Begitu?" tanya Murni masih berusaha untuk membela dirinya.

"Aku tidak menuduh ibu. Tapi coba ibu pikir sendiri, ibu berkata manis sama seseorang melalui panggilan telepon. Tidak mungkin ibu berbicara sama teman perempuan ibu semanis dan seromantis itu kan?" tanya Sukma balik, lalu benar-benar pergi.

Terpopuler

Comments

Shinta Dewiana

Shinta Dewiana

dasar istri durhaka....bagusnya di apain tu ya...

2023-06-17

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!