"Bu, pak, aku mau bicara sebentar," ucap Sukma mulai duduk di sofa ruang tv rumahnya.
"Bicara apa toh nak? Bicarakan saja," jawab Bagus, sang ayah tercinta.
"Iya, kamu mau bicara apa Suk? Katakan saja," tambah Murni, wanita yang telah melahirkannya.
"Hmmmmm, begini bu, pak, besok mas Hakim akan datang ke rumah untuk melamarku. Bagaimana menurut bapak dan juga ibu?" jawab Sukma membuat Murni terkejut dan berhenti memainkan ponselnya.
"Alhamdulillah. Bapak senang sekali mendengarnya nak. Pukul berapa Hakim akan kesini?" ucap pak Bagus menyambut baik keinginan Hakim untuk melamar puyrinya.
"Pukul....," tiba-tiba ucapan Sukma terputus karena langsung di sela oleh Murni.
"Kamu yakin mau menikah dengan Bagus? Lebih baik dipikirkan lagi Suk. Siapa tau dia menikahimu hanya untuk main-main saja," sela Murni mematahkan semangat putrinya itu.
"Kenapa ibu berkata seperti itu? Mas Hakim nggak akan mungkin memiliki niat seperti itu bu," ucap Sukma membelas laki-laki yang akan melamarnya itu.
"Iya bu. Biarkan saja Sukma menikah dengan Hakim. Kita semua kan tau sendiri, mereka sudah lama dekat dan kita juga kenal dekat dengannya. Tidak baik lo bu mengundur-undur niat baik mereka," ucap Bagus meyakinkan istrinya.
"Hhhh, baiklah. Terserah kalian saja. Ibu hanya ingin yang terbaik untuk Sukma," jawab Murni dengan raut wajah yang berbeda.
Ia seperti tidak suka jika putrinya itu menikah dengan Hakim, seorang laki-laki yang bekerja di sebuah bank swasta dekat dengan tempat Murni berjualan bakso.
"Terima kasih bu. Aku tau ibu pasti menginginkan yang terbaik untukku," ucap Sukma seketika langsung memeluk sang ibu dengan erat.
"Sama-sama nak. Istirahatlah. Ibu mau menyiapkan adonan bakso dulu ke belakang," balas Murni melepaskan pelukannya lalu meninggalkan tempat tersebut.
"Sukma, pukul berapa Hakim akan datang kesini?" tanya Bagus kepada anaknya itu.
"Palingan selesai maghrib pak. Bapak sama ibu bisa kan?" tanya Sukma balik.
"Bisa.. Bisa.. InsyaAllah bapak bisa," balas Bagus dengan cepat.
"Ya sudah, kalau begitu aku ke kamar dulu," ucap Sukma meninggalkan bapaknya itu.
Keesokan harinya, seperti biasa, Murni snagat sibuk sekali melayani pembeli di kiosnya. Karena kiosnya berdekatan dengan universitas dan juga sekolahan, Murni pun dibuat ekstra sibuk di jam-jam makan seperti ini.
Ada yang berbeda dari Murni hari ini, semenjak mengetahui Hakim akan melamar putrinya, moodnya pun menjadi tidak baik. Murni bagaikan seorang anak gadis yang baru saja putus dengan pacarmya.
"Baksonya satu dong cantik," ucap seorang pemuda berusia dua puluh delapan tahun itu kepada Murni, wanita berusia empat puluh tujuh tahun tersebut.
Murni pun hanya diam dan tidak menanggapi rayuan laki-laki tersebut.
Ia terus bekerja meracik pesanan bakso para pelanggan.
"Kamu kenapa diam saja? Kamu marah sama aku?" tanya laki-laki yang pantas menjadi anaknya itu.
"Menurutmu bagaimana? Katanya kamu mencintai saya, tapi kenapa kamu melamar anak saya Sukma?" tanya Murni dengan wajah cemberutnya.
"Ooo jadi itu yang membuat kamu jadi cemberut seperti ini. Murni, aku memang mau menikahi Sukma. Itu semua aku lakukan karena Sukma terus mendesakku untuk menikahinya. Lagi pula kan malah enak jika aku dan Sukma menikah, itu artinya, kita akan memiliki banyak waktu luang. Tak akan ada yang curiga jika kita sering ketemu," jawab Hakim seketika membuat wajah wanita yang akan menjadi mertuanya itu kembali ceria.
"Kamu benar. Kenapa aku nggak kepikiran seperti itu. Tapi, kalau kamu menikahi Sukma, bagaimana denganku? Itu artinya kamu tidak akan bisa menikahiku," ucap Murni lagi.
Karena hawa dan nafsu, Murni seakan lupa jika laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kekasih dari anak kandungnya sendiri.
"Murni sayang, untuk apa hubungan pernikahan jika kita bisa selalu bersama di setiap saatnya. Yang terpenting itu, kamu memiliki cintaku, jiwaku dan juga raga ku. Percayalah," jawab Hakim tanpa memikirkan perasaan Sukma.
"Kamu benar. Ya sudah, sana duduk, aku akan membuatkan mu bakso spesial," jawab Murni dengan senyuman merekahnya.
Sementara itu, di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang proeprti, Sukma dengan semangat menyelesaikan semua tugas-tugasnya.
Jelas sekali, raut wajah bahagia terpancar dari wajah wanita cantik itu.
"Sukma, makan dulu yuk. Nanti kamu sakit loh," ajak Ricky, teman satu kantor namun beda jabatan.
"Bapak duluan saja ya. Saya masih banyak kerjaan soalnya," tolak Sukma yang memang belum merasa lapar.
"Kelihatannya kamu sedang senang. Kalau saya boleh tau, kenapa?" tanya Ricky kepo.
"Hmmmm, nggak papa kok pak. Hanya saja, nanti malam saya akan dilamar oleh pacar saya," jawab Sukma sembari melanjutkan pekerjaannya.
Hati Ricky sedikit ngilu saat mendengar ucapan Sukma. Ada rasa sakit yang tak dapat ia ungkapkan.
Sejak Sukma mulai bekerja di perusahaan tersebut, Sejak itu juga Ricky sudah menaruh hati kepada wanita cantik itu.
Namun, Ricky tidak berani mengungkapkan perasaannya karena ia tau jika Sukma sudah memiliki kekasih.
"Kamu.. Kamu.. Kamu akan dilamar?" tanya Ricky dengan senyuman yang di paksakan.
"Iya pak," jawab Sukma menganggunk.
"Wah, selamat ya Suk. Semoga acaranya lancar dan diberi kemudahan sampai hari H," ucap Ricky mencoba tegar.
"Amiinn.. Makasih ya pak atas doanya," balas Sukma dengan senyuman terbaiknya.
Tak terasa, waktu pun berjalan dengan begitu cepatnya. Seperti biasa, Hakim selalu menjemput Sukma ke kantornya dan mengantarkannya pulang ke rumah. Karena sudah lama menjalin hubungan dengan Sukma, dan memiliki hubungan gelap dengan Murni, kehadiran Hakim di rumah itu sudah bagaikan anak sendiri.
Disitulah Hakim dan Murni sering mencuri-curi waktu untuk bermesraan. Tepatnya di saat bapaknya Sukma sedang tidak di rumah dan Sukma mandi setelah pulang bekerja.
"Assalamualaikum," ucap Sukma dan Hakim bersamaan saat mereka sudah tiba di rumah Sukma.
"Wa'alaikum salam, Hakim, silahkan duduk nak," jawab Bagus yang memang sudah menunggu-munggu kedatangan sepasang kekasih itu.
"Iya pak. Makasih," jawab Hakim langsung duduk di ruang tamu, sedangkan Sukma masuk ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian.
"Eh ada nak Hakim. Mau minum apa Kim?" tanya Murni yang baru saja keluar dari kamarnya.
"Hmmmm apa aja bu, asal ibu yang membuatkannya," jawab Hakim sembari mengedipkan sebelah matanya.
"Hehe. Kamu ini bisa saja. Ya sudah ibu buatkan kamu dan bapak kopi saja ya biar anget. Kebetulan diluar baru turun hujan," balas Murni yang di balas dengan anggukan oleh Hakim.
Tak lama kemudian, Murni pun kembali membawakan dua gelas kopi hitam dan meletakkannya di atas meja. Selnjutnya, Murni pun duduk tepat di sebelah calon menantunya itu. Sebenarnya, Bagus sedikit tidak suka melihat kedekatan yang berlebihan antara istrinya dengan Bagus, namun ia tidak mau memepermasalahkannya mengingat Bagus sebentar lagi akan menjadi menantunya.
"Ayo Kim, diminum kopinya, nanti keburu dingin nggak enak loh," ucap Bagus lalu menyeruput kopinya perlahan.
"Ayo Kim, diminum kopinya, nanti keburu dingin nggak enak loh," ucap Bagus lalu menyeruput kopinya perlahan.
***
"Iya pak. Makasih," balas Hakim lalu menyeruput kopi buatan calon ibu mertuanya itu.
Tak lama kemudian, Sukma pun keluar dari kamarnya.
Ia tampak cantik dan fresh setelah membersihkan tubuhnya di kamar mandi.
"Nah itu Sukma. Sukma, duduk sini nak," perintah sang bapak sembari menepuk sofa yang ada di sebelahnya.
"Hmmmm pak, bu, berhubung Sukma sudah berada disini, saya langsung saja. Kedatangan saya kali ini untuk melamar Sukma untuk menjadi istri saya. Bagaiman menurut bapak dan ibu, apa lamaran saya diterima?" ucap Hakim melirik Bagus dan Murni secara bergantian.
Bagus begitu senang sekali saat putrinya itu di lamar oleh Hakim, seorang laki-laki sukses yang bekerja di bank swasta dengan jabatan cukup tinggi.
Namun, kesenangan Bagus itu tidak sama dengan Murni, sang istri terlihat tidak senang saat anaknya di lamar oleh Hakim.
"Bagaimana Suk? Apa kamu menerima lamaran Hakim?" tanya sang bapak mengusap kepala putrinya.
"Iya pak. Aku menerima lamaran mas Hakim untuk menjadi suamiku," jawab Sukma dengan anggukan kepalanya.
"Alhamdulillah. Selamat ya nak," ucap Bagus terlihat senang sekali.
"Ya sudah, Hakim, kapan kamu bawa keluargamu kesini untuk melamar Sukma secara resmi nak?" tanya Bagus masih dengan raut wajah kebahagiaannya.
"InsyaAllah besok malam pak. Sebelumnya saya juga sudah membicarakannya kepada kedua orang tua saya," jawab Hakim sesekali mencuri pandang kepada Murni.
"Baiklah kalau begitu. Ya sudah, kalian ngobrol saja dulu berdua. Bapak sama Ibu mau ke kamar dulu. Di minum Kim kopinya," ucap Bagus membawa istrinya ke kamar.
.
"Hmmmm, Suk, bagaimana? Kamu senang? Sebentar lagi kita akan menjadi suami istri," tanya Hakim mengusap kepala calo istrinya itu.
"Alhamdulillah aku senang mas. Mas sendiri bagaimana? Apakah mas senang karena sebentar lagi kita akan menikah?" tanya Sukma balik.
"Ya senanglah Suk. Kamu tau, membangun rumah tangga denganmu adalah suatu impian besar dalam hidupku. Sudah lama sekali aku menunggu waktu ini. Makasih ya sayang, kamu sudah mau menerima lamaran ku dan selalu setia bersama denganku," jawab Hakim menggenggam erat tangan Sukma.
Sementara itu...
"Kenapa bu? Kelihatannya kamu sedang tidak baik-baik saja? kamu sakit?" tanya Bagus mengusap kening istrinya.
"Aku tidak apa-apa pak. Aku hanya mengantuk saja. Tadi di kios pembelinya lumayan banyak dari yang biasanya. Oh ya pak, satu jam lagi bangunkan aku ya. Aku akan tidur sebentar," jawab Murni merebahkan tubuhnya di atas ranjang berukuran sedang tersebut.
"Baiklah. Ya sudah, kalau gitu, aku keluar sebentar," balas Bagus meninggalkan istrinya.
Setelah Bagus meninggalkan kamar tersebut, Murni pun bangun dan langsung mengeluarkan ponselnya. Ia nampak mengutak atik ponselnya mencari kontak seseorang di sana.
"Hakim, aku sedih sekali saat kamu melamar Sukma secara langsung. Hatiku benar-benar sakit sekali," isi pesan yang dibuat oleh Murni kepada calon menantunya itu.
Hakim yang tengah duduk bersama Sukma pun langsung membuka ponselnya yang baru saja mendapatkan sebuah pesan masuk.
"Siapa mas?" tanya Sukma sesaat setelah Hakim membaca pesannya.
"Hmmmm, itu, teman kerja ku menitip izin untuk tidak masuk ke kantor besok," jawab Hakim berbohong.
"Oh. Hmmmm, mas, makan dulu yuk. Kebetulan ibu sudah masak banyak hari ini," ajak Sukma menarik tangan calon suaminya itu.
"Hmmm, kayaknya nggak dulu deh sayang. Aku sudah makan sewaktu akan pulang kantor tadi," tolak Hakim yang ingin cepat-cepat pulang ke rumah.
"Loh, itu kan tadi. Mending makan dulu. Kasihan, ibu sudah masak banyak untuk malam ini," sela Bagus ikut mengajak calon menantunya itu makan.
"Hmmm, baiklah kalau gitu pak. Tapi bapak dan ibu makan juga kan?" ucap Hakim mengalah.
"Palingan bapak saja yang makan. Ibu mau tidur sebentar. Katanya tadi di kios pembeli lumayan banyak dari yang biasanya," jawab Bagus sembari berjalan ke meja makan.
"Oh, baiklah," balas Hakim mengekor dari belakang.
"Besok kita akan ketemuan di tempat biasa setelah jam pulang kantor. Tapi, kamu makan dulu ya. Aku tidak mau kamu sakit," ucap Hakim membalas pesan dari mertuanya itu.
"Baiklah, kalau begitu aku akan keluar untuk makan," balas Murni langsung bergegas untuk keluar dari kamarnya.
"Loh bu, katanya kamu mau tidur dulu?" tanya Bagus heran melihat istrinya tiba-tiba saja bergabung di meja makan.
"Nggak jadi pak. Tadi waktu aku mau tidur, tiba-tiba saja perutku lapar," jawab Murni mengambil piring dan mengisinya dengan nasi.
"Ya sudah. Baguslah kalau begitu. Ayo makan," balas Bagus lalu menyuap nasi ke mulutnya.
"Hakim, di tambah nasi sama lauknya. Kamu kan mau menikah, jadi makan yang banyak biar nggak sakit," ucap Murni dengan senyuman penuh artinya.
"Tidak usah bu. Ini sudah banyak. Ibu saja yang tambah biar besok tenaganya full lagi," balas Hakim tersenyum.
"Ah, kalau ibu tidak bisa lagi makan banyak-banyak. Sudah faktor usia," ucap Murni lalu menyuap nasinya.
Beberapa saat kemudian, Hakim pun berpamitan untuk pulang ke rumahnya.
Besok, ia dan orang tuanya akan datang untuk melamar Sukma. Wanita yang telah lama ia pacari itu.
"Hati-hati di jalan ya mas. Segera kabari aku setelah kamu tiba di rumah nanti," ucap Sukma yang di balas dengan anggukan oleh Hakim.
Sekira pukul dua dini hari, Sukma terbangun dari tidurnya karena haus. Ia pun bangun dan beranjak ke dapur.
Saat di hampir masuk ke dapur, Sukma tak sengaja mendengar suara ibunya tengah melakukan panggilan telepon dengan seseorang.
Begitu mesra dan lembut sekali.
'Dengan siapa ibu telponan malam-malam begini?' batin Sukma penasaran.
Ia terus mendengar pembicaraan ibunya, namun sayang sekali, ia tak bisa mendengar suara si peneleponnya.
"Ibu," panggil Sukma membuat Murni seketika terkejut dan segera mematikan panggilan teleponnya.
"Sukma. Ngapain kamu disini? Se.. Sejak kapan kamu berdiri di situ?" tanya Murni gelagapan.
"Sejak tadi bu. bu, ibu telponan sama siapa?" tanya Sukma membuat Murni bingung harua menjawab apa.
"Ibu.. Ibu.. Ibu telponan sama teman ibu. Udah, kamu sana tidur lagi," jawab Murni semakin pucat.
"Bu, aku hanya mau pesan satu hal sama ibu. Bapak itu adalah orang baik. Dia adalah suami dan juga bapak yang sempurna.
Jadi, aku minta sama ibu, berpikir dua kalilah untuk menduakan cinta bapak. Bapak itu sangat mencintai ibu dan juga keluarganya," ucap Sukma seketika membuat Murni tak bisa berkata apa-apa lagi.
"Apa maksud mu Sukma? Kamu menuduh ibu selingkuh? Begitu?" tanya Murni masih berusaha untuk membela dirinya.
"Aku tidak menuduh ibu. Tapi coba ibu pikir sendiri, ibu berkata manis sama seseorang melalui panggilan telepon. Tidak mungkin ibu berbicara sama teman perempuan ibu semanis dan seromantis itu kan?" tanya Sukma balik, lalu benar-benar pergi.
"Aku tidak menuduh ibu. Tapi coba ibu pikir sendiri, ibu berkata manis sama seseorang melalui panggilan telepon. Tidak mungkin ibu berbicara sama teman perempuan ibu semanis dan seromantis itu kan?" tanya Sukma balik, lalu benar-benar pergi.
***
"Sialan anak itu. Bisa-bisanya dia menceramahi ku," gumam Murni lalu masuk ke kamarnya.
Setibanya di kamar, Sukma pun terduduk lemas dan menangis sejadi-jadinya.
Hatinya sakit saat kembali teringat perkataan manis ibunya dengan laki-laki lain di panggilan telepon.
'Kenapa ibu tega sekali menduakan bapak bu. Bapak salah dan kurang apa sama ibu,' batin Sukma memeluk erat guling nya hingga ia tertidur lelap.
Sedangkan di kamar lainnya, Murni yang tidur di sebelah suaminya masih sibuk bermain ponsel dan berbalas pesan dengan selingkuhannya yang tak lain tak bukan adalah Hakim, calon menantunya.
"Maaf ya sayang tadi aku matiin panggilan teleponnya. Tadi, waktu aku lagi di dapur, Sukma datang dan memergokiku," isi pesan yang dikirim oleh Murni kepada calon suami Sukma.
"Apa? Lalu bagaimana? Apa Sukma mengetahuinya?" tanya Hakim lagi.
"Tidak. Kamu tenang saja. Meskipun Sukma mendengar banyak, tapi dia tidak mendengar suara mu," balas Murni lagi.
"Syukurlah kalau begitu sayang. Ya sudah, mending sekarang kamu tidur dengan nyenyak. Besok, sehabis pulang kerja kita akan ketemu," balas Hakim yang sedang bersantai di kamarnya.
Keesokan paginya.....
"Pak , besok sehabis jualan aku mau ke rumah Lastri di Bogor. Kami akan membahas perihal penjualan tanah milik Ibu yang ada di sana. Bapak sama Sukma jangan tunggu aku ya. Kalian tidur saja duluan. Kemungkinan besar aku akan menginap di sana," ucap Murni di saat keluarga itu sedang sarapan pagi di meja makan.
"Kenapa dadakan sekali bu? Apa perlu aku temani kamu ke Bogor?" tawar Bagus sedikit terkejut.
"Ya gimana lagi pak. Namanya juga orang beli. Siapa tau harganya cocok dan kita bisa menambah modal untuk biaya pesta pernikahan Sukma dengan Hakim," ucap Murni dengan alasan yang tepat.
'Apa ibu akan benar-benar ke Bogor ya?' batin Sukma sedikit curiga.
"Ya sudah, kalau gitu pergilah, biar aku yang temani mu ke Bogor," tawar Bagus yang langsung di tolak oleh Murni.
"Tidak usah pak. Ibu sendirian saja. Kalau bapak ikut, bagaimana dengan kios kita. Kita tidak mungkin tutup kan pak?" alasan wanita paruh baya itu terdengar masuk akal.
"Ya sudah. Kalau begitu ibu hati-hati saja di jalan. Ingat, segeralah pulang setelah urusan ibu di sana sudah selesai.
"Untung saja keluarga Hakim tidak jadi datang ke sini malam ini ya pak. Semoga ini rezeki kita," ucap Murni lagi.
Sebelumnya Hakim sempat menghubungi Sukma jika keluarganya tidak bisa datang malam ini karena ada kemalangan di keluarga papanya.
Meskipun itu hanya alasan, tapi Sukma percaya sepenuhnya dengan alasan yang diberikan oleh calon suaminya itu.
Baik Sukma maupun bapaknya sama sekali mempunyai pikiran jika Murni akan membuat janji temu bahkan merencanakan untuk bermalam dengan Hakim. Laki-laki yang sebentar lagi akan menjadi suami dari Sukma.
Hari pun berjalan seperti biasanya. Tidak ada yang istimewa. Setelah Sukma berangkat ke kantor, Murni pun berangkat ke kios baksonya dengan di antar oleh sang suami. Selanjutnya, Bagus pun langsung pergi ke kantornya dan melanjutkan pekerjaannya.
Setibanya di kantor, Sukma langsung di panggil ke ruangan atasannya Ricky.
Dengan langkah sedikit ragu, Sukma pun memberanikan mengetuk pintu ruangan yang bertuliskan direktur.
Tok
Tok
Tok
"Masuk," ucap suara dari dalam ruangan.
Dengan perlahan, Sukma membuka pintu dan melangkahkan kakinya masuk ke dalam ruangan tersebut.
"Bapak.. Bapak manggil saya?" tanya Sukma menundukkan kepalanya setelah melihat atasannya sekilas.
"Iya. Silahkan duduk," perintah Ricky tetap tenang.
"Hmmm, Sukma, bagaimana? Apa acara lamaranmu sukses?" tanya Ricky ternyata bersifat pribadi.
"Alhamdulillah pak," jawab Sukma singkat.
"Wah, selamat ya Sukma. Saya memanggilmu kesini hanya untuk memberikan ini," ucap Ricky memberikan sebuah kotak beludru berwarna merah.
"A.. A.. Apa ini pak?" tanya Sukma heran.
"Buka saja. Aku harap kamu suka dan tidak menolak pemberianku," jawab Ricky mempersilahkan Sukma untuk membuka kotak merah tersebut.
Dengan perlahan, Sukma lalu mengambil kotak tersebut dan membukanya.
Ia kaget saat melihat sebuah cincin bertahtakan berlian tergeletak indah di dalamnya.
"Apa ini pak?" tanya Sukma melihat ke arah Ricky.
"Itu hadiah dari saya untuk pertunangan mu dan pacarmu. Sukma, jujur, sebenarnya sudah lama saya ingin memberikan cincin itu padamu sebagai rasa cinta saya terhadap dirimu. Namun, di saat saya akan memberikan cincin itu, saya mendengar jika kamu telah memiliki kekasih. Saya memilih mundur karena saya tidak mau merusak hubungan orang lain. Saya harap kamu tidak menolak pemberian saya itu," ucap Ricky akhirnya mengakui perasaannya terhadap wanita cantik itu.
"Ta.. Ta. Tapi pak.. Saya tidak bisa menerimanya. Saya.. Saya tidak pantas memilikinya," ucap Sukma menolak pemberian dari atasannya itu.
"Kenapa tidak pantas? Kamu sangat pantas sekali Sukma. Lagi pula itu memang saya belikan khusus untukmu," balas Ricky terus memaksa Sukma untuk menerima cincin tersebut.
"Tapi pak," ucap Sukma terputus.
"Sudah, begini saja, kamu ambil saja cincin ini. Tidak usah di pakai juga nggak apa-apa.
Kamu simpan baik-baik. Sukma dengarkan saya, saya Ricky, akan selalu ada untukmu apapun keadaanmu dan bagaimana pun kondisi mu. Jika andai kata kamu tidak bahagia dengan suamimu nanti, segera hubungi lah saya. Ada bahu untukmu menangis disini," ucap Ricky membuat hati Sukma bergetar hebat.
Entah kenapa, mendengar perkataan atasannya itu, ada keraguan dan ketakutan untuk menjalani biduk rumah tangga dengan Hakim.
'Tidak.. Aku tidak boleh baper dan juga tidak boleh terpengaruh ucapannya pak Ricky. Ingan Sukma, sebentar lagi kamu akan menikah dengan mas Hakim. Jangan pedulikan ucapannya pak Ricky,' batin Sukma mencoba menguatkan hatinya.
"Hhhhhh, baiklah pak. Saya akan menerima cincin pemberian bapak. Tapi, bukan berarti saya menerima cinta bapak. Saya mengucapkan banyak terima kasih karena bapak sudah mau peduli dan mencintai saya.
Saya benar-benar berterima kasih sekali untuk cincin yang bapak berikan ini," ucap Sukma mengambil cincin pemberian dari atasannya.
"Sama-sama Sukma. Apa kamu tidak ingin mencoba memakainya dulu? Saran saya, cobalah dulu, biar hati saya senang melihatnya," balas Ricky mengambil kotak berisikan cincin tersebut, lalu mengeluarkannya dari dalam sana.
Tanpa ragu, Ricky pun meraih tangan Sukma dan memasangkan cincinnya. Ini adalah kali pertama mereka bersentuhan tangan.
Ada rasa deg-degan yang di rasakan oleh Sukma, begitu juga dengan Ricky. Selama ini, Hakim yang sudah menjalin hubungan lama dengannya, tidak pernah bersikap se romantis ini, begitu juga dengan Ricky, ia sama sekali tidak pernah jatuh cinta dengan wanita manapun selain Sukma.
"Bagaimana? Cantik kan?" tanya Ricky terlihat bahagia.
"Iya, cantik. Makasih ya pak," jawab Sukma menganggukkan kepalanya.
"Sama-sama Sukma. Tersenyumlah seperti ini selalu. Jika kamu tidak nyaman, kamu boleh membuka dan menyimpannya," ucap laki-laki tampan itu.
Bersambung.....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!