Sinar Tak Diinginkan
Seorang gadis berambut panjang sedang berjalan tergesa gesa. Langkahnya cepat seakan mengejar sesuatu dengan keringat yang sudah membanjiri tubuhnya hingga pakaian yang dia kenakan terlihat basah di bagian atas. Gadis itu adalah Sinar. Setengah jam yang lalu dia mendapatkan kabar dari salah satu temannya jika Roki kekasihnya sedang sakit. Yang membuat Sinar khawatir, Roki demam tinggi dan sering mengigau menyebut namanya.
Sinar telah tiba di halaman rumah Roki. Wanita itu terlihat meletakkan tangannya di dadanya yang naik turun karena kelelahan. Wanita berkulit putih itu terlihat ragu untuk melangkah lebih maju ke arah pintu. Kedua matanya memperhatikan sekitar. Ini yang pertama kalinya, Sinar ke rumah ini dan tanpa teman pula.
"Apa tanggapan orang tua Roki, jika aku datang ke rumah mereka?" tanya Sinar dalam hati. Di Desa, itu seorang wanita mendatangi rumah kekasihnya adalah sesuatu hal yang tidak biasa. Jika ketahuan ke para tetangga bisa bisa menjadikan hal itu bahan gosip berbulan bulan. Hal seperti itulah yang membuat Sinar semakin ragu untuk mengetuk pintu rumah Roki. Tapi pesan Roki untuk meminta dirinya datang ke rumah ini membuat Sinar mengabaikan nasehat kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya mengetahui hal ini. Entah hukuman apa yang akan dia dapatkan nantinya.
Terlanjur basah sekalian saja menyelam. Itulah yang dilakukan Sinar saat ini. Sudah terlanjur sampai hingga di halaman rumah maka sekalian saja masuk ke dalam rumah. Setelah membulatkan hati. Akhirnya Sinar menggerakkan tangannya mengetuk pintu rumah itu.
Satu ketuk, dua ketuk hingga berkali kali Sinar mengetuk pintu rumah itu tidak ada tanda tanda hendak dibuka. Sinar mendorong pintu itu perlahan, hatinya semakin khawatir akan keadaan Roki yang sepertinya hanya sendirian di dalam rumah.
Benar saja, baru saja pintu terbuka sedikit. Sinar mendengar suara Roki yang lemah dan pelan menyuruh dirinya untuk masuk.
"Roki, kamu dimana?" tanya Sinar kencang. Jawaban Roki dari kamar menuntun langkah Sinar menuju kamar itu.
Sinar tertegun. Suara lemah Roki tidak sesuai dengan keadaan pria itu saat ini. Roki sedang duduk bersandar dengan kaki di luruskan di atas ranjang. Keadaan Roki tidak menunjukkan jika pria itu dalam keadaan sakit saat ini.
"Roki, kamu tidak sakit?" tanya Sinar penuh dengan kekecewaan. Dia sudah mempertaruhkan rasa malu demi menjumpai Roki di rumah itu yang ternyata alasan sakit hanya sebagai kebohongan. Roki tertawa. Laki laki itu turun dari ranjang dan menghampiri Sinar. Kebohongan yang sudah dia ciptakan bukan seperti sebuah kesalahan. Melihat sikap Roki yang tidak terlihat merasa bersalah membuat Sinar kesal.
"Ayo masuk!"
Sinar berusaha melepaskan tangannya yang sudah ditarik Roki supaya dirinya masuk ke dalam kamar.
"Tidak Roki. Kamu tidak sakit. Sebaiknya aku pulang saja."
"Siapa bilang aku tidak sakit. Aku sakit Sinar. Sakit rindu."
Roki mengelus lengan Sinar dengan lembut. Dan dengan halus juga Sinar menghindar dari elusan itu.
"Rindu bukan suatu penyakit. Kalau kamu rindu. Kita bisa bertemu di tempat biasa Roki. Aku takut kedatangan aku di rumah mu akan membuat fitnah di masyarakat dan penilaian orang tua mu kepada ku jadi buruk."
Roki hanya memperlihatkan senyuman manis kepada kekasihnya itu. Kebohongan yang dia ciptakan supaya Sinar bersedia ke rumah ini adalah unsur kesengajaan. Laki laki itu bosan jika hanya bertemu di warung Bu Imah yang berada di persimpangan jalan. Roki bosan dengan gaya pacaran yang hanya saling duduk bersebelahan dan bergenggaman tangan. Roki ingin lebih dari itu.
"Apa yang harus kamu takutkan sayang. Orang orang atau pun orang tuaku tidak akan mengetahui kedatangan kamu ke rumah ini. Bukankah hampir semua penduduk di tempat kita ini sedang bersenang senang di balai desa?"
Benar kata Roki. Orang orang saat ini sedang berpesta di balai desa. Kepala desa yang baru sedang mengadakan syukuran karena terpilih menjadi kepala desa untuk kedua kalinya. Sinar bisa berada di rumah ini saat ini juga karena kedua orang tuanya juga sedang berada di acara syukuran tersebut.
"Bagaimana kalau kita kesana sekarang?" kata Sinar. Meskipun kemungkinan kecil kedatangan ke rumah Roki tidak diketahui para tetangga. Tetap saja Sinar merasa tidak enak hati. Wanita itu sadar berduaan seperti ini hanya akan mendatangkan setan diantara mereka.
"Iya nanti. Kita akan kesana," jawab Roki tenang. Tidak ingin Roki mengajak dirinya kembali masuk ke dalam kamar. Sinar berjalan ke arah ruang tamu. Dia berpikir jika sewaktu waktu ada orang datang. Dirinya selayaknya seperti tamu pada umumnya.
"Sinar, aku melakukan ini karena aku ingin memberikan sesuatu kepada kamu dan menunjukkan keseriusan ku atas hubungan kita."
Roki mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah cincin yang kini hendak dipasangkan ke jari manis milik Sinar.
"Jangan seperti ini Roki. Kalau kamu memang serius dengan aku. Katakan itu kepada kedua orang tuaku."
Sinar menolak dengan halus cincin itu. Tapi Roki seakan tidak memperdulikan dan sedikit memaksa memasangkan cincin itu ke jari manis Sinar. Kata kata gombal yang keluar dari mulut Roki membuat Sinar tidak kuasa menolak pemberian cincin itu.
"Sekarang aku ingin melihat bagaimana keseriusan kamu Sinar. Apa kamu benar benar mencintai aku?" tanya Roki. Sinar menganggukkan kepalanya. Sinar mencintai Roki dengan tulus. Ketulusan hati itulah yang mengantarkan Sinar ke rumah ini karena terlalu khawatir akan kekasihnya itu.
"Aku ingin kamu membuktikan rasa cinta kamu itu kepadaku Sinar."
"Apa kedatangan ku ke rumah ini tidak membuktikan jika aku mencintai kamu Roki?. Kamu mengetahui bagaimana kedua orang tuaku. Jika mereka mengetahui aku menjumpai kamu ke rumah ini. Entah apa yang terjadi. Ini adalah bentuk bukti cintaku kepada mu," kata Sinar polos dan bingung. Sinar juga merasa kecewa karena sepertinya Roki tidak bisa melihat jika kekhawatiran dan nekad datang ke rumah ini adalah bentuk perjuangan cinta kepada laki laki itu.
"Ya, aku tahu. Bahwa ini adalah juga bukti cintamu. Tapi aku menginginkan lebih dari ini."
Setelah mengatakan itu. Roki mengulurkan tangannya membelai wajah Sinar. Sinar membiarkannya karena jika sekedar membelai wajah itu adalah hal biasa yang dilakukan Roki kepada setiap mereka bertemu meskipun di tempat umum.
Roki tersenyum penuh arti. Belaian itu tidak hanya di wajah tapi turun ke leher membuat Sinar bergerak karena kegelian. Roki tidak diam. Pria itu membisikkan kata kata sayang di telinga Sinar membuat wanita merasa geli sekaligus terbuai dan ada rasa lain karena helaan nafas Roki berhembus di telinganya. Roki mengetahui apa yang dirasakan Sinar saat itu. Laki laki itu dengan cepat mendaratkan bibirnya di bibir Sinar. Sinar membulatkan matanya. Daging kenyal itu sudah menempel di bibirnya. Membuat dirinya semakin tidak mengerti apa yang dirasakannya saat itu.
Roki ternyata pria yang sangat pintar dalam hal permainan bibir seperti ini. Berkat kepintarannya itu. Sinar tidak berdaya untuk menolak. Wanita itu menerima saja apa yang terjadi dengan bibirnya. Rasa aneh yang dirasakan Sinar di sekujur tubuhnya menuntun wanita itu membuka mulut dan bahkan membalas permainan Roki.
Roki senang. Pria itu merasa jika keinginannya bisa tercapai hari ini. Selama ini mereka hanya berpacaran dengan berpegangan tangan dan hari ini. Roki berhasil mendapatkan pengalaman pertama Sinar dalam berciuman.
"Jangan," kata Sinar. Wanita itu menahan tangan Roki yang sudah menjelahi tubuhnya bahkan ke inti tubuhnya. Dengan cepat Sinar mendorong wajah Roki dari hadapannya. Sinar juga bergerak menjauh dari hadapan Roki. Sinar tidak menyukai kelancangan Roki menyentuh tubuh yang seharusnya belum bisa karena mereka masih berpacaran.
"Mengapa Sinar. Sekarang atau nanti. Kita pasti akan melakukannya. Apa yang kamu takutkan?" tanya Roki seakan apa yang dilakukannya adalah hal biasa.
"Tidak Roki. Kita tidak bisa melakukannya sekarang. Kita belum menikah."
"Apa kamu mencintai aku Sinar?" tanya Roki kemudian mendekatkan tubuhnya kembali ke Sinar. Sikap Roki sangat lembut. Pria itu meraih tangan Sinar dan menciumnya.
"Aku mencintai kamu Roki."
"Aku ingin kamu membuktikan cinta mu kepada ku sebelum kita menikah Sinar. Jika kamu benar benar mencintai aku. Seharusnya kamu memberikan apa yang aku inginkan."
Roki berkata sambil mengelus rambut Sinar. Sinar menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju dengan permintaan Roki. Bukan hamil yang dia takutkan tapi Sinar takut akan dosa akan perbuatan terlarang itu. Nasehat ibu kandungnya terlintas di pikirannya jika dirinya bisa menyerahkan diri hanya kepada laki laki yang berstatus sebagai suaminya. Nasehat itu selalu teringat karena ibunya berkali kali menasehati Sinar supaya menjaga harga dirinya sebagai wanita terhormat.
"Itu bukan bukti cinta Roki. Melakukan hubungan itu sebelum menikah hanya akan membuat kita berdosa. Jika kamu tidak sabar ingin melakukannya. Nikahi aku segera."
Roki merapatkan giginya mendengar penolakan halus dari Sinar. Dia tidak membutuhkan ceramah itu. Dia belum memikirkan soal pernikahan. Keinginannya hanya untuk bersenang senang dan menikmati tubuh Sinar adalah keinginannya.
Sinar menarik nafas lega ketika Roki beranjak dari duduknya. Sinar berpikir jika Roki menerima perkataannya. Tapi beberapa detik kemudian. Sinar terkejut. Roki mengunci pintu depan dan mencabut kuncinya. Sinar ketakutan. Dia merasa dirinya dalam bahaya.
"Roki, apa yang kamu lakukan?"
"Mendapatkan apa yang aku mau. Dan kamu tidak bisa menolaknya."
Sinar merasakan tubuhnya bergetar melihat kilatan dari sorot mata Roki yang sepertinya ingin menerkam dirinya. Sinar berdiri dengan kaki gemetar. Dia hendak berlari tapi Roki sudah berhasil menangkap tubuhnya.
"Jangan Roki. Jangan. Lepaskan aku."
Sinar berontak hendak melepaskan diri dari cengkraman Roki yang sedang berusaha membuka pakaian atasnya dengan paksa. Sinar berusaha keras mempertahankan pakaiannya supaya tidak terlepas. Dia tidak akan membiarkan Roki melihat tubuhnya apalagi menggarap tubuhnya.
"Diam lah Sinar. Kalau kamu memberikannya dengan suka rela. Aku tidak akan memaksa kamu seperti ini."
Sinar terus berdoa dalam hati berharap ada seseorang yang menolong dirinya dari bahaya ini. Untuk berteriak minta tolong, mulutnya tidak bisa berbicara karena Roki menciumnya dengan buas. Berkali kali Sinar berusaha mendorong tubuh Roki tapi sepertinya tenaga Roki berlipat ganda. Bahkan pria itu semakin buas menarik pakaian Sinar hingga pakaian atasnya robek. Tidak ada lagi perasaan aneh yang membuat Sinar ingin menikmati ciuman ini. Yang ada, Sinar merasa sakit di hati karena perlakuan kasar Roki yang tidak menghargai dirinya lagi.
Sinar menangis tapi tidak pasrah. Dia tidak akan rela tubuhnya digarap oleh laki laki jahat ini. Sekuat tenaga Sinar melawan hingga Sinar berhasil menggigit bibir pria itu. Ketika Roki meringis dan menyentuh bibirnya yang sudah berdarah. Dengan cepat Sinar mendorong tubuh Roki hingga terduduk di lantai. Kesempatan itu digunakan Sinar untuk menjauh dan berlari ke arah pintu. Sinar lupa jika kunci sudah berada di kantong celana milik Roki. Sinar berlari memutari ruang tamu itu sedangkan Roki juga berusaha menangkap dirinya dengan wajah yang penuh kemarahan.
"Kamu tidak bisa keluar dari rumah ini sebelum kamu menyerahkan keperawanmu kepada ku Sinar," kata Roki dengan wajah memerah karena murka dengan perlawanan Sinar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
queen
mampir thor karya mu yg muncul diberanda noveltoon
2023-03-17
0
adiah diah
Aku baru mampir thor 😊😊
2023-02-19
0
CAHAYA BULAN
lh namaku jadi pemeran tokoh utama toh
2023-02-11
0