Seorang gadis berambut panjang sedang berjalan tergesa gesa. Langkahnya cepat seakan mengejar sesuatu dengan keringat yang sudah membanjiri tubuhnya hingga pakaian yang dia kenakan terlihat basah di bagian atas. Gadis itu adalah Sinar. Setengah jam yang lalu dia mendapatkan kabar dari salah satu temannya jika Roki kekasihnya sedang sakit. Yang membuat Sinar khawatir, Roki demam tinggi dan sering mengigau menyebut namanya.
Sinar telah tiba di halaman rumah Roki. Wanita itu terlihat meletakkan tangannya di dadanya yang naik turun karena kelelahan. Wanita berkulit putih itu terlihat ragu untuk melangkah lebih maju ke arah pintu. Kedua matanya memperhatikan sekitar. Ini yang pertama kalinya, Sinar ke rumah ini dan tanpa teman pula.
"Apa tanggapan orang tua Roki, jika aku datang ke rumah mereka?" tanya Sinar dalam hati. Di Desa, itu seorang wanita mendatangi rumah kekasihnya adalah sesuatu hal yang tidak biasa. Jika ketahuan ke para tetangga bisa bisa menjadikan hal itu bahan gosip berbulan bulan. Hal seperti itulah yang membuat Sinar semakin ragu untuk mengetuk pintu rumah Roki. Tapi pesan Roki untuk meminta dirinya datang ke rumah ini membuat Sinar mengabaikan nasehat kedua orang tuanya. Jika kedua orang tuanya mengetahui hal ini. Entah hukuman apa yang akan dia dapatkan nantinya.
Terlanjur basah sekalian saja menyelam. Itulah yang dilakukan Sinar saat ini. Sudah terlanjur sampai hingga di halaman rumah maka sekalian saja masuk ke dalam rumah. Setelah membulatkan hati. Akhirnya Sinar menggerakkan tangannya mengetuk pintu rumah itu.
Satu ketuk, dua ketuk hingga berkali kali Sinar mengetuk pintu rumah itu tidak ada tanda tanda hendak dibuka. Sinar mendorong pintu itu perlahan, hatinya semakin khawatir akan keadaan Roki yang sepertinya hanya sendirian di dalam rumah.
Benar saja, baru saja pintu terbuka sedikit. Sinar mendengar suara Roki yang lemah dan pelan menyuruh dirinya untuk masuk.
"Roki, kamu dimana?" tanya Sinar kencang. Jawaban Roki dari kamar menuntun langkah Sinar menuju kamar itu.
Sinar tertegun. Suara lemah Roki tidak sesuai dengan keadaan pria itu saat ini. Roki sedang duduk bersandar dengan kaki di luruskan di atas ranjang. Keadaan Roki tidak menunjukkan jika pria itu dalam keadaan sakit saat ini.
"Roki, kamu tidak sakit?" tanya Sinar penuh dengan kekecewaan. Dia sudah mempertaruhkan rasa malu demi menjumpai Roki di rumah itu yang ternyata alasan sakit hanya sebagai kebohongan. Roki tertawa. Laki laki itu turun dari ranjang dan menghampiri Sinar. Kebohongan yang sudah dia ciptakan bukan seperti sebuah kesalahan. Melihat sikap Roki yang tidak terlihat merasa bersalah membuat Sinar kesal.
"Ayo masuk!"
Sinar berusaha melepaskan tangannya yang sudah ditarik Roki supaya dirinya masuk ke dalam kamar.
"Tidak Roki. Kamu tidak sakit. Sebaiknya aku pulang saja."
"Siapa bilang aku tidak sakit. Aku sakit Sinar. Sakit rindu."
Roki mengelus lengan Sinar dengan lembut. Dan dengan halus juga Sinar menghindar dari elusan itu.
"Rindu bukan suatu penyakit. Kalau kamu rindu. Kita bisa bertemu di tempat biasa Roki. Aku takut kedatangan aku di rumah mu akan membuat fitnah di masyarakat dan penilaian orang tua mu kepada ku jadi buruk."
Roki hanya memperlihatkan senyuman manis kepada kekasihnya itu. Kebohongan yang dia ciptakan supaya Sinar bersedia ke rumah ini adalah unsur kesengajaan. Laki laki itu bosan jika hanya bertemu di warung Bu Imah yang berada di persimpangan jalan. Roki bosan dengan gaya pacaran yang hanya saling duduk bersebelahan dan bergenggaman tangan. Roki ingin lebih dari itu.
"Apa yang harus kamu takutkan sayang. Orang orang atau pun orang tuaku tidak akan mengetahui kedatangan kamu ke rumah ini. Bukankah hampir semua penduduk di tempat kita ini sedang bersenang senang di balai desa?"
Benar kata Roki. Orang orang saat ini sedang berpesta di balai desa. Kepala desa yang baru sedang mengadakan syukuran karena terpilih menjadi kepala desa untuk kedua kalinya. Sinar bisa berada di rumah ini saat ini juga karena kedua orang tuanya juga sedang berada di acara syukuran tersebut.
"Bagaimana kalau kita kesana sekarang?" kata Sinar. Meskipun kemungkinan kecil kedatangan ke rumah Roki tidak diketahui para tetangga. Tetap saja Sinar merasa tidak enak hati. Wanita itu sadar berduaan seperti ini hanya akan mendatangkan setan diantara mereka.
"Iya nanti. Kita akan kesana," jawab Roki tenang. Tidak ingin Roki mengajak dirinya kembali masuk ke dalam kamar. Sinar berjalan ke arah ruang tamu. Dia berpikir jika sewaktu waktu ada orang datang. Dirinya selayaknya seperti tamu pada umumnya.
"Sinar, aku melakukan ini karena aku ingin memberikan sesuatu kepada kamu dan menunjukkan keseriusan ku atas hubungan kita."
Roki mengeluarkan sesuatu dari saku celananya. Sebuah cincin yang kini hendak dipasangkan ke jari manis milik Sinar.
"Jangan seperti ini Roki. Kalau kamu memang serius dengan aku. Katakan itu kepada kedua orang tuaku."
Sinar menolak dengan halus cincin itu. Tapi Roki seakan tidak memperdulikan dan sedikit memaksa memasangkan cincin itu ke jari manis Sinar. Kata kata gombal yang keluar dari mulut Roki membuat Sinar tidak kuasa menolak pemberian cincin itu.
"Sekarang aku ingin melihat bagaimana keseriusan kamu Sinar. Apa kamu benar benar mencintai aku?" tanya Roki. Sinar menganggukkan kepalanya. Sinar mencintai Roki dengan tulus. Ketulusan hati itulah yang mengantarkan Sinar ke rumah ini karena terlalu khawatir akan kekasihnya itu.
"Aku ingin kamu membuktikan rasa cinta kamu itu kepadaku Sinar."
"Apa kedatangan ku ke rumah ini tidak membuktikan jika aku mencintai kamu Roki?. Kamu mengetahui bagaimana kedua orang tuaku. Jika mereka mengetahui aku menjumpai kamu ke rumah ini. Entah apa yang terjadi. Ini adalah bentuk bukti cintaku kepada mu," kata Sinar polos dan bingung. Sinar juga merasa kecewa karena sepertinya Roki tidak bisa melihat jika kekhawatiran dan nekad datang ke rumah ini adalah bentuk perjuangan cinta kepada laki laki itu.
"Ya, aku tahu. Bahwa ini adalah juga bukti cintamu. Tapi aku menginginkan lebih dari ini."
Setelah mengatakan itu. Roki mengulurkan tangannya membelai wajah Sinar. Sinar membiarkannya karena jika sekedar membelai wajah itu adalah hal biasa yang dilakukan Roki kepada setiap mereka bertemu meskipun di tempat umum.
Roki tersenyum penuh arti. Belaian itu tidak hanya di wajah tapi turun ke leher membuat Sinar bergerak karena kegelian. Roki tidak diam. Pria itu membisikkan kata kata sayang di telinga Sinar membuat wanita merasa geli sekaligus terbuai dan ada rasa lain karena helaan nafas Roki berhembus di telinganya. Roki mengetahui apa yang dirasakan Sinar saat itu. Laki laki itu dengan cepat mendaratkan bibirnya di bibir Sinar. Sinar membulatkan matanya. Daging kenyal itu sudah menempel di bibirnya. Membuat dirinya semakin tidak mengerti apa yang dirasakannya saat itu.
Roki ternyata pria yang sangat pintar dalam hal permainan bibir seperti ini. Berkat kepintarannya itu. Sinar tidak berdaya untuk menolak. Wanita itu menerima saja apa yang terjadi dengan bibirnya. Rasa aneh yang dirasakan Sinar di sekujur tubuhnya menuntun wanita itu membuka mulut dan bahkan membalas permainan Roki.
Roki senang. Pria itu merasa jika keinginannya bisa tercapai hari ini. Selama ini mereka hanya berpacaran dengan berpegangan tangan dan hari ini. Roki berhasil mendapatkan pengalaman pertama Sinar dalam berciuman.
"Jangan," kata Sinar. Wanita itu menahan tangan Roki yang sudah menjelahi tubuhnya bahkan ke inti tubuhnya. Dengan cepat Sinar mendorong wajah Roki dari hadapannya. Sinar juga bergerak menjauh dari hadapan Roki. Sinar tidak menyukai kelancangan Roki menyentuh tubuh yang seharusnya belum bisa karena mereka masih berpacaran.
"Mengapa Sinar. Sekarang atau nanti. Kita pasti akan melakukannya. Apa yang kamu takutkan?" tanya Roki seakan apa yang dilakukannya adalah hal biasa.
"Tidak Roki. Kita tidak bisa melakukannya sekarang. Kita belum menikah."
"Apa kamu mencintai aku Sinar?" tanya Roki kemudian mendekatkan tubuhnya kembali ke Sinar. Sikap Roki sangat lembut. Pria itu meraih tangan Sinar dan menciumnya.
"Aku mencintai kamu Roki."
"Aku ingin kamu membuktikan cinta mu kepada ku sebelum kita menikah Sinar. Jika kamu benar benar mencintai aku. Seharusnya kamu memberikan apa yang aku inginkan."
Roki berkata sambil mengelus rambut Sinar. Sinar menggelengkan kepalanya pertanda tidak setuju dengan permintaan Roki. Bukan hamil yang dia takutkan tapi Sinar takut akan dosa akan perbuatan terlarang itu. Nasehat ibu kandungnya terlintas di pikirannya jika dirinya bisa menyerahkan diri hanya kepada laki laki yang berstatus sebagai suaminya. Nasehat itu selalu teringat karena ibunya berkali kali menasehati Sinar supaya menjaga harga dirinya sebagai wanita terhormat.
"Itu bukan bukti cinta Roki. Melakukan hubungan itu sebelum menikah hanya akan membuat kita berdosa. Jika kamu tidak sabar ingin melakukannya. Nikahi aku segera."
Roki merapatkan giginya mendengar penolakan halus dari Sinar. Dia tidak membutuhkan ceramah itu. Dia belum memikirkan soal pernikahan. Keinginannya hanya untuk bersenang senang dan menikmati tubuh Sinar adalah keinginannya.
Sinar menarik nafas lega ketika Roki beranjak dari duduknya. Sinar berpikir jika Roki menerima perkataannya. Tapi beberapa detik kemudian. Sinar terkejut. Roki mengunci pintu depan dan mencabut kuncinya. Sinar ketakutan. Dia merasa dirinya dalam bahaya.
"Roki, apa yang kamu lakukan?"
"Mendapatkan apa yang aku mau. Dan kamu tidak bisa menolaknya."
Sinar merasakan tubuhnya bergetar melihat kilatan dari sorot mata Roki yang sepertinya ingin menerkam dirinya. Sinar berdiri dengan kaki gemetar. Dia hendak berlari tapi Roki sudah berhasil menangkap tubuhnya.
"Jangan Roki. Jangan. Lepaskan aku."
Sinar berontak hendak melepaskan diri dari cengkraman Roki yang sedang berusaha membuka pakaian atasnya dengan paksa. Sinar berusaha keras mempertahankan pakaiannya supaya tidak terlepas. Dia tidak akan membiarkan Roki melihat tubuhnya apalagi menggarap tubuhnya.
"Diam lah Sinar. Kalau kamu memberikannya dengan suka rela. Aku tidak akan memaksa kamu seperti ini."
Sinar terus berdoa dalam hati berharap ada seseorang yang menolong dirinya dari bahaya ini. Untuk berteriak minta tolong, mulutnya tidak bisa berbicara karena Roki menciumnya dengan buas. Berkali kali Sinar berusaha mendorong tubuh Roki tapi sepertinya tenaga Roki berlipat ganda. Bahkan pria itu semakin buas menarik pakaian Sinar hingga pakaian atasnya robek. Tidak ada lagi perasaan aneh yang membuat Sinar ingin menikmati ciuman ini. Yang ada, Sinar merasa sakit di hati karena perlakuan kasar Roki yang tidak menghargai dirinya lagi.
Sinar menangis tapi tidak pasrah. Dia tidak akan rela tubuhnya digarap oleh laki laki jahat ini. Sekuat tenaga Sinar melawan hingga Sinar berhasil menggigit bibir pria itu. Ketika Roki meringis dan menyentuh bibirnya yang sudah berdarah. Dengan cepat Sinar mendorong tubuh Roki hingga terduduk di lantai. Kesempatan itu digunakan Sinar untuk menjauh dan berlari ke arah pintu. Sinar lupa jika kunci sudah berada di kantong celana milik Roki. Sinar berlari memutari ruang tamu itu sedangkan Roki juga berusaha menangkap dirinya dengan wajah yang penuh kemarahan.
"Kamu tidak bisa keluar dari rumah ini sebelum kamu menyerahkan keperawanmu kepada ku Sinar," kata Roki dengan wajah memerah karena murka dengan perlawanan Sinar.
Dalam tangis dan Sinar berjuang terus keluar dari rumah itu. Wanita sadar jika Roki bukan laki laki yang seperti yang dia pikirkan selama ini. Roki pernah menjadi pria impian untuk dijadikan sebagai suami. Dan melihat bagaimana kebejatan laki laki itu saat ini. Sinar menghapus nama laki laki itu dari hatinya. Dia hanya ingin keluar secepatnya dari rumah itu. Sinar merasa dirinya sangat bodoh karena percaya dengan perkataan salah satu teman Roki yang mengatakan laki laki itu sakit yang ternyata hanya sebagai perangkap supaya dirinya bisa menyerahkan tubuhnya kepada Roki.
Sinar dan Roki berhadapan dengan jarak beberapa meter. Sinar bergerak menjauh ketika Roki hendak mendekati dirinya. Keadaan ruang tamu itu sudah berantakan seperti kapal pecah karena Sinar melemparkan apa saja yang dapat diraih tangannya ke arah Roki. Tapi lemparannya satupun tidak kena sasaran karena Sinar melakukan hal itu dalam ketakutan. Sinar bisa melihat jika Roki adalah setan berwujud manusia.
Kesedihan dan ketakutan Sinar sepertinya alam ikut merasakannya. Suara petir yang bersahutan membuat suasana semakin mencekam ditambah dengan suara tertawa Roki yang terbahak bahak.
"Lihatlah, bahkan alam ikut mendukung kita untuk melakukan itu. Ayolah Sinar. Jangan jual mahal. Wanita miskin seperti kamu, jangankan jual mahal. Jual murah pun tidak akan laku. Hanya aku laki laki yang mau mempunyai pacar dari keluarga miskin seperti kamu."
Roki tidak hanya menghina dirinya dengan mengajak berhubungan terlarang tapi ternyata menghina keadaan keluarga yang miskin. Kata kata Roki membuat Sinar semakin terluka. Wanita itu tidak menanggapi perkataan Roki karena dirinya sibuk memikirkan bagaimana bisa keluar dari tempat ini.
"Apa aku harus membayar perawan mu. Berapa yang kamu inginkan. Aku bisa membayar berapa yang kamu mau. Atau jangan jangan kamu tidak perawan lagi. Ayo kita buktikan sekarang. Kamu masih perawan atau tidak."
Roki terus mengoceh dan bergerak mendekati Sinar. Tapi Sinar tidak tinggal diam. Matanya mengawasi pergerakan Roki. Begitu Roki bergerak. Wanita itu juga bergerak menjauh. Meskipun dia sudah sangat muak mendengar kata kata Roki. Hanya air mata yang mampu keluar dari kedua matanya.
Menyadari dirinya sudah terdesak. Akhirnya, Sinar berteriak minta tolong. Sinar berharap ada orang yang mendengar teriakan nya. Dia tidak perduli jika dirinya akan menjadi bahan gosip setelah ini, yang Sinar ingin bisa keluar dari rumah ini dengan mempertahankan kehormatanya.
"Berteriak lah sekencang mungkin. Orang orang tidak akan mendengar. Suara mu kalah dengan suara petir dan suara hujan."
Benar kata Roki. Hujan yang semakin deras tidak akan membuat suara minta tolong dari rumah itu terdengar sampai ke luar rumah.
"Tolong Roki. Lepaskan aku," kata Sinar memohon dengan nada putus asa. Mereka sudah berkejar kejaran di sekitar rumah itu tapi Sinar tidak menemukan jalan keluar. Bahkan kini, posisinya terdesak di depan pintu samping rumah itu.
"Pasti. Aku akan melepaskan kamu setelah apa yang aku mau aku dapatkan. Aku pun tidak berniat membuat kamu berlama lama di rumah ini. Jadi tenanglah Sinar. Berikan yang aku mau. Aku hanya menginginkan tubuh mu."
Roki kini sudah tepat dihadapan Sinar. Wanita itu tidak bisa lagi menghindar karena usahanya yang tidak berhasil untuk membuka pintu samping itu membuat dirinya kini terdesak dan Roki kini sudah menarik tangannya dengan kasar.
Sinar diseret bagaikan binatang menuju kamar. Sinar juga dibanting ke atas tempat tidur membuat wanita itu mengaduh kesakitan karena bokongnya menyentuh sisi tempat tidur yang terbuat dari kayu sebelum dirinya mendarat di tempat tidur. Ternyata kebengisan Roki tidak hanya disitu saja. Roki juga meninju kedua paha Sinar dengan kuat sehingga Sinar merasakan sakit yang luar biasa dan tidak leluasa menggerakkan kedua kakinya untuk melarikan diri.
Sinar hanya dapat menangis dan menggelengkan kepalanya ketika Roki sudah melepaskan pakaiannya dan yang tersisa hanya pengaman dalam saja. Sinar semakin kencang berteriak meminta tolong. Wanita itu benar benar menyadari jika bahaya itu akan terjadi pada dirinya saat ini. Meskipun seperti itu, Sinar masih optimis bisa keluar dari rumah ini tanpa kehilangan kehormatanya.
Sinar terus berontak ketika Roki sudah menindih tubuhnya. Sinar dapat merasakan tonjolan keras dari inti tubuh Roki. Sinar terus mempertahankan pakaiannya supaya Roki tidak berhasil membukanya. Beruntung, Sinar memakai celana jeans yang pas badan sehingga Roki terlihat kesulitan membuka kancing celana miliknya.
Pukulan tangan Sinar yang mendarat di punggung Roki tidak berarti apa apa bagi pria itu. Segala perlawanan Sinar membuat Roki semakin beringas. Dengan kasar, Roki menarik pakaian atas milik Sinar hingga robek dan terlepas dari tubuh Sinar.
Sinar memelas minta dilepaskan tapi itu tidak membuat Roki berbelas kasihan. Pria itu semakin kasar meraba kedua gunung kembar milik Sinar. Kedua tangan Sinar yang sudah diletakkan diatas kepala dengan satu tangan Roki yang memegang membuat Sinar tidak bisa melawan.
Sinar tidak menyerah. Dia tidak sudi menyerahkan tubuhnya kepada Roki meskipun dengan terpaksa seperti ini. Ditengah rasa takut yang menyelimuti hatinya. Sinar menemukan akal. Wanita itu membenturkan keningnya ke kening Roki membuat Roki melepaskan ciuman buasnya. Sinar merasakan sakit yang luar biasa karena itu tapi dia tidak perduli.
Melihat Roki lengah, Sinar kembali melancarkan perlawanannya. Melihat hal itu, Roki tidak tinggal diam. Pria itu melepaskan tangannya dari kedua tangan Sinar dan kini menampar Sinar berkali kali.
"Kamu kira dengan melawan seperti ini, kamu bisa lepas dari ku Sinar?" kata Roki dengan tatapan garang. Kedua pipi Sinar yang memerah tidak membuat pria itu kasihan. Dengan kasar, Roki kembali berusaha menarik celana Sinar. Sinar tetap berontak dan disaat itulah dirinya melihat sebuah gelas kaca yang tidak jauh dari meja kecil di dekat tempat tidur. Sinar menjangkau gelas tersebut di saat celana jeans miliknya sudah terlepas dari kakinya.
Dengan cepat, Sinar memukul kepala Roki dengan gelas di saat pria itu membungkuk hendak menarik celana pengaman milik Sinar. Roki berdarah dan gelas kaca itu pecah di kepala Roki. Sinar juga berusaha keras beranjak duduk. Rasa sakit di kakinya masih jelas terasa karena pukulan Roki ditambah dengan serpihan gelas kaca yang ada menancap di salah satu pahanya.
Sinar tidak memperdulikan itu. Dengan rasa sakit di kaki dan pipinya. Sinar berhasil turun dari tempat tidur. Ternyata rasa sakit akibat di kepala Roki tidak menyurutkan pria itu mengurungkan niatnya. Pria itu berdiri tegak menghadang langkah Sinar dengan tatapan tajam. Sinar tidak tinggal diam. Dia mengangkat kursi yang terbuat dari kayu dan memukul kepala Roki.
Bruk
Sinar merasa tidak percaya dengan apa yang dilihat ya. Roki sudah terjatuh dengan kepala yang mengeluarkan banyak darah.
"Roki, roki. Bangun."
Sinar panik. Roki tidak berkutik lagi dengan mata yang terpejam. Ketakutan yang melanda Sinar melebihi ketakutan sebelumnya melihat Roki tidak bergerak. Sinar takut, Roki kehilangan nyawa karena perbuatannya.
Melihat Roki tidak bergerak sama sekali. Sinar meraih celana laki laki itu yang tidak jauh berada dari Roki yang tergeletak. Sinar meraba saku celana tersebut dan mengambil kunci dari sana.
Dengan suara tangisan dan tubuh yang gemetar. Sinar keluar dari kamar itu setelah terlebih dahulu memakai celana jeans dan pakaian atasnya yang sudah robek.
Baru saja Sinar membuka pintu. Seorang wanita muda yang tidak dikenalnya sedang berdiri tepat di hadapan pintu.
"Siapa kamu?" tanya wanita tajam dan penuh selidik memperhatikan penampilan Sinar.
"Kamu siapa?" tanya Sinar balik.
"Aku pacar Roki. Minggir." Wanita itu masuk setelah menyingkirkan tubuh Sinar dari
Sinar tertegun mendengar pengakuan wanita itu. Pacar Roki?. Itu berarti, selama ini Roki mempunyai pacar selain dirinya.
"Roki," pekik wanita itu begitu melihat keadaan Roki. Sinar terkejut. Teriakan minta tolong dari dalam rumah ternyata terdengar oleh orang orang berpayung yang melintas dari depan rumah itu.
"Dia pelaku nya."
Kejar kejaran antara Sinar dan beberapa orang yang kebetulan melintas tadi itu akhirnya terjadi juga. Sebagian orang orang berpayung itu masuk ke dalam rumah Roki. Mendengar teriakan minta tolong dan panik yang berlebihan membuat sebagian orang itu tertarik untuk melihat apa yang terjadi di dalam rumah Roki. Dan ada tiga orang laki laki yang mengejar Sinar. Sekuat tenaga, Sinar berlari. Air mata dan air hujan bercampur membasahi wajahnya. Tapi hal itu tidak membuat Sinar menyerah. Sinar terus berlari tak tentu arah. Tujuannya bukan lagi rumah kedua orang tuanya. Bagi Sinar saat ini adalah dirinya tidak boleh ditangkap oleh orang orang tersebut.
Sama seperti Sinar yang terus berlari. Tiga laki laki itu juga terus mengejarnya. Jarak diantara mereka cukup jauh membuat Sinar merasa sedikit lega karena tiga laki laki itu pasti tidak mengenali dirinya. Arah yang tidak tentu yang ditempuh Sinar akhirnya mengantarkan wanita itu ke tepi sungai.
Sinar kembali terdesak dan semakin panik. Sinar menyusuri sisi sungai itu untuk menghilangkan jejak tapi permukaan tanah yang datar selalu membuat dirinya terlihat oleh ketiga laki laki tersebut. Sinar memandangi dan memperhatikan arus sungai yang deras itu dengan ketakutan yang luar biasa. Dan di saat bersamaan, tiga laki laki itu semakin mendekat. Hanya dua pilihan Sinar saat ini. Menyerahkan diri kepada tiga laki laki itu atau melompat ke dalam sungai.
Sinar semakin gemetar dengan suara tangis yang tertahan. Sungai itu dikenal dengan sungai berbahaya karena setiap orang yang terjatuh ke sungai pasti tidak akan selamat. Jarak dari tempat Sinar berdiri ke air sungai sekitar tujuh meter. Kecil kemungkinan, Sinar bisa selamat jika melompat ke sungai tersebut. Sungai ini juga adalah sungai pembatas dengan daerah terisolasi di seberang sungai yang minim teknologi. Jika pun selamat, pasti terdampar di seberang sungai.
Dan jika dirinya menyerahkan diri. Sinar pasti dituduh membunuh atau bahkan dimasukkan ke dalam penjara. Tapi bukan itu yang ditakutkan oleh Sinar. Sinar takut kedua orang tuanya akan bersedih mengetahui apa yang diperbuatnya hari ini.
"Tidak, mereka tidak boleh mengetahui bahwa aku lah yang menyebabkan Roki terluka," kata Sinar dalam hati. Dalam hati, Sinar berdoa supaya Roki masih hidup. Bagaimanapun kebencian Sinar saat ini akan Roki. Sinar sangat berharap laki laki itu bisa selamat. Sinar tidak ingin laki laki itu mati dan dirinya dicap sebagai pembunuh.
"Gadis itu sepertinya, putri dari pak Ilham."
Samar samar Sinar mendengar salah satu dari tiga laki laki itu menyebut nama ayahnya. Hal itu membuat Sinar semakin takut karena ternyata dirinya dikenal oleh mereka.
Tidak ada lagi yang dipikirkan Sinar selain terhindar dari tiga laki laki itu. Jika melompat ke dalam sungai akan membuat dirinya mati itu akan lebih bagus daripada dirinya selamat tapi hanya memberikan aib kepada keluarganya. Setidaknya Sinar bangga mati karena mempertahankan harga diri dan kehormatannya.
Sekilas pemikiran itu melintas di pikirannya. Tapi hati nuraninya kembali berontak. Melompat ke sungai sama saja dengan bunuh diri yang tentunya itu adalah dosa terkutuk yang paling dibenci oleh sang Pencipta. Dalam hati, Sinar membela perbuatannya sendiri. Dia terpaksa melukai Roki hanya karena menjaga kehormatanya. Mengingat alasannya mengapa dirinya melukai Roki membuat Sinar bertekad dalam hati untuk bisa selamat dari ketiga laki laki itu dan selamat dari tuduhan pembunuhan nantinya. Sinar memutar otak bagaimana supaya dirinya bisa selamat tanpa tertangkap oleh tiga laki laki itu.
"Hei, mau lari kemana kamu?" teriak salah satu dari tiga laki laki itu. Jarak mereka yang sudah hampir seratus meter dari Sinar membuat gadis itu nekad menurunkan kakinya. Sinar berpegangan ke tumbuhan kecil yang ada ditepi tebing itu. Dengan satu tangannya, Sinar berusaha menjatuhkan batu yang lumayan besar ke sungai supaya orang orang yang mengejarnya berpikir jika dirinya yang melompat ke dalam sungai.
Apa yang dipikirkan dan yang dilakukan oleh Sinar bisa meyakinkan tiga laki laki itu jika dirinya yang melompat ke dalam air. Suara batu yang terlempar ke sungai menyakinkan ketiga laki laki itu bahwa Sinar lah yang terjatuh ke dalam sungai.
"Gadis itu tidak mungkin putri pak Ilham."
"Aku juga berpikir begitu. Gadis itu pasti pendatang baru yang tidak mengetahui bagaimana angkernya sungai ini."
"Aku juga berpikir seperti itu. Lagi pula siapapun gadis itu. Kita akan cepat mengetahuinya meskipun sudah berubah menjadi mayat."
Sambil menahan diri bergantung di tumbuhan kecil dan menahan dirinya supaya tidak bergerak, Sinar merasa lega mendengar perkataan ketiga laki laki itu karena dirinya tidak dikenali. Sinar merasakan tangannya pegal, meskipun suara ketiga laki laki itu tidak terdengar. Sinar tidak langsung naik ke atas. Butuh beberapa menit, Sinar akhirnya bergerak hendak naik.
Perlahan tapi pasti. Dengan sisa sisa tenaganya. Sinar berhasil menjauhkan diri dari persembunyiannya. Sinar juga merasa lega karena ketiga laki laki itu tidak terlihat lagi. Sinar tidak memutuskan langsung pulang ke rumah orang tuanya karena hari masih terang meskipun gerimis masih turun. Sinar tidak ingin mengundang perhatian orang orang karena pakaian atasnya yang sudah robek. Sinar berpikir akan lebih bagus pulang ke rumah ketika hari sudah hampir gelap. Itu artinya, Sinar akan berada di tepi sungai itu untuk beberapa jam kemudian.
Suara tangisan Sinar akhirnya pecah di tepi sungai itu. Sakit hati karena hampir dinodai oleh Roki membuat Sinar merasa dirinya hanya sebagai permainan untuk laki laki itu. Sakit hati itu semakin menganga ketika mengingat jika ternyata ada wanita lain di hati Roki.
"Aku benci. Benci kamu Roki," pekik Sinar sambil melepaskan cincin yang tadi diberikan Roki kepada dirinya. Sinar memperhatikan cincin itu sekilas sebelum dibuang. Sinar merasa bodoh. Ternyata cincin yang disematkan Roki di jarinya bukanlah cincin emas atau cincin Berlian melainkan cincin tiruan yang menyerupai emas. Untuk memastikan kecurigaannya, Sinar menggosok batu kecil ke permukaan cincin dan benar saja. Warna emas yang melekat di cincin itu terkelupas.
Menyadari hal itu. Sinar merasa jika Roki memang sudah merencanakan kejadian hari ini, jauh jauh hari sebelumnya.
"Semoga kamu masih bernyawa Roki dan tidak akan pernah menemukan gadis setulus aku mencintai kamu. Seperti membuang cincin tiruan ini ke dalam sungai. Seperti itulah aku membuang kamu dari hatiku."
Sinar berkata dalam hati dan sudah berdiri di tepi sungai. Tanpa pikir panjang, Sinar membuang cincin itu ke dalam sungai.
"Kamu bukan lagi kekasihku," kata Sinar sambil memejamkan matanya. Sinar mengusap air matanya dengan kasar. Impian pernikahan yang indah bersama Roki hancur berkeping keping. Bukan hanya impiannya tapi juga impian kedua orang tua Roki yang sudah merestui hubungan mereka. Seandainya Roki serius menjalani hubungan dengan Sinar. Tidak akan terhalang restu.
Baru saja Sinar membuka matanya. Gadis itu terkejut melihat pemandangan yang tidak biasa di dalam sungai. Seseorang yang terseret arus sungai. Pergerakan itu sangat cepat karena arus sungai yang deras.
Sinar berlari sepanjang tepi sungai itu mengikuti pergerakan orang yang terbawa sungai itu. Sinar bahkan berteriak minta tolong berharap ada yang bisa menolong pria berkoas merah itu. Gadis itu lupa jika dirinya juga adalah seseorang yang sedang dicari saat ini. Dan tentu saja tidak ada yang datang karena cuaca yang kurang bagus saat ini membuat banyak orang lebih betah di dalam rumah.
Sambil berlari. Sinar terus berdoa dalam hati. Matanya terus mengawasi pria berkaos merah itu. Sinar berharap ada keajaiban yang bisa menahan tubuh pria itu supaya tidak terseret lagi.
Doa Sinar terkabulkan. Pria berkaos merah itu tidak terseret lagi dan sepertinya tersangkut di akar pohon yang menjalar ke dalam sungai. Hanya kepala yang terlihat. Hanya saja, posisi pria berkaos merah itu lebih dekat ke seberang sungai daripada ke tepi dimana Sinar sedang berdiri.
"Syukurlah," kata Sinar sedikit lega.
Rasa lega itu hanya sebentar dirasakan oleh Sinar karena menyadari jika posisi pria itu masih dalam berbahaya. Jika tidak cepat ditolong bisa dipastikan pria itu kembali terseret air sungai. Alarm bahaya semakin jelas ketika kembali terdengar suara petir dan kilat yang saling bersahutan.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!