Pertolongan Sinar tidak sia sia. Atas bantuan pak Ilham. Pria berkaos merah itu bisa diseret ke tepi sungai. Berkali kali, Sinar dan Pak Ilham memberikan pertolongan pertama kepada pria itu tapi hasilnya masih nihil. Pria itu belum sadarkan diri. Meskipun, Sinar tidak mengenal pria itu. Tapi wajahnya diliputi kekhawatiran.
Kondisi pria berkaos merah itu sangat memprihatinkan. Mungkin karena terbawa arus dan membentur bebatuan membuat wajah dan tangannya penuh luka. Dan sepertinya kakinya juga mengalami patah tulang.
Satu hal yang tidak bisa membuat pak Ilham dan Sinar membawa pria berkaos merah itu ke desa mereka karena status Sinar saat ini adalah orang yang sedang dicari oleh polisi. Meskipun Sinar belum menceritakan kejadian di rumah Roki dan pak Ilham juga belum bertanya kebenarannya. Pak Ilham sudah sangat yakin jika Sinar adalah pelaku yang melukai Roki. Bagi pak Ilham, saat ini yang terpenting adalah keselamatan pria berkaos merah itu dan keamanan Sinar.
Tidak ingin pertolongan mereka sia sia. Akhirnya pak Ilham dan Sinar membawa pria berkaos merah itu menjauh dari tepi sungai itu. Tujuan mereka adalah sebuah perkampungan terilosi yang jauh dari desa mereka. Pak Ilham melakukan itu bukan hanya untuk keamanan Sinar saja tapi juga keselamatan pria berkaos merah itu. Di perkampungan terilosi itu, ada seorang kakek yang bisa mengobati pria berkaos merah itu dengan ramuan traditional.
Perjalanan satu jam berjalan kaki itu akhirnya tiba juga.
"Ilham, Sinar. Siapa ini?" tanya kakek itu terkejut. Pria tua itu adalah kakek Sinar yang masih bertahan tinggal di perkampungan itu dengan penduduk lainnya. Dia tinggal seorang diri karena tidak bersedia ikut pindah ke desa dimana Sinar dan keluarganya tinggal.
"Tolong segera diobati pak. Aku tidak bisa berlama lama disini," kata pak Ilham setelah membaringkan pria berkaos merah itu di bangku kayu panjang yang terletak di dalam rumah. Dia harus kembali ke rumahnya. Sinar yang sedari tadi terdiam sepanjang perjalanan merasa bersalah dan takut akan sikap dingin ayahnya itu. Meskipun pak Ilham tidak mengatakan apa apa kepadanya. Sinar dapat melihat kekecewaan di wajah ayahnya.
Kakek Joni bertindak cepat menangani pria berkaos merah. Bersamaan dengan itu, pak Ilham juga pamit pulang.
"Ayah, mengapa ayah diam. Mengapa ayah tidak bertanya mengapa aku bisa di sungai?" tanya Sinar pelan sebelum pak Ilham keluar dari rumah panggung itu.
"Ayah tidak bertanya karena ayah karena ayah sudah mengetahui alasannya."
Jawaban pak Ilham jelas membuat Sinar paham jika apa yang terjadi di rumah Roki sudah diketahui ayahnya.
"Siapa pria itu?" tanya pak Ilham tajam. Dari tadi dirinya menahan untuk bertanya karena membawa pria itu ke rumah ini sangat melelahkan.
"Aku tidak tahu ayah. Aku melihatnya terbawa arus sungai."
"Dia bukan komplotanmu merampok rumah Roki?"
"Apa maksud ayah?"
"Pak Roni sudah melaporkan kamu ke polisi."
Sinar merasakan tubuhnya gemetar dan ketakutan. Ketakutannya akhirnya terjadi. Dirinya sudah laporkan ke pihak dan berwajib dan mendatangkan aib kepada keluarganya. Melihat wajah ayahnya yang terlihat hancur. Sinar juga merasakan hatinya hancur berkeping keping. Tidak ingin ayahnya berburuk sangka kepada dirinya. Akhirnya Sinar menceritakan mengapa dirinya bisa datang ke rumah Roki hingga mencelakai Roki.
"Itulah imbalan bagi anak yang tidak mendengar nasehat orang tua nak. Ayah sudah berkali kali mengingatkan kamu supaya tidak pergi ke rumah Roki. Tapi kamu mengabaikannya. Lihat hasilnya sekarang."
Tidak hanya mengatakan hal itu. Pak Ilham juga menceritakan bagaimana pak Roni menuduh dirinya menyuruh Sinar merampok dan menghina mereka.
"Maafkan aku ayah."
Sinar tertunduk lesu. Benar kata ayahnya. Seandainya dia mengabaikan pesan Roki yang meminta dirinya datang ke rumah itu. Hal ini pasti tidak terjadi.
"Tetaplah di sini dulu. Tunggu situasi aman, baru kamu kembali ke rumah. Ayah akan mengusahakan damai supaya kamu tidak masuk penjara."
Pak Ilham berkata sambil menepuk lengan Sinar dengan pelan. Mendengar keterangan Sinar, Pak Ilham merasa sedikit tenang. Setidaknya, Sinar mencelakai Roki bukan unsur sengaja apalagi tujuan merampok tetapi karena mempertahankan kehormatannya.
"Terima kasih ayah," kata Sinar sambil melihat punggung ayahnya yang sudah menjauh dari depan rumah panggung itu. Sinar meneteskan air mata membayangkan rasa malu yang harus ditanggung oleh kedua orang tuanya karena kejadian ini. Selain itu juga Sinar merasa sedih karena membayangkan biaya yang harus dikeluarkan oleh kedua orang tuanya jika jalan damai itu berhasil. Pasti dirinya dan keluarga harus menanggung biaya pengobatan Roki dan juga mengganti barang barang Roki yang sudah rusak akibat perbuatannya.
Menyadari hal itu. Sinar menangis di halaman rumah itu. Dia tidak menyangka jika akhir dari hubungannya dengan Roki berakhir luka seperti ini. Bukan hanya Luka karena putus hubungannya tapi luka karena harga diri keluarganya direndahkan oleh keluarga Roki. Bukan hanya dirinya yang terluka tapi juga keluarganya.
Sinar mengepalkan tangannya karena marah. Menyesal karena percaya akan cinta palsu Roki membuat dirinya menjadi seorang yang cacat hukum. Bukan hanya cacat hukum. Dirinya harus terpisah dari kedua orang tuanya. Sinar semakin terisak membayangkan ibunya menangis karena kejadian ini.
"Sinar."
Sinar mengusap air matanya. Panggilan dari kakek Joni mengalihkan pikirannya. Gadis itu melangkah kurang bersemangat menaiki tangga rumah panggung. Sinar semakin tidak bersemangat melihat pemandangan di bangku kayu panjang itu. Pria berkoas merah itu masih seperti tadi.
"Kek, apa pria ini masih bisa ditolong?" tanya Sinar panik. Sejak penyelamatan dari sungai hingga tiba di rumah ini sudah lebih dari dua jam. Sinar sangat takut membayangkan hal buruk menimpa pria itu yang artinya pertolongannya sia sia.
"Kakek akan mengusahakan Sinar. Bantu kakek membawanya ke dapur," kata Kakek Joni. Sinar menurut. Dengan susah payah mereka berhasil membawa pria itu ke dapur.
Sinar memperhatikan apa yang dilakukan oleh kakek Joni kepada pria berkaos merah. Ternyata tujuan kakek Joni membawa pria itu ke dapur untuk pengobatan. Pria tua itu ternyata mempunyai cukup tenaga untuk mengangkat tubuh pria itu sendirian. Kakek Joni mengangkat tubuh pria itu dengan kaki ke atas dan kepala ke bawah kemudian didekatkan ke api.
"Masih bisa diselamatkan," kata Kakek Joni setelah melihat air keluar dari mulut pria berkaos merah itu.
"Benarkah kakek. Darimana kakek tahu?" tanya Sinar sedikit lega. Kakek Joni tidak langsung menjawab pertanyaan Sinar melainkan membaringkan pria itu di lantai papan itu.
"Dalam kasus seperti ini, jika hanya air yang keluar dari tubuh korban. Masih bisa diselamatkan. Tapi jika ada keluar darah. Itu artinya tidak ada harapan lagi. Sebentar lagi, dia akan sadar. Tolong jaga dia sebentar."
Sinar menganggukkan kepalanya. Sinar menatap wajah pria itu.
"Uhuh. Uhuk."
Sinar terkejut sekaligus senang melihat pria berkaos merah itu siuman.
"Syukurlah, kamu akhirnya siuman juga," kata Sinar sambil mendekat ke arah pria berkaos merah itu.
"Jangan banyak bergerak dulu. Aku yang menyelamatkan kamu dari sungai. Siapa namamu?"
Sinar berkata sambil menahan tubuh pria itu supaya tidak duduk dahulu.
"Terima kasih. Danish."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
queen
sabar sinarrr
2023-03-17
0