My Fake Daddy
Siang menjelang di sebuah daerah pedesaan di kaki gunung.
Seorang wanita tua baru saja pulang dari sawah. Dengan keringat bercucuran, dan kaki penuh lumpur bekas menanam padi di sawah tetangga, wanita tua berhijab miring yang nampak sudah sepuh itu lantas berjalan menuju sebuah tempat penampungan air berbentuk kendil besar yang terbuat dari tanah liat. Di bukanya penutup corong kendil yang terbuat dari potongan sendal karet tersebut. Membuat air mengucur dari dalam sana membasahi kaki berlumpur nya. Nenek tua itu lantas membersihkan kedua kakinya.
Setelah selesai, wanita dengan sebuah caping di tangan itu lantas berjalan menuju sebuah rumah yang jauh dari kata mewah. Rumah kecil dengan dinding kayu, dan lantai pelur yang menjadi tempat tinggal nya bersama sang cucu semata wayang.
Wanita tua itu, nenek Ratmi biasa ia disapa, masuk ke dalam rumahnya setelah mengambil sebuah kunci yang ia letakkan di bawah pot bunga. Diletakkannya caping itu di atas meja. Ia lantas menuangkan segelas air dari dalam teko yang berada di meja ruang tamu sederhana tersebut.
Wanita itu lantas meletakkan tubuhnya di atas sofa lusuh itu. Menghembuskan nafas perlahan, mencoba mengistirahatkan tubuh nya yang nampak lelah akibat seharian bekerja di bawah terik matahari sebagai buruh penanam padi di sawah tetangganya.
Saat musim tanam padi seperti ini, memang tenaga sang nenek yang bisa dibilang masih sangat bugar di usianya yang sudah senja itu selalu di cari cari oleh para pemilik sawah. Kerjanya cekatan, dan tidak neko neko membuat para pengguna jasanya selalu puas dengan hasil kerja nenek berusia enam puluh lima tahun itu.
Nenek Ratmi nampak memejamkan matanya sejenak. Tiba tiba....
suara motor nampak berhenti di halaman rumahnya. Membuat wanita tua itupun seketika membuka matanya.
prok....prok....prok....prok.....
Derap langkah kaki bersepatu nampak mendekat ke arahnya. Lalu...
"assalamualaikum....!!!!"
suara yang terdengar sangat riang itu menggema memecah kesunyian.
Seorang gadis cantik dengan balutan seragam SMA yang nampak penuh dengan coretan pilox warna warni muncul dari luar rumah sederhana itu.
"wa alaikum salam..." jawab nenek Ratmi.
"nenek....!!!" ucap gadis cantik itu. Wanita muda itu berlari mendekati sang nenek. Lalu menghamburkan pelukannya dengan raut wajah yang nampak begitu riang.
Nenek Ratmi bingung.
"ini kamu kenapa, Rin? seragam mu kok awut awutan kaya begini?! kamu kenapa?" tanya nenek Ratmi tak paham dengan apa yang terjadi pada cucunya.
Gadis cantik berkulit putih berseragam putih abu abu itu lantas mendongak. Menatap penuh kebanggaan ke arah sang nenek..
"Arini lulus, nek..!" ucap gadis bernama Arini itu sumringah.
"kamu lulus sekolah? la terus kok ini seragam mu di coret coret begini?!" tanya Bu Ratmi lagi.
"ini tandanya Arini lulus. Semua temen temen Arini juga gini buat ngerayain kelulusan kita..!" ucap Arini.
"oalah....! berarti kamu sudah ndak sekolah lagi, Rin?" tanya Nenek Ratmi polos.
Arini menggelengkan kepalanya sambil tersenyum lebar.
"Alhamdulillah...! nilai kamu gimana? bagus bagus semua?" tanya nenek Ratmi.
Arini terdiam sejenak seolah nampak berfikir. Ia kemudian mendongak menatap sang nenek lalu menggeliat sembari tersenyum malu malu.
Nenek Ratmi menatap sang cucu dengan sorot mata penuh selidik. Arini lantas menggelengkan kepalanya membuat sang nenek pun menghela nafas panjang
"yang penting kan lulus, nek. Nilai mah nggak penting..!" ucap Arini malu malu.
"uuuhhh...!" ucap si nenek sambil menoyor dahi Arini pelan.
"aduuhh...!" gerutu Arini ssmbil mengusap usap jidatnya.
"sekolah itu yang penting juga nilainya, Rin..!" ucap si nenek pada sang cucu yang memang ber IQ standar itu.
"ya udah sih, nek. Yang penting kan Arin udah lulus, nggak sekolah, nggak butuh uang saku, SPP, uang bensin...! dan yang terpenting, Arini bisa cepet cepet cari kerja...! biar nenek nggak perlu capek capek jadi buruh di sawah lagi. Biar Arin ntar yang nanggung semua biaya hidup kita..!" ucap Arini penuh semangat membuat sang nenek tersenyum haru.
Nenek Ratmi menyentuh kedua pipi gadis delapan belas tahun itu.
"yang penting kamu punya masa depan. Kalau kerja yang jujur. Dan satu lagi, ndak usah kerja jauh jauh. Nenek ndak mau ditinggal sendiri...!" ucap nenek Ratmi.
Arini tersenyum manis.
"aku juga nggak mau jauh jauh dari nenek..! ntar siapa yang Arin pijitin tiap malem kalau Arin jauh dari nenek..?!" ucap Arini membuat si nenek makin terharu.
Kedua tangan keriput itu terbuka. Seolah meminta sang cucu kesayangan untuk masuk ke dalam dekapannya.
Arini pun menurut. Ditabrakkan nya tubuh ramping itu tubuh renta nenek Rahmi. Sepasang nenek dan cucu itu lantas saling memeluk, seolah ingin menunjukkan betapa mereka sangat saling menyayangi satu sama lainnya.
"dah, ganti baju sana, terus makan. Nenek mau mandi terus istirahat" ucap nenek Ratmi.
"iya, nek" jawab Arini kemudian bangkit dari segera bergegas menuju kamar nya.
Nenek Ratmi tersenyum menatap sang cucu yang kian hari kian tumbuh semakin dewasa itu.
"andai kamu masih hidup, Wi. Kamu pasti akan bahagia melihat putri yang sekarang. Dia tumbuh menjadi anak yang periang. Wajahnya cantik mirip seperti mu, ndok.." ucap nenek Ratmi seorang diri.
"tenang di sisiNya ya, ngger" ucap sang nenek sambil mengusap setitik air mata yang tanpa sadar menetes di pelupuk matanya.
Sang nenek lantas bangkit. Bergegas menuju kamar mandi rumah sederhana itu untuk membersihkan dirinya sebelum beristirahat.
.
.
.
Sedangkan di dalam ruangan sederhana tanpa daun pintu itu. Sebuah ruangan yang hanya memiliki sehelai tirai lusuh sebagai pembatas antara ruang tamu dengan kamar tidur.
Gadis cantik delapan belas tahun bernama Arini Nindya Putri itu nampak melepaskan tas ranselnya lalu meletakkan nya di atas laci plastik berwarna pink hitam yang berada di pojokan ruangan. Berbaur dengan sajadah, dan seperangkat alat sholat lainnya.
Arini menghembuskan nafas panjang. Netra lentiknya langsung tertuju pada sebuah cermin yang tergantung di dinding kayu itu. Tempat dimana sebuah foto usang tertempel di salah satu sudut atas cermin tersebut.
Arini mendekat. Menghadap kaca yang tak terlalu besar yang kini nampak memantulkan bayangan wajah cantiknya.
"siang, buk..! lagi apa nih..?!" tanya Arini pada foto itu seolah tengah mengajaknya berbicara.
Ya, itu adalah foto Dewi, ibunya yang sudah meninggal bertahun tahun yang lalu saat usianya baru dua bulan.
"buk, tahu nggak. Hari ini aku lulus SMA loh..!" ucap Arini sambil melepas ikat rambut yang bertengger di rambut panjang hitamnya tersebut.
"ya...walaupun nilai aku pas pasan. Nggak tinggi amat, nggak bawa pulang piala. Tapi yang penting kan lulus ya buk ya...! ibuk bangga kan...?! harus bangga dong, buk. Aku kan anak ibuk.." ucap gadis manis yang periang itu.
Arini mulai membuka seragam nya sambil terus berceloteh tak jelas. Di raihnya sebuah kaos pendek dan celana pendek selutut yang menjadi seragam favoritnya jika sedang berada di dalam rumah.
"oh iya, buk. Aku juga udah ngelamar kerja loh, buk. Udah semingguan sih. Niatnya biar ntar kalau udah lulus nggak perlu nunggu lama lama lagi buat dapet kerja..! eh, sampai sekarang belum ada panggilan dari tempat aku ngelamar itu..!" ucap Arini lagi sambil kini mulai mengganti pakaian nya.
"doain ya, buk. Biar anak ibuk yang cantik jelita pujaan umat manusia ini bisa secepatnya di terima kerja di tempat aku ngelamar itu. Biar bisa bantuin nenek. Biar nenek nggak perlu capek capek lagi jadi buruh di sawah tetangga" ucap Arini sambil kini mulai mengikat rambutnya.
"Masha Allah...! ternyata aku emang bener bener cantik kayak ibuk...!"
"lihat deh, buk. Mirip kan kita..?" ucap Arini sambil mendekatkan wajahnya pada foto sang ibu yang tertempel di cermin itu.
Arini tersenyum menatap cermin. Lalu menoleh ke arah foto sang ibu. Sebuah senyuman tipis namun terlihat sendu terlihat disana.
"andai aku masih bisa meluk ibuk..." ucap Arini lagi pada foto itu.
Gadis itu tersenyum sendu. Mencoba untuk menghilangkan kesedihannya tiap kali mengingat kisah hidupnya yang kelam. Yang sejak kecil tak pernah bertemu dengan ayah dan ibunya.
Ya, Arini adalah anak piatu yang ditinggal mati oleh ibunya saat usianya masih menginjak dua bulan. Seumur hidupnya ia belum pernah melihat langsung wajah ayah dan ibu kandungnya. Kecuali hanya melalui foto sang ibu di kala remaja yang kini tengah ia ajak bicara itu. Sejak kecil ia tinggal bersama nenek nya di gubuk sederhana ini.
Arini adalah anak yang lahir tanpa ayah. Ibunya dulu bekerja menjadi seorang pembantu rumah tangga di ibu kota. Kala itu ibunda Arini, Dewi namanya, masih berusia dua puluh lima tahun. Parasnya cantik, tingkah lakunya sopan dan polos.
Belum genap setahun Dewi bekerja di ibukota. Dewi pulang kembali ke kampung halaman dalam kondisi sudah berbadan dua. Ia mengaku di hamili oleh anak dari majikannya kala itu yang usianya masih di bawah dirinya.
Dewi hamil tanpa suami. Menjadi sebuah aib di keluarga nenek Ratmi dan sang suami kala itu. Wanita itu dipandang sebelah mata. Keluarga itu di asingkan, hingga akhirnya Dewi meregang nyawa dua bulan setelah kelahiran Arini.
Bahkan hingga saat ini sebagian warga desa pun masih memandang sebelah mata gadis yang bisa dikatakan kembang desa itu. Parasnya yang cantik, kulit putih, dan tubuhnya ramping, namun sayang, ia selalu di anggap sebagai anak haram karena terlahir dari sebuah perzinahan.
Sebuah beban yang harus Arini pikul sebagai seorang anak yang sebenarnya tak tahu apa apa perihal masa lalu kedua orang tuanya.
Arini adalah anak yang periang dan ceria. Hobinya bermusik, menyanyi dan bela diri. Ya, meskipun ilmu bela dirinya tak begitu mumpuni, tapi cukuplah untuk sekedar membekali diri agar terhindar dari orang orang yang berniat jahat.
Arini juga dikenal sedikit tomboy. Teman teman sebayanya kebanyakan laki laki. Membuat mental pria dalam diri Arini berkembang cukup subur.
Untuk masalah akademik, ia tak jago jago amat. Standar lah. Tak terlalu pintar, tapi tidak juga bodoh. Masih di tengah tengah.
...
Arini mengikat rambutnya lagi dengan asal. Wanita itu lantas keluar dari kamarnya. Menuju dapur untuk makan. Ia merasa sangat lapar setelah konvoi kelulusan yang ia lakukan bersama teman temannya.
.
.
.
.
.
Visual 1👇
Ini hanya sesuai dengan imajinasi author. Yang merasa kurang cocok bisa di skip ya....
Arini Nindya Putri👇
Diego Calvin Hernandez👇
Samuel (Sam)👇
Fajar Dirgantara👇
...****************...
Selamat pagi...
Aku punya yang baru....
selamat datang di novel terbaru author amatir yang masih miskin ilmu ini.
Seperti biasa ini novel selingan dulu ya.😁
akan up efektif kalau satu novel on going lainnya udah tamat....
Yuk, kasih dukungan dulu🥰
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Yani Cuhayanih
segeeeeer lihat cowo2 kece badaaaay
2023-11-26
1
Raudatul zahra
baca ulang sambil nungguin Zee Zee dan mas Dewa update...
entah karna ini novel mu yg pertama ku baca, atau apa yaa.. tapi aku paling paling paling suka yg ini thoorr.. yg lain suka juga siih.. tapi ini aku suka nya dari A sampai Z..
part Arini & neneknya, kuat banget feel nya 🥰🥰🥰
2023-10-17
2
Raudatul zahra
😢
2023-10-17
0