Malam menjelang,
Di dalam salah satu bilik kamar di rumah sederhana berdinding kayu itu. Gadis berparas cantik itu nampak memainkan gitarnya. Mendendangkan suara merdunya memecah keheningan rumah sederhana yang nampak sepi itu.
Sang nenek tengah duduk di ruang tamu. Memperbaiki salah satu bajunya yang koyak disalah satu bagian nya menggunakan jarum dan benang miliknya. Televisi di rumah mereka sudah lama mati. Sehingga satu satunya hiburan si nenek di kala berada di rumah pun kini sudah tidak ada.
Nenek Ratmi tersenyum mendengarkan suara merdu cucu nya itu. Suara Arini memang bagus. Ia pernah beberapa kali mengikuti lomba menyanyi di sekolahnya. Salah satu bakat yang bisa ia banggakan dalam hidupnya.
Arini yang sudah lelah melantunkan beberapa lagu itu nampak keluar dari bilik kamarnya.
"udah malem, Rin. Motormu masukin.." ucap Nenek Ratmi.
"iya, nek..." ucap Arini.
Gadis cantik berambut panjang dengan kaos putih dan celana pendek biru dongker itu pun keluar rumah. Dirasakannya hawa dingin menusuk tulang. Air langit nampak turun membasahi bumi. Dibarengi dengan semilir angin yang berhembus serta suara petir yang sesekali terdengar. Arini meraih motor maticnya. Menuntun kendaraan roda dua yang beberapa tahun lalu ia beli menggunakan uang yang dikirimkan ayah kandungnya di kota.
Ya, walau pun tak pernah sekalipun menemui Arini, namun sang ayah dan diketahui bernama tuan Calvin itu tak sepenuhnya lepas tanggung jawab pada putri kandungnya itu. Beberapa bulan sekali sang ayah selalu mengirimkan uang pada Arini, melalui rekening bank milik salah satu tetangganya. Lantaran dulu saat Dewi meninggal, tuan Calvin yang dulu sudah memiliki kekasih itu memang sempat datang dan mengunjungi putri kecilnya yang kala itu masih berusia dua bulan. Tuan Calvin yang memiliki darah bule itu lantas meminta bantuan salah satu tetangga Arini, agar sudi menjadi perantara antara ia dan Arini jika suatu saat ia ingin memberikan nafkahnya pada darah dagingnya tersebut.
Motor sudah masuk ke dalam rumah. Arini menutup pintu rumah itu lalu menguncinya dari dalam.
Gadis cantik itu lantas duduk di atas sofa lusuh disana. Ia kembali membuka ponselnya. Harap harap ada pesan masuk dari sebuah cafe tempatnya melamar kerja beberapa hari yang lalu.
"belum ada kabar dari tempat kerjamu, ndok?" tanya nenek Ratmi.
"belum, nek" ucap Arini sambil memasang mode cemberut.
"ya udah, ndak usah sedih. Kalau rejeki pasti juga ndak akan kemana. Selama belum dapet kerja, kamu dirumah dulu. Belajar masak yang enak..!" ucap nenek Ratmi pada sang cucu yang memang tak bisa memasak itu.
"ih, apa sih nek?" ucap Arini sambil nyengir geli.
"lho, perempuan itu harus bisa masak. Biar nanti kalau kamu udah punya suami, suami mu nggak jajan di luar..!" ucap nenek Ratmi.
"ya kalau suaminya Arin jajan, Arin ya ikut jajan..! kok repot..!" ucap Arini santai.
"huuhh...! kamu itu kalau dibilangin..!" ucap nenek sembari menoyor kepala cucu kesayangan nya itu.
Keduanya pun terkekeh.
"Rin..." ucap si nenek.
"iya, nek"
"bapakmu belum kirim uang lagi?" tanya nenek Ratmi.
Arini tersenyum.
"pak Yanto belum ngasih kabar ke Arini, nek. Pasti belum sih. Soalnya kalau kirim kan pak Yanto pasti ngabarin Arin..." ucap Arini.
"kok tumben. Sudah enam bulan lebih bapakmu ndak kirim uang. Biasanya paling lama tiga sampai empat bulan sekali dia ngirimin kamu uang." ucap si nenek.
Arini hanya tersenyum lembut.
"kapan ya, nek, kira kira aku bisa ketemu bapak?" tanya Arini sembari menatap nanar ke depan.
Nenek Ratmi menoleh.
"semoga Allah mengizinkan" ucap wanita tua itu kemudian.
"amin..." jawab Arini.
Kedua wanita beda usia itu pun tersenyum. Tiba tiba.....
.
.
teeek.....
.
.
Lampu padam.
"yah, mati lampu, nek" ucap Arini.
"ambil lilin di laci dekat tv itu, Rin. Kayaknya masih ada satu" ucap si nenek.
"iya, nek" jawab Arini.
Wanita bertubuh ramping itupun lantas menyalakan senter ponselnya. Menggunakan nya sebagai penerang dan berjalan menuju lemari televisi yang berada di ruangan itu. Di bukanya laci, lalu diraihnya sebuah lilin yang tinggal separo itu beserta sebuah korek yang berada di sampingnya.
Lilin pun dinyalakan.
"udah, nenek tidur gih. Jahitnya dilanjut besok lagi. Ini udah malem. Mati lampu pula.." ucap Arini.
"iya, ini nenek juga udah selesai" ucap si nenek kemudian bangkit dan mengembalikan kotak benang dan jarum di tangan nya itu ke dalam sebuah laci di lemari televisi.
Arini menyerahkan lilin di tangannya itu pada nenek nya.
"kamu?" tanya si nenek.
"aku suka gelap gelapan, nek" ucap Arini sambil tersenyum. Sang nenek pun hanya terkekeh.
Kedua wanita beda usia itupun berpisah. Arini dengan lampu senter ponselnya masuk ke dalam bilik kamarnya. Sedangkan si nenek dengan lilin di tangannya pun masuk ke biliknya sendiri, meletakkan lilin di atas meja di samping ranjang lalu merebahkan tubuhnya di kasur kapuk sederhana itu.
Wanita itu pun bergegas untuk tidur.
...****************...
01:00 dini hari,
hujan perlahan mulai mereda. Namun hembusan angin kian kencang saja. Menerpa dedaunan dan pepohonan rimbun di sekitar rumah Arini, menimbulkan suara suara yang cukup mengusik telinga bagi sesiapapun yang berada di sekitarnya.
Sebuah lilin masih menyala. Api di atasnya nampak terombang ambing tertiup angin yang menembus masuk di sela sela lubang udara rumah berdinding kayu itu.
Nenek Ratmi masih terlelap di kamarnya. Begitu juga Arini yang memilih tidur sambil mengenakan headset dan memutar sebuah lagu agar tak mendengar suara seram dari dedaunan yang bergesekan itu.
Seekor tikus lakn*t melintas. Mengendus segala yang ia lewati. Gerakannya lincah. Berlarian ke sana kemari bak seorang bocah yang tengah bermain main di tengah gelapnya malam.
taaaaakkkk......
si tikus menjatuhkan lilin yang sudah tak panjang lagi itu. Si lilin jatuh terguling, tergeletak tepat di depan pintu yang hanya ditutupi selembar kain gorden lusuh itu.
Hembusan angin kembali bergerak cukup kasar. Si gorden pun ikut bergerak. Gerakannya yang lembut berhasil menyentuh ujung api di atas lilin. Ujung bawah kain itu pun perlahan mulai terbakar. Api mulai menjalar dari kecil perlahan mulai membesar membakar hampir seluruh gorden.
Dari gorden, api merambat naik ke dinding kayu rumah itu. Sebuah elemen yang pastinya akan sangat mudah terbakar jika terkena api.
Api makin besar, asap pun mulai mengepul. Nenek Ratmi yang masih terlelap pun mulai merasakan hawa panas. Wanita itu perlahan membuka matanya. Hingga.....
.
.
.
"astaghfirullah haladzim....!!" pekik nenek Ratmi kaget.
Suasana mencekam. Api berkobar dengan sangat besar nya. Nenek Ratmi sesak...! Ia terperangkap dalam kamar nya sendiri.
"Rin...!! Arini...!! uhuukkk....uhuukk...!!"
Nenek Ratmi terbatuk batuk. Di sentuhnya dada yang mulai terasa berat untuk bernafas itu. Matanya mulai terasa pedih. Pasokan oksigen seolah makin menipis. Bilik kamar itu kini mulai di penuhi asap akibat rumah yang mulai terbakar.
"Arin...!!" ucapnya lagi memanggil manggil sang cucu namun tidak ada sahutan.
Sedangkan di dalam kamarnya, Arini masih terlelap dengan headset yang menutupi lubang telinganya. Alunan musik semi rock mengalun cukup keras membuat wanita itu tak bisa mendengar jeritan sang nenek yang meminta tolong.
Wanita itu mulai merasakan suhu udara yang panas. Membuat tidurnya yang nyenyak kini berubah jadi tak tenang.
Arini mengubah posisi tidurnya. Di rasakan nya suhu udara di bilik kamar itu berubah menjadi panas.
Arini membuka matanya...
Lalu.....
"astaghfirullah haladzim...!" ucap Arini sembari dengan cepat bangkit dari posisi tidurnya. Api sudah berkobar di mana mana. Kamarnya penuh dengan asap. Suara teriakan terdengar dari luar.
Arini meraih kain asal. Di tutupnya hidungnya dengan kain itu lalu dengan cepat keluar dari kamarnya.
"nenek...!!!" pekik Arini. memanggil manggil sang nenek. Kamar neneknya sudah tak berbentuk. Dinding dinding kayunya nampak sudah roboh. Arini menangis ketakutan di antara kobaran api yang makin membesar.
"neek...!!! nenek dimana?!! neneeeekkk.....!!!"
Arini menjerit sejadi jadinya. Dinding dinding kayu berjatuhan. Wanita itu bergerak kesana kemari menghindari reruntuhan kayu. Arini makin sesak. Matanya kian pedih. Wanita itu kebingungan mencari jalan keluar.
"toloong...!!" ucapnya sambil menangis.
braaaaaakkkk.....
Pintu di dobrak. Dua orang laki laki paruh baya masuk ke dalam rumah itu. Di dekatinya Arini yang nampak mulai lemah. Tubuhnya penuh keringat dan air mata.
"Arin...!!!" ucap salah seorang pria itu, Pak Yanto namanya.
"pak, nenek mana..?" tanya Arini menangis.
"udah, kamu keluar dulu..!"
"nggak mau..! nenek mana?!"
"keluar dulu, ndok..! nanti kita cari nenek...!"
"neneeeekkk....!!"
Arini yang menangis terisak isak itu pun di papah keluar rumah. Menerobos kobaran api yang kian lama kian membesar. Para warga sudah berkumpul di depan rumah itu menyaksikan rumah sederhana yang terbakar.
Arini lemas. Istri pak Yanto, bu Yati namanya, mendekap tubuh Arini yang lemah. Gadis itu ambruk, terduduk di tanah dengan kain hijab di tangan yang tadi ia bawa..
"neeeekkk....!! nenek...!!!" tangis Arini tak terbendung menatap kobaran api yang makin membesar. Para warga sibuk memadamkan api itu dengan peralatan seadanya. Hingga.....
braaaaaakkkk.....!!!
Rumah kayu itu roboh. Ambruk rata dengan tanah. Hangus termakan api yang membara.
"NENEEEEEEEKKKKKKK....!!! HWAAAAAAAHAAAHAAA........!!!! NEEEEEKKKK.....!!!"
Arini berteriak. Menjerit sekencang kencangnya. Neneknya masih berada di dalam sana. Ia tertimbun reruntuhan rumah itu. Arini tak terkendali. Ia menangis meraung raung bak orang kesetanan. Ingin rasanya ia berlari ke tengah kobaran api itu. Menembusnya dan menyelamatkan sang nenek yang menderita di sana.
Tolonglah, wanita itu satu satunya keluarga nya. Satu satunya miliknya. Satu satunya keluarga yang ia punya. Ia tak mau hidup di dunia ini sendirian.
Arini menangis tak terbendung. Tangisan dari anak yang di tinggal mati ibunya sejak bayi, tidak pernah tahu sosok ayahnya, dan kini di tinggal mati neneknya tepat di hadapan matanya.
Tuhan, tolonglah. Kasihan anak ini. Ia tak punya siapa siapa lagi di dunia ini...🥺
Arini perlahan nampak lemas. Tangisannya melemah. Perlahan mata itu terpejam. Dan....
"Rin..! ndok, bangun...! Arini...!!" ucap bu Yati sambil menepuk nepuk pipi Arini yang kini nampak memejamkan matanya.
Gadis itu pingsan. Membuat Bu Yati yang memangku nya pun panik. Dengan segera para warga pun membantu wanita paruh baya itu. Mengangkat tubuh Arini dan membawanya ke rumah sakit terdekat guna mendapatkan pertolongan.
...----------------...
Selamat siang,
up 11:25
yuk, dukungan dulu 🥰🥰😘
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Raudatul zahra
ikut sedih😭😭😭
2023-07-09
1
Raudatul zahra
betul.. walaupun seorang istri nggak wajib bisa masak.. tapi ini nilai plus nya seorang perempuan..
2023-07-09
1
Riana
🥺🥺🥺kalau tidur jgn pakai headset jd kurang dengar ada keributan
2023-04-29
1