Malam menjelang,
Arini nampak keluar dari sebuah masjid di desa itu. Dengan mengenakan mukena putih milik putri sulung pak Yanto yang ia pinjam, Arini berjalan menjauh dari bangunan yang baru saja di gunakan warga untuk mengadakan acara tahlil dan doa atas kematian nenek Ratmi.
Ya, Arini tak punya siapa siapa dan tak punya apa apa lagi sekarang. Jangankan untuk menggelar acara tahlilan, untuk tidur dan makan saja sekarang ia menumpang di rumah pak Yanto.
Itulah sebabnya para warga berinisiatif mendoakan nenek Ratmi bersama sama di masjid usai sholat Isya' hingga tujuh hari kedepan. Sebuah bentuk kepedulian untuk Arini yang kini hanya hidup sebatang kara tanpa sanak saudara dan tempat tinggal.
Arini terus melangkah kan kakinya. Menuju rumah pak Yanto yang berada tak jauh dari masjid tersebut. Saat semakin mendekat ke arah bangunan rumah petak itu, sayuk sayuk ia mendengar suara keributan dari dalam rumah sana. Arini memperlambat derap langkah kakinya. Sambil telinganya mencoba mendengar kan suara lantang seorang wanita yang terdengar tengah berdebat dengan seorang laki laki itu.
Arini sampai di rumah pak Yanto.
"udah to, buk..! jangan di bahas terus..! malu di dengar tetangga..!" ucap Pak Yanto pada istri.
"malu kamu bilang?! pak, kita ini hidup sudah susah..! apa apa serba kurang...! anak kita banyak..! bisa bisanya kamu nyuruh anaknya si Dewi itu untuk tinggal sama kita..?!! makin susah pak hidup kita..!" ucap Bu Yati membentak bentak. Anak anak mereka yang banyak hanya bisa mengintip dari dalam kamar. Melihat apa yang orang tuanya lakukan tanpa berani mendekat.
Arini yang sudah berada di depan pintu nampak meremas baju di bagian dadanya.
"buk, ini cuma untuk sementara...! nanti Arini juga akan pergi kalau sudah dapat kerja...! ini cuma sementara, buk..!" ucap Pak Yanto.
"sementara nya itu sampe kapan?!! kita mau makan apa?! itu anak orang mau di kasih makan apa...?!! nolong ya nolong, bantu ya bantu...! tapi kalau ndak bisa ya jangan di paksakan to, pak..!!!" ucap bu Yati lagi.
"sudah, sudah...! biar itu jadi urusan bapak..! yang penting ibuk urus anak urus rumah, biar Arini jadi tanggung jawab bapak..!!!" ucap pak Yanto tegas.
"heeemmmhh...! anak haram aja kok di bela..!!" lepas kontrol
"ibuuuk....!!!" ucap pak Yanto meradang.
"kamu itu lho, kalo ngomong kok ndak bisa di rem dikit..!" ucap pak Yanto tak suka.
"lha salah ku dimana? semua orang juga tahu siapa Arini dan ibunya...!" ucap Bu Yati tak terkendali saking kesalnya.
"sudah...!!" ucap pak Yanto sembari mengangkat tangannya hendak menampar pipi istrinya yang sebenarnya baik, tapi memiliki mulut pedas ketika mencaci orang tersebut. Namun baru saja pak Yanto hendak melakukan nya, pergerakan nya terhenti. Di lihatnya di sana Arini menangis tepat di depan pintu rumah laki laki itu. Pak Yanto menarik tangannya. Bu Yati menoleh.
"Arin..?!!" ucap Pak Yanto.
Arini terdiam.
"kamu sudah pulang, ndok?" tanya Pak Yanto sembari dalam hatinya ia berharap semoga Arini tak mendengarkan pembicaraan nya dengan Bu Yati tadi.
Bu Yati menatap kesal suaminya dan Arini secara bergantian. Sambil menghentakkan kakinya wanita itupun berlalu pergi masuk kedalam kamarnya.
Pak Yanto nampak tak enak hati.
Arini menunduk. Laki laki itu mendekati gadis malang tersebut.
"Rin,..." ucap Pak Yanto.
"maaf, pak. Arin ngerepotin bapak.." ucap Arini lirih dengan air mata menetes deras.
"nggak..! kamu nggak ngerepotin bapak..!" ucap Pak Yanto.
Arini menangis sesenggukan lagi. Dukanya belum hilang atas kepergian neneknya, kini ia kembali menangis, merasa bak manusia yang hanya bisa merepotkan orang lain. Ia tak tahu harus berbuat apa sekarang..!
Pak Yanto menghela nafas panjang.
"kamu duduk dulu, ndok, bapak mau bicara" ucap pak Yanto.
Arini menatap wajah pria itu.
"duduk dulu. Ada hal yang pengen bapak sampaikan sama kamu" ucap Pak Yanto.
Arini mengangguk. Ia lantas duduk di sebuah sofa lusuh yang berada di ruangan itu. Sedangkan pak Yanto kini masuk ke dalam kamarnya. Di sambut dengan wajah tak mengenakan dari Bu Yati yang nampak duduk di pinggiran ranjang.
Pak Yanto mencoba tak menggubris. Ia lantas menuju lemari pakaian. Mengambil sebuah kotak kecil dan mengeluarkan secarik kertas dari dalamnya.
Pak Yanto lantas keluar dari kamarnya, berjalan mendekati Arini yang masih duduk di sofa ruang tamu rumah petak sederhana miliknya.
Laki laki itu lantas duduk di samping gadis ber mukena putih tersebut.
Pak Yanto menyerahkan kertas putih di tangannya. Arini pun menerimanya. Sebuah kertas bertuliskan sebuah alamat rumah lengkap.
"ini adalah alamat rumah tuan Calvin. Bapak kandung kamu yang sering mengirimkan uang untuk kamu, ndok" ucap Pak Yanto pada Arini.
"bapak memang jarang berkomunikasi dengan bapak kamu. Nyaris tidak pernah, soalnya bapakmu kan orang sibuk. Alamat ini bapak dapat kan saat tuan Calvin datang ke desa ini saat ibumu meninggal..."
"beliau menitipkan kamu, dan kertas bertuliskan alamat rumah ini pada bapak. Dia berpesan, agar memberikan ini pada kamu jika sewaktu waktu kamu membutuhkan bantuan beliau.." ucap Pak Yanto.
"dulu, saat ibumu meninggal, beliau sebenarnya ingin membawa kamu pergi dengannya. Tapi tidak bisa. Tuan Calvin adalah anak seorang pengusaha kaya raya. Usianya lebih muda dari ibumu. Dia juga sudah di jodohkan dengan wanita lain. Dan saat itu, dia akan segera menikah dengan wanita pilihan orang tuanya. Itulah mengapa kamu tidak bisa ikut dengan bapak kandung mu dulu" ucap Pak Yanto.
"Rin, bapakmu itu sebenarnya bertanggung jawab, kalau dari penilaian bapak. Hanya saja, keadaan lah, yang ndak memungkinkan untuk kamu ikut dengan dia.." ucap Pak Yanto pada Arini yang kembali mengusap lelehan air matanya.
"kertas itu, satu satunya petunjuk yang bapak punya untuk membantu kamu menemukan bapakmu. Bapak sebenarnya sejak tadi pagi sudah berusaha menelpon nomor telepon bapakmu, tapi ndak tau kenapa kok ndak bisa dihubungi. Mungkin beliau sedang sibuk.." ucap Pak Yanto.
"Rin, bapak minta maaf. Bukan maksud bapak untuk mengusir kamu. Tapi kamu kan tahu sendiri. Bagaimana kondisi bapak. Keluarga bapak. Anak bapak banyak, Rin. Apalagi bude mu itu. Wataknya keras, ndak bisa dibantah. Bapak sebenarnya ndak keberatan kalau kamu tinggal di sini. Tapi ya...gimana ya...." ucap Pak Yanto tak enak hati.
Arini tersenyum di tengah tangisnya. Ia menatap pak Yanto lembut.
"Arini ngerti kok, pak. Arini paham. Arini akan ke kota untuk mencari bapaknya Arin. Walau bagaimanapun juga Arin masih punya keluarga. Sejak kecil Arin nggak pernah ketemu dan lihat wajah bapak kandung Arin. Arin pengen ketemu dia.." ucap Arini terlihat mulai bersemangat meskipun masih sembari mengusap lelehan air mata nya. Setidaknya ada secercah harapan. Ia akan bertemu laki laki yang selalu menafkahi namun tak pernah menemui nya itu.
"iya, ndok. Kamu memang harus ketemu bapak kandung kamu. Bapak kamu itu muka nya muka bule. Dia ganteng. Kulitnya putih. Tinggi besar. Pokoknya ganteng. Kamu harus temui dia. Bilang, bahwa kamu Arini anaknya Dewi. Dia pasti mau menerima kamu, ndok" ucap Pak Yanto menyemangati.
"makasih, pak" ucap Arini
"sama sama. Tunggu sampai tujuh harinya nenekmu, ya. Kamu tinggal di sini dulu. Nanti kalau sudah tujuh hari, kamu baru ke kota buat mencari bapak kamu. Mudah mudahan alamat nya belum ganti" ucap Pak Yanto.
Arini mengangguk. Pak Yanto mengusap pundak wanita malang itu. Hanya itu yang bisa ia lakukan untuk membantu Arini. Ia yakin, Tuan Calvin, ayah kandung Arini adalah orang yang baik. Ia pasti mau menerima anak gadisnya ini.
...----------------...
Selamat pagi...
up 08:10
yuk, dukungan dulu 🥰🥰😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 205 Episodes
Comments
Enung Samsiah
kalau pk cavin orang kaya knpa nggk mmberi kehidupan anaknya dngn baik, misalnya mmberikn rmh bagus mnggung khidupan nek ratmi +anaknya,,,,,
2023-05-13
3
Riana
sudah membayangkan kedatangan arini menimbulkan masalah besar 😱😱
2023-04-29
1
♪ゞALbie。☆ゞ)
ga di novel ga di real life mulut tetangga pedes bgt kalo ngatain orang ga ngaca diri knpa ya 🥴
2023-04-18
1