Semua Demi Ibu
"Hallo Ki, besok lu nggak usah mampir ya, sepeda gw udah beres, besok bawa sepeda sendiri aja"
"Lu nggak capek apa, sepedahan lagi sejauh itu?"
"Enggaklah, udah hampir 3 tahun juga, udah terbiasa nih badan diajak sengsara haaahaa"
"Bangkee Lu, udahlah gw mampir, lu nebeng gw aja, daripada capek-capek ngayuh sepeda, belum lagi kalau ketemu anak-anak nakal itu dijalan, pasti mereka jahilin lu lagi"
"Haahaa biarin aja lah, kalau cuma bullyan aja nggak masalah, udah kebal gw wkwkwkkwk, asal nggak sampai main tangan aja"
"Ya udah deh, serah lu aja"
"OK, dah dulu ya, sampai ketemu besok"
"Yo'i"
Sani mengakhiri percapakannya dengan sahabatnya itu melalui telpon.
Sani dan Uki sudah bersahabat sejak masih SMP dan berlanjut hingga jenjang SMA.
Saat hendak memejamkan mata, pikiran Ayu nenerawang jauh,
"Apakah seusiaku sudah pantas jatuh cinta?, Apa tidak terlalu kecil untukku mengenal perasaan seperti ini?"
Ayu berguman sendiri
"Tapi entah kenapa, setiap melihat dia, bahkan dari kejauhan pun, rasanya aku sudah senang".
"Hmmmm....lagipula aku belum benar-benar kenal dia, belum tau laki-laki seperti dia itu, hanya tau kalau dia murid paling pintar di kelasnya"
"Ah sudahlah, ini masih terlalu sulit untuk remaja seperti aku, tidak ada habisnya jika terus memikirkannya".
Saat membenahi selimutnya dan hendak tidur, tiba-tiba kepala Ayu terasa sangat sakit, namun setelah beberapa saat, sakitnya mereda dan Ayu segera tidur.
“Sani, kami sudah makan Nak?” Tanya Ibunya yang memperhatikan Sani masih fokus pada bukunya.
“Belum Bu, nanti kalau sudah selesai belajar saja”
“Jangan lupa sayurnya diangetin ya, supaya tidak basi dan bisa buat sarapan besok”
“Iya Bu” jawab Sani.
Setelah selesai belajar, Sani segera makan malam secukupnya.
Ibu dan Anak ini tidak pernah benar-benar kenyang ketika makan, Ibunya selalu berfikir bahwa Sani yang harus kenyang, karena dia masih remaja yang biasanya tidak bisa menahan rasa lapar.
Sedang Sani berfikir, mereka harus berhemat untuk kehidupan sehari-hari, dan salah satunya dengan porsi makan yang bisa dibilang sangat sedikit.
Dengan sedikit makan, mereka akan menghemat beras sekaligus pengeluaran mereka.
Setelah selesai makan, Sani bermain game sebentar lalu segera tidur, karena dia harus bangun pagi-pagi untuk membantu mengurus ternaknya pakdhe Damar.
Pagi harinya, Sani sudah terbangun padahal masih jam 4, lalu segera cuci muka dan hendak keluar dari rumah.
"Sani, kan masih jam 4, biasanya setengah 5 kamu baru berangkat?"
Ibunya sedikit heran kenapa hari ini ia berangkat lebih pagi dari biasanya.
"Iya Bu, nanti Sani mau sekolah pake sepeda lagi, jadi harus berangkat lebih awal"
"Owalah...sepedamu sudah jadi?, Pantesan jam segini sudah bangun"
"Hehe iya bu, Sani berangkat ke rumah pakde dulu ya Bu"
"Iya, hati-hati"
"Siap Bu..!!"
Ucap Sani sambil tersenyum lalu bergegas berangkat ke rumah pakdenya untuk menyelesaikan tugasnya.
“Kamu ada uang saku untuk hari ini San?” tanya pakdhe Damar ketika melihat Sani sedang menata rumput untuk diletakkan di wadah makanan sapi.
“Ada pakdhe, setiap hari Sani bawa uang 10rb,untuk jaga-jaga kalau ban sepedanya kempes” jawab Sani.
“Ini ada uang 5rb, kamu ambil,barangkali kamu pengen beli camilan ataupun Es di Kantin” ujar pakdhe sambil menyodorkan uang kertas 5rb'an.
”Wah..makasih pakdhe” jawab Sani tersenyum lebar sambil mengambil uang yang diberikan pakdhe.
Sebenarnya Sani tidak ingin menerimanya, tapi takut dimarahi pakdhe Damar, karena dulu ia pernah menolak pemberiannya pakde nya ini,tp malah dimarahi karena dianggap menolak rejeki dan tidak menghargai orang yang memberinya.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Sani pamit pulang, lalu mandi, selanjutnya bersiap berangkat sekolah.
Dia selalu berangkat lebih awal, karena butuh waktu sedikit lebih lama dibanding siswa lain yang membawa motor ke sekolahnya.
“Bu, Sani berangkat ya”
Sani berpamitan lalu mencium tangan Ibunya.
“Hati-hati ya Nak” jawab Ibu sambil mengelus kepala Sani.
”Iya Bu”
Pagi itu cuaca sangat cerah, Sani mengayuh sepedanya menuju sekolah SMA yang jaraknya cukup jauh dari rumah.
Setiap hari menempuh perjalanan 20km demi menuntut ilmu di jenjang Sekolah Menengah Atas.
Sani anak yang Rajin dan Disiplin, dia tidak mau mengecewakan Pakdhe Damar yang telah membiayainya untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMA.
Ibunya sudah tidak mampu mencukupi biaya sekolah Sani semenjak masih SMP.
Pekerjaan sebagai buruh kasar yang penghasilannya tidak menentu,hanya cukup untuk makan sehari-hari.
Ibu Nanik, wanita yang kalem tapi sangat keras dalam menjalankan pekerjaannya.
Buruh di sawah, buruh mencuci, buruh memasak atau apapun asalkan bisa dia kerjakan demi mencukupi kebutuhannya.
Hidup berdua dengan anaknya didalam rumah yang sangat sederhana dan serba pas-pasan, namun Ibu dan Anak ini mempunyai semangat juang yang luar biasa.
Suaminya meninggal semenjak Sani masih berumur 5 tahun karena kecelakaan kerja.
Sani berangkat sekolah dengan melewati jalanan desanya, menembus desa lain, melewati area persawahan luas hingga memasuki kota menuju sekolahannya.
Tanpa mengenal rasa lelah karena sudah menjadi kebiasaannya selama bertahun-tahun, Sani tetap semangat dan disiplin dalam menempuh pendidikan Menengah Atas.
Hampir 3 tahun menempuh pendidikan menengah atas, itu artinya sebentar lagi Sani Lulus dari SMA.
Suka duka sudah dilalui selama hampir 3 tahun.
Panas ataupun hujan akan tetap diterjang demi pendidikannya.
Terkadang dia juga merasa iri dengan teman-temannya yang lain, yang berangkat sekolah menggunakan motor atau bahkan diantar menggunakan mobil.
Tapi perasaan itu dia buang jauh, karena Sani juga sadar diri dengan keadaan ekonomi keluarganya.
Maka dari itulah, dia bertekad besar untuk menyelesaikan sekolah dengan perjuangan maksimal.
Dan setelah lulus bisa mendapat pekerjaan yang layak, dengan harapan dia mampu merubah ekonomi keluarganya dan mensejahterakan Ibunya.
Kedisiplinan, keuletan dan semangat pantang menyerah itu sudah tertanam sejak dia masih kecil.
Dibawah asuhan Ibunya, serta gemblengan dari Pakdhe Damar, Sani tumbuh menjadi remaja yang memiliki pola fikir dewasa dan terkesan matang.
"Selamat pagi pak, Selamat pagi Bu"
Ucap Sani sambil melambaikan tangan kepada para petani yang ia jumpai ditengah perjalanannya menuju sekolahan.
"Pagi nak Sani, semangat ya sekolahnya"
Balas bapak-bapak yang ia sapa.
"Beruntung sekali bu Nanik, memiliki putera yang semangat berjuang dan sangat bersahaja.
Aku yakin, suatu saat nanti Sani akan membanggakan Ibunya"
Ucap bapak petani yang melihat Sani mengayuh sepedanya dengan semangat sekaligus selalu menebar senyum ramah kepada siapapun yang ia temui.
"Darah yang mengalir ditubuh Sani adalah darah pak Hartoyo, jadi wajar saja jika anak itu sangat Rajin dan Disiplin, mungkin sifat itu memang menurun dari Ayahnya"
Timpal istri pak petani itu.
"Benar, pak Hartoyo adalah orang yang sangat disiplin dan semangat bekerja keras, dan juga dia selalu bersikap baik kepada siapapun.
Tapi entah kenapa, orang sebaik dia tidak diberi umur yang Panjang"
"Setiap yang hidup, pasti akan mengalami Mati, itu sudah Garisnya"
"Hmmmh...itulah Rahasia Tuhan"
Pungkas bapak petani itu sambil berjalan menuju area persawahan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 71 Episodes
Comments