NovelToon NovelToon

Semua Demi Ibu

Disiplin

"Hallo Ki, besok lu nggak usah mampir ya, sepeda gw udah beres, besok bawa sepeda sendiri aja"

"Lu nggak capek apa, sepedahan lagi sejauh itu?"

"Enggaklah, udah hampir 3 tahun juga, udah terbiasa nih badan diajak sengsara haaahaa"

"Bangkee Lu, udahlah gw mampir, lu nebeng gw aja, daripada capek-capek ngayuh sepeda, belum lagi kalau ketemu anak-anak nakal itu dijalan, pasti mereka jahilin lu lagi"

"Haahaa biarin aja lah, kalau cuma bullyan aja nggak masalah, udah kebal gw wkwkwkkwk, asal nggak sampai main tangan aja"

"Ya udah deh, serah lu aja"

"OK, dah dulu ya, sampai ketemu besok"

"Yo'i"

Sani mengakhiri percapakannya dengan sahabatnya itu melalui telpon.

Sani dan Uki sudah bersahabat sejak masih SMP dan berlanjut hingga jenjang SMA.

Saat hendak memejamkan mata, pikiran Ayu nenerawang jauh,

"Apakah seusiaku sudah pantas jatuh cinta?, Apa tidak terlalu kecil untukku mengenal perasaan seperti ini?"

Ayu berguman sendiri

"Tapi entah kenapa, setiap melihat dia, bahkan dari kejauhan pun, rasanya aku sudah senang".

"Hmmmm....lagipula aku belum benar-benar kenal dia, belum tau laki-laki seperti dia itu, hanya tau kalau dia murid paling pintar di kelasnya"

"Ah sudahlah, ini masih terlalu sulit untuk remaja seperti aku, tidak ada habisnya jika terus memikirkannya".

Saat membenahi selimutnya dan hendak tidur, tiba-tiba kepala Ayu terasa sangat sakit, namun setelah beberapa saat, sakitnya mereda dan Ayu segera tidur.

“Sani, kami sudah makan Nak?” Tanya Ibunya yang memperhatikan Sani masih fokus pada bukunya.

“Belum Bu, nanti kalau sudah selesai belajar saja”

“Jangan lupa sayurnya diangetin ya, supaya tidak basi dan bisa buat sarapan besok”

“Iya Bu” jawab Sani.

Setelah selesai belajar, Sani segera makan malam secukupnya.

Ibu dan Anak ini tidak pernah benar-benar kenyang ketika makan, Ibunya selalu berfikir bahwa Sani yang harus kenyang, karena dia masih remaja yang biasanya tidak bisa menahan rasa lapar.

Sedang Sani berfikir, mereka harus berhemat untuk kehidupan sehari-hari, dan salah satunya dengan porsi makan yang bisa dibilang sangat sedikit.

Dengan sedikit makan, mereka akan menghemat beras sekaligus pengeluaran mereka.

Setelah selesai makan, Sani bermain game sebentar lalu segera tidur, karena dia harus bangun pagi-pagi untuk membantu mengurus ternaknya pakdhe Damar.

Pagi harinya, Sani sudah terbangun padahal masih jam 4, lalu segera cuci muka dan hendak keluar dari rumah.

"Sani, kan masih jam 4, biasanya setengah 5 kamu baru berangkat?"

Ibunya sedikit heran kenapa hari ini ia berangkat lebih pagi dari biasanya.

"Iya Bu, nanti Sani mau sekolah pake sepeda lagi, jadi harus berangkat lebih awal"

"Owalah...sepedamu sudah jadi?, Pantesan jam segini sudah bangun"

"Hehe iya bu, Sani berangkat ke rumah pakde dulu ya Bu"

"Iya, hati-hati"

"Siap Bu..!!"

Ucap Sani sambil tersenyum lalu bergegas berangkat ke rumah pakdenya untuk menyelesaikan tugasnya.

“Kamu ada uang saku untuk hari ini San?” tanya pakdhe Damar ketika melihat Sani sedang menata rumput untuk diletakkan di wadah makanan sapi.

“Ada pakdhe, setiap hari Sani bawa uang 10rb,untuk jaga-jaga kalau ban sepedanya kempes” jawab Sani.

“Ini ada uang 5rb, kamu ambil,barangkali kamu pengen beli camilan ataupun Es di Kantin” ujar pakdhe sambil menyodorkan uang kertas 5rb'an.

”Wah..makasih pakdhe” jawab Sani tersenyum lebar sambil mengambil uang yang diberikan pakdhe.

Sebenarnya Sani tidak ingin menerimanya, tapi takut dimarahi pakdhe Damar, karena dulu ia pernah menolak pemberiannya pakde nya ini,tp malah dimarahi karena dianggap menolak rejeki dan tidak menghargai orang yang memberinya.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, Sani pamit pulang, lalu mandi, selanjutnya bersiap berangkat sekolah.

Dia selalu berangkat lebih awal, karena butuh waktu sedikit lebih lama dibanding siswa lain yang membawa motor ke sekolahnya.

“Bu, Sani berangkat ya”

Sani berpamitan lalu mencium tangan Ibunya.

“Hati-hati ya Nak” jawab Ibu sambil mengelus kepala Sani.

”Iya Bu”

Pagi itu cuaca sangat cerah, Sani mengayuh sepedanya menuju sekolah SMA yang jaraknya cukup jauh dari rumah.

Setiap hari menempuh perjalanan 20km demi menuntut ilmu di jenjang Sekolah Menengah Atas.

Sani anak yang Rajin dan Disiplin, dia tidak mau mengecewakan Pakdhe Damar yang telah membiayainya untuk melanjutkan pendidikan tingkat SMA.

Ibunya sudah tidak mampu mencukupi biaya sekolah Sani semenjak masih SMP.

Pekerjaan sebagai buruh kasar yang penghasilannya tidak menentu,hanya cukup untuk makan sehari-hari.

Ibu Nanik, wanita yang kalem tapi sangat keras dalam menjalankan pekerjaannya.

Buruh di sawah, buruh mencuci, buruh memasak atau apapun asalkan bisa dia kerjakan demi mencukupi kebutuhannya.

Hidup berdua dengan anaknya didalam rumah yang sangat sederhana dan serba pas-pasan, namun Ibu dan Anak ini mempunyai semangat juang yang luar biasa.

Suaminya meninggal semenjak Sani masih berumur 5 tahun karena kecelakaan kerja.

Sani berangkat sekolah dengan melewati jalanan desanya, menembus desa lain, melewati area persawahan luas hingga memasuki kota menuju sekolahannya.

Tanpa mengenal rasa lelah karena sudah menjadi kebiasaannya selama bertahun-tahun, Sani tetap semangat dan disiplin dalam menempuh pendidikan Menengah Atas.

Hampir 3 tahun menempuh pendidikan menengah atas, itu artinya sebentar lagi Sani Lulus dari SMA.

Suka duka sudah dilalui selama hampir 3 tahun.

Panas ataupun hujan akan tetap diterjang demi pendidikannya.

Terkadang dia juga merasa iri dengan teman-temannya yang lain, yang berangkat sekolah menggunakan motor atau bahkan diantar menggunakan mobil.

Tapi perasaan itu dia buang jauh, karena Sani juga sadar diri dengan keadaan ekonomi keluarganya.

Maka dari itulah, dia bertekad besar untuk menyelesaikan sekolah dengan perjuangan maksimal.

Dan setelah lulus bisa mendapat pekerjaan yang layak, dengan harapan dia mampu merubah ekonomi keluarganya dan mensejahterakan Ibunya.

Kedisiplinan, keuletan dan semangat pantang menyerah itu sudah tertanam sejak dia masih kecil.

Dibawah asuhan Ibunya, serta gemblengan dari Pakdhe Damar, Sani tumbuh menjadi remaja yang memiliki pola fikir dewasa dan terkesan matang.

"Selamat pagi pak, Selamat pagi Bu"

Ucap Sani sambil melambaikan tangan kepada para petani yang ia jumpai ditengah perjalanannya menuju sekolahan.

"Pagi nak Sani, semangat ya sekolahnya"

Balas bapak-bapak yang ia sapa.

"Beruntung sekali bu Nanik, memiliki putera yang semangat berjuang dan sangat bersahaja.

Aku yakin, suatu saat nanti Sani akan membanggakan Ibunya"

Ucap bapak petani yang melihat Sani mengayuh sepedanya dengan semangat sekaligus selalu menebar senyum ramah kepada siapapun yang ia temui.

"Darah yang mengalir ditubuh Sani adalah darah pak Hartoyo, jadi wajar saja jika anak itu sangat Rajin dan Disiplin, mungkin sifat itu memang menurun dari Ayahnya"

Timpal istri pak petani itu.

"Benar, pak Hartoyo adalah orang yang sangat disiplin dan semangat bekerja keras, dan juga dia selalu bersikap baik kepada siapapun.

Tapi entah kenapa, orang sebaik dia tidak diberi umur yang Panjang"

"Setiap yang hidup, pasti akan mengalami Mati, itu sudah Garisnya"

"Hmmmh...itulah Rahasia Tuhan"

Pungkas bapak petani itu sambil berjalan menuju area persawahan.

Kebiasaan

"Wrong Wrong Wroooong". . .

Bunyi knalpot motor Rindra & Odi yang sengaja bleyer motornya dismping Sani.

Mereka adalah teman-teman Sani yang sering membully dirinya ketika di sekolahan ataupun ketika bertemu dijalan.

“Woy..lihat kulit muka lu,udah kek aspal warnanya Hahahaha” ucap Rindra mulai mengejek

“Jangan sering keluar malem ya, ntar kagak kelihatan haahaahaa” timpal Odi yang tertawa puas membully Sani

“Kalau keluar malem, pake baju putih ya, biar kelihatan,, kelihatan kek pocong. Hwaahaha” ejek Tidar yang sedang dibonceng Rindra.

Sedangkan Farhan, yang dibonceng Odi, hanya tersenyum saja & tidak mengatakan apapun pada Sani.

Sesampainya di sekolah, Sani disapa oleh sahabatnya

“Oii...San” teriak Uki

“Hoi..Ki, udah berak lu” jawab Sani sambil tertawa

“Bangke Lu Haahaaa” balas Uki sembari tertawa ngakak

Sani selalu mengejek Uki dengan topik berak, karena setiap pelajaran dimulai, Uki selalu ijin ke WC untuk buang air besar, itulah kenapa Sani selalu bilang berak ketika ketemu Uki.

“Gimana, tadi dibully mereka lagi?” tanya Uki

“Yaelah tiap hari juga gitu, udh gak kaget gw” jawab Sani

“Kok lu diem aja sih”

“Lhah...emang harus gimana donk?”

“Ya dikasih pelajaran kek, biar tau rasa mereka” ucap Uki agak emosi

“Nanti dikelas juga bakal dikasih pelajaran sama Gurunya”

Haaahaaahaa

Mereka tertawa barengan.

“Emang ****** lu” ucap Uki sambil merangkul pundak Sahabatnya itu.

“Eh lu bawa bekal kan?” Uki bertanya

“Pasti donk”

“Apaan?”

“Ya singkong rebus lah,emang bawa apaan” jawab Sani sambil menahan tawanya

“ckckckck mantab dah, ntar bagi ya” ujar Uki

“Passttiiiiii” balas Sani sambil tersenyum.

Lalu mereka ketawa bersama dan barengan masuk ke Kelas.

Dari belakang, ada sosok Gadis cantik yang memperhatikan mereka berdua sambil menahan senyumnya.

Zaiyu, Gadis yang biasa dipanggil Ayu,dia adalah adik kelas yang selalu memperhatikan Sani dari kejauhan.

Zaiyu sangat menyukai Sani, karena kepribadian Sani yang bersahaja & cerdas.

Tapi dia tidak berani mendekati karena dia pemalu & merasa tidak pantas kalau seorang gadis mendekati pria duluan.

Dan dia juga berfikir bahwa perasaannya mungkin hanya rasa suka khas anak remaja, dan bukan perasaan Cintanya orang Dewasa, jadi dia hanya memperhatikan & mengagumi Sani dari kejauhan.

Saat istirahat, Sani & Uki pergi ke kantin untuk membeli minuman.

Sani memesan Teh hangat,sedang Uki lebih suka Es Teh.

Mereka lalu membuka bekal Sani, singkong rebus buatan Ibu Sani dan makan bersama.

“Kok bisa ya, gw suka banget sama singkong rebus buatan Ibu lu, sampe ketagihan pula” kata Uki membuka obrolan mereka.

“Lu udah bosen makan Burger kali" jawab Sani

“ckckckck sialan Lu, tapi mungkin bener kali ya, soalnya tiap sore gw selalu dijajanin Burger sama bapak gw” timpal Uki

“Wkwkwkwk gw seumur-umur belum pernah makan Burger, dikampung gak ada yang jualan Burger soalnya, adanya juga Kue Putu keliling” balas Sani sambil tertawa

Saat mereka menikmati singkong rebus bersama, tiba-tiba..

"Braakkkk"

Suara tangan yang menggebrak meja dengan keras.

"Kalau hanya numpang makan, seharusnya tidak berada di Kantin ini...!!!"

Sani tau betul siapa yang berteriak, meskipun tanpa menoleh, karena cuma 1 anak yang selalu melakukannya.

Ya, dia adalah Rindra, anak orang kaya yang selalu membully Sani dan bersikap semena-mena dengan siapapun.

"Ki, minumannya udah dibayar kan?"

"Udah San, kenapa?"

"Kita pergi sekarang, jangan sampai kantin ini kacau gara-gara ulah anak nakal ini yang bisa melibatkan kita"

Sebenarnya Uki ingin membantah, tapi dia pikir apa yang dikatakan Sani benar adanya.

Bukan masalah dengan Rindra yang ditakuti, tetapi kasihan kepada pemilik kantin jika mereka rusuh di kantin.

Jadi mereka memilih pergi saja dari situ.

"Dasar Pengecut ..!!!"

Ucap Rindra ketika melihat Sani dan Uki keluar dari Kantin.

Sani tidak merespons, hanya melirik saja ke arah Rindra dan temen-temannya.

"San, kenapa sih lu gak ladenin aja tu anak nakal?"

Ucap Uki yang kelihatan jengkel

Sani berhenti, lalu menghadapkan badannya ke arah Uki,

"Apa untungnya Coba?"

"Ya biar mereka jera dan gak ganggu kita lagi"

Timpal Uki

"Halah, buang-buang waktu dan tenaga aja, gak ada guna ataupun untungnya"

Balas Sani sambil melangkah pergi,lalu diikuti Uki dibelakangnya sambil nyeletuk

"Iya juga sih"

Hingga jam pulang sekolah, Sani berpisah dengan Uki dan pulang ke Rumah masing-masing.

Seperti hari-hari sebelumnya, sampai dirumah Sani istirahat sebentar, lalu siap-siap berangkat ke ladang guna mencari rumput untuk memberi makan sapi-sapi peliharaan pakdhe Damar.

Sebagaimana yang sudah dijanjikan pakdhe Damar dulu, jika Sani sanggup mencarikan rumput untuk pakan sapi-sapinya, maka pakdhe Damar berjanji akan membiayai sekolah Sani sampai ke jenjang SMA.

Sebenarnya, andai Sani tidak mencarikan rumput pun pakdhe Damar tetap berkenan membiayai sekolah Sani.

Karena Sani adalah keponakan satu-satunya.

Sedangkan pakdhe Damar sendiri belum dikaruniai momongan hingga usianya yang sudah menjelang kepala lima.

Pakdhe Damar sendiri selalu menganggap Sani sebagai anaknya sendiri, karena setiap hari selalu menyempatkan diri mampir dirumah pakdhe Damar, untuk sekedar mengobrol ringan atau memang Sani sengaja menjenguk pakdhe dan Budhenya itu.

"Sani belum datang pak?"

Tanya bu Wiwik kepada suaminya

"Lha iya, kok belum datang, wong sudah jam 4 sore"

Jawab pakdhe Damar

"Apa disusul ke ladang saja, saya khawatir terjadi apa-apa sama Sani, biasanya setengah 4 juga sudah pulang"

Timpal bu Wiwik yang mulai gelisah

"Ya wis tak cari di ladang, aku kok jadi ikut khawatir"

Ucap pakdhe Damar sembari mengambil topinya dan segera berangkat ke ladang.

Tapi saat sampai dibelakang rumah, tiba-tiba Sani muncul sambil membawa dua ikat besar rumput yang dipanggul pakai pikulan.

"Lhooo...lha ini anaknya, kenapa sore sekali San, biasanya stengah 4 sudah sampai rumah"

Tanya pakdhe Damar sambil membantu Sani membawa rumputnya.

"Anu pakdhe...mungkin Sani ngambil rumputnya agak kebanyakan, kerasa agak berat dibanding biasanya, jadi tadi Sani sering berhenti untuk Istirahat"

Ucap Sani sambil senyum nyengir ke pakdhenya

"Lhah...ada-ada saja kamu ini, ya sudah sekarang istirahat sebentar, biar dibuatin Kopi sama budhemu"

"Walah..gak usah pakdhe"

"Gak usah gimana maksudmu?"

"Nggak usah lama-lama maksudnya, kebetulan tadi Sani belum ngopi dirumah...hihi"

"Dasar kamu.....Buuuu, buatin kopi 2 ya"

"Iya pak"

Jawab bu Wiwik sambil berjalan menuju dapur.

"Nih rokok kesukaanmu"

Pakdhe Damar menyodorkan rokok kesukaan Sani yang tulisannya 234

"Wuih...mantab nih, ada kopi sama rokok kesukaanku..hehe"

"Jangan terlalu sering ya merokoknya, supaya bisa nabung buat beli motor"

Budhe Wiwik memberi nasihat kepada Sani

"Iya Budhe, Sani juga gak pernah beli rokok, kalau dirumah cuma merokok tembakau yang pemberian pakdhe yang Sani linting sendiri"

"Nah..begitu bagus, biar bisa hemat pengeluarannya"

"Nanti kamu latihan silat juga?"

Tanya pakdhe Damar kepada Sani

"Mungkin enggak pakdhe, Sani kok merasa hari ini lelah banget, mungkin karena tadi kebanyakan nyari rumputnya, jadi agak capek"

"Ya sudah, kalau Ndak latihan silat, nanti malam kesini saja sama Ibumu, nonton TV bareng sambil ngopi lagi.

Ini rokoknya masih banyak"

"OK..!! Siap pakdhe..!!"

Timpal Sani sambil tangannya melakukan Hormat yang diiringi dengan tawa pakdhe Damar serta senyuman budhe Wiwik.

Pertimbangan

Pada malam harinya, Sani dan Ibunya datang ke rumah pakde Damar dengan berjalan kaki, karena jarak rumah mereka memang tidak terlalu jauh, hanya terpaut sekitar 50meter saja.

Sampai di rumah pakde Damar, mereka disuguhi kopi dan camilan singkong rebus, serta tak lupa rokok kesukaan Sani pun juga disuguhkan.

Mereka menikmati yang ada sambil menonton TV.

"San, sebentar lagi kamu kan lulus SMA, rencananya mau kuliah atau langsung kerja?"

Tiba-tiba pakde Damar bertanya

Sani diam dan berfikir, tak langsung menjawab pertanyaan pakdenya.

Mereka bertiga memandang Sani sambil menunggu jawabannya.

"Sani ingin langsung bekerja saja pakde, soalnya.."

"Lhoh kenapa?, kalau kamu pengen kuliah, pakde dan bude masih mampu kok membiayai kamu"

Ucap bude Wiwik memotong jawaban Sani yang belum selesai bicara

Sani kembali diam, berfikir sebelum menjawab lagi

"Pakde, Bude, kuliah itu biayanya lumayan besar, daripada untuk kuliah, lebih baik pakde beri modal Sani untuk buka usaha kecil-kecilan dirumah"

"Lagipula kampusnya jauh, paling dekat saja jaraknya 30km, kalau setiap hari PP jarak segitu,sepertinya Sani gak sanggup"

"Kamu gak eman-eman dengan prestasi kamu?"

Tanya pakde yang melihat Sani sudah mulai jenuh menempuh pendidikan formal

"Ya mau gimana lagi"

Jawab Sani yang terlihat menyesal

"Kalau kamu mau kuliah, pakde belikan kamu motor nanti, supaya ndak terlalu capek"

Bujuk pakde Damar

"San, kamu itu keponakanku satu-satunya, kalau kamu bisa meraih jenjang pendidikan tertinggi, bude sama pakde juga bakal ikut bangga"

Timpal bude Wiwik yang ikut membujuk Sani supaya bersemangat melanjutkan pendidikannya.

"Walaupun ada motor, tapi kalau tugas kuliah banyak, terus Sani harus nginap atau Kos disekitar kampus, itu artinya Sani bakal jarang ketemu Ibu, Sani gak mau, Sani keberatan kalau harus jauh dari Ibu"

Jawaban Sani itu membuat Ibunya terharu dan menitikkan air matanya, tapi berhasil disembunyikan.

Sekaligus membuat pakde dan budenya diam dan tidak bisa membujuk Sani lagi.

"Ya sudah, kalau itu sudah jadi keputusanmu, kami semua tetap mendukungmu.

Memangnya kamu mau usaha apa dirumah?"

Pakde Damar penasaran dengan keinginan usaha Sani.

"Belum pasti juga sih pakde, tapi Sani tertarik berjualan sayuran.

Ada sedikit sisa pekarangan yang bisa ditanami cabe, bayam dan kacang panjang secara bersamaan kan, barangkali itu bisa jadi usaha yang jalan terus meskipun nggak terlalu besar"

Ibunya sedikit terkejut dengan jawaban Sani, ternyata dia sudah punya pemikiran yang agak jauh ke depan.

Pakde dan Budenya pun juga tak kalah kaget mendengar keinginan Sani itu.

"Tapi kan kita hidup di desa San, semua orang menanam sayur sendiri, siapa yang mau beli?"

Tanya pakde Damar

"Ya berarti jualannya gak disini, tapi nyari tempat strategis yang kemungkinan banyak dilewati orang-orang kota, mereka kan selalu butuh sayur-mayur untuk kebutuhan sehari-hari"

Sekali lagi mereka kaget dengan tekad dan rencana Sani, tidak disangka remaja itu sudah punya minat dan perencanaan usaha di masa mendatang.

"Ya sudah lah, kalau itu mau kamu, asalkan kamu persiapkan semua dengan baik, pasti bisa menjadi usaha yang terus mengalir.

Dan soal Modal, pasti pakde siapkan untuk kamu"

Pungkas pakde Damar yang diiringi senyum lega bu Wiwik serta Ibunya Sani.

Dan tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam, Sani dan Ibunya pamit pulang ke rumah untuk segera istirahat.

Pagi harinya, saat Sani sampai disekolah, dia melihat kerumunan siswa di papan pengumuman.

Dia penasaran, ada pengumuman apa gerangan, hingga membuat para siswa berkerumun.

Dia melangkah menuju papan pengumuman, tapi sebelum sampai, tiba-tiba Uki meloncat dan merangkul pundak Sani.

"Whooaaa haaa haa haa"

"Dasar tukang Berak, ngagetin aja lu"

Ucap Sani yang terlihat kesal dikagetkan

"Itu ada pengumuman apaan, kok rame?"

"Owh itu, sebentar 4 bulan lagi kan kelulusan sekaligus perpisahan angkatan kita, Nah..di sekolahan ini mau diadakan Bazar dan Event-event lain."

"Kesana yuk, mau lihat, ada event apa aja"

"Boleh"

Pungkas Uki

Setelah sampai di papan pengumuman, Sani memperhatikan satu per satu event yang akan diadakan.

Bazar Buku, makanan tradisional, lomba tari se-Kabupaten serta masih banyak event lain yang tak kalah menarik.

Tiba-tiba mata Sani tertuju pada satu event yang ditulis agak bawah

"PERTANDINGAN PENCAK SILAT ANTAR PELAJAR se-KABUPATEN"

Sani menatap lama sambil berfikir, sepertinya ada kesempatan aku ikut pertandingan ini, tapi aku harus berlatih secara intens kalau ingin mengikuti.

"Ki, di sekolah ini kan gak ada Ekstrakulikuler Pencak Silat, kok mau ngadain pertandingan, kan sekolah kita gak punya wakil nanti?"

Tiba-tiba Sani bertanya pada Uki

"Oh itu, denger-denger sih itu event milik SMA 4, tapi karena di sana sedang merenovasi bangunan sekolahan, jadi eventnya dipindah di sekolah ini"

Jawab Uki

"Owh begitu"

Sani merespons jawaban Uki sambil manggut-manggut

"Lu mau Ikut?"

Tiba-tiba Uki bertanya pada Sani

"Nggak tau, nanti coba tanya pak Hambali dulu, gimana pendapat dan sarannya"

Balas Sani sambil memutar badannya dan berjalan menjauhi papan pengumuman.

Uki adalah satu-satunya sahabat Sani yang mengetahui bahwa Sani jago silat, yang mana dia dilatih oleh pak Hambali, mantan Jawara silat pada masa Mudanya.

"Ikut aja donk, siapa tau menang, dapat hadiah besar, dan siapa tau dapat hadiah khusus dari sekolahan juga."

Celetuk Uki

Sani tiba-tiba berhenti berjalan, diam sejenak dan berfikir

"Lu ada benernya, nanti langsung gw tanyain ke pak Hambali deh, dan semoga aja dikasih ijin"

Lalu mereka berdua berjalan menuju kelas bersama.

Sampai saat istirahat, mereka menuju kantin berdua sambil membawa singkong rebus bekal Sani.

Memesan 2 minuman, Es Teh dan Teh Hangat untuk mereka nikmati sambil menyantap bekal singkong rebus yang dibawa Sani.

Mereka selalu membayar minumannya duluan, supaya bisa langsung pergi jika Rindra cs berulah lagi.

Karena sudah hafal dengan kelakuan anak nakal itu.

Dan benar saja, terlihat 4 anak berjalan menuju kantin, yang tak lain itu adalah Rindra cs.

Namun sebelum sampai ke Kantin, Sani langsung mengajak Uki Pergi dari Kantin lewat jalan belakang kantin untuk menghindari mereka.

"Lu kenapa sih selalu lari kalau mereka datang?,

Lu takut ya?”

Uki ngerocos aja

"Enggak takut, tapi kalau masih bisa dihindari, ya mending menghindar aja kan, daripada kita di bully ataupun di ganggu"

Jawab Sani santai

"Tapi Lu kan bisa Silat, hajar aja mereka, biar tau rasa"

Uki mencoba memanas-manasi Sani.

Tiba-tiba Sani berhenti, lalu menghadap Uki.

"Aku belajar silat bukan untuk berantem karena urusan sepele kayak gini, tapi untuk menjaga diri kalau ada ancaman yang berbahaya"

Tegas Sani.

"Oh Sani, kau memang orang baik, hatimu begitu mulia seperti tokoh di sinetron"

Ucap Uki lebay sambil menengadahkan tangannya seakan memuja Sani

"Bacot lu"

Timpal Sani sambil menampar kepala Uki

"Aduh, \*\*\*\*\*\*..!!"

Teriak Uki yang kaget karena kepalanya ditampar Sani

"Haa haa haaaa"

Mereka berdua tertawa keras sambil berlalu.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!