Mahadara
Pagi ini, ada seorang siswi yang sedang berlari menuju kelasnya diujung lorong lantai 2. Berkejaran dengan waktu dan langkah kaki sang guru yang juga sedang menuju kelas itu.
"Huft, untuk aku gak telat" ucapnya sambil menyeka keringat sesampainya di kursi kelas
"Ada kejadian apa lagi hari ini, Ra?" ucap sang teman sebangkunya sekaligus sahabatnya
"Hahaha ga ada kejadian apa-apa kok"
"Kamu yakin? Tapi muka kamu pucet gitu Ra" ya benar, wajah Dara memang terlihat pucat pagi ini
"Iya aku ga apa-apa kok, cuma belum makan aja dari tadi malam" ucap gadis itu santai bahkan dengan senyum
"Astaga Dara..."
"Selamat pagi anak-anak" suara guru pelajaran memotong pembicaraan dua sahabat ini
...
Setelah Arinda mengetahui sang sahabat belum mengisi perutnya sejak pagi bahkan sejak semalam katanya. Sekarang disinilah mereka berdua, di pojok kantin. Ya, Arinda menarik paksa sahabatnya itu untuk mengisi perut. Namun, Dara tetaplah Dara yang tak ingin merepotkan sahabatnya itu. Karena Dara tau ujung-ujungnya Arinda lah yang akan membayar makanan mereka di kantin hari ini. Namun, dengan segala wajah sedihnya akhirnya Dara menerima pemberian sahabatnya itu. Tapi dengan syarat Arinda hanya boleh membelikannya air minum, biar Dara yang membeli makannya. Dengan susah payah Dara meyakinkan Arinda jika dirinya masih punya uang untuk membayar makanannya hari ini.
"Gimana Dar hasilnya?"
"Alhamdulillah aku dapat juara 2 Nda"
"Alhamdulillah, selamat ya sahabatku yang cantik dan pintar" Arinda pun memeluk sahabatnya itu dengan bangga
"Makasih ya kamu udah mau dukung aku terus"
Tadi, setelah jam istirahat pertama selesai Dara dipanggil oleh kepala sekolah untuk pengumuman hasil olimpiade sains yang di ikutinya 2 minggu lalu. Dara adalah salah satu siswa berprestasi di sekolah dan sering kali mengikuti olimpiade. Karena itu lah Dara dikenal sebagai gadis cantik yang pintar, sehingga banyak murid laki-laki yang mengagumi Dara. Tapi Dara adalah gadis pendiam yang tak terlalu peduli dengan itu semua. Baginya belajar dan berprestasi adalah hal yang paling penting. Dia adalah Dara Senjana.
"Dara, 2 bulan lagi akan ada olimpiade tingkat propinsi. Apakah kamu bersedia mewakili sekolah kita lagi ?"
"Iya pak, saya bersedia"
"Terimakasih ya Dara, kamu selalu bersedia mewakili sekolah yang membuat sekolah kita semakin terkenal karena prestasi siswanya"
"Iya sama-sama pak"
Flashback on
Plak
Suara tamparan tertengar disudut rumah. Dimana seorang ayah yang telah menampar anaknya
"Saya gak mau tau, pokoknya kamu harus selalu mendapat nilai sempurna"
"Tapi ayah, aku gak sepintar kakak"
"Jangan pernah panggil saya ayah, sebelum kamu bisa buat saya bangga. Dan 1 lagi, kamu bukan anak saya"
Tess
Setetes air mata jatuh dipipi tirus Dara. Perihnya tamparan dipipi yang membuat pipinya kinu tambah terlihat lebam dan sakitnya ucapan sang ayah membuatnya tak kuasa menahan tangis. Walau sebenarnya kata-kata menyakitkan itu sudah terlalu biasa ia dapatkan dari kecil. Bahkan sejak sang kakak masih ada.
Flashback off
"Ra, kok bengong. Ada apa sih?"
"Gak ada apa-apa Nda. Cuma lagi mikir aja aku kapan ya bisa secantik kamu"
"Astaga Dara. Aku tuh gemes tau gak sih sama kamu tuh. Kalo ada apa-apa pasti bilangnya gak ada apa-apa kok Nda" dengan menirukan cara bicara sahabatnya itu
"Hahaha emang gak ada apa-apa, beneran" Dara mencoba senyum untuk meyakinkan Arinda, walau dia tau sahabatnya itu tak akan percaya
"Tapi beneran ya Ra, kamu kalo ada apa-apa tuh cerita. Biar aku bisa bantu kamu, jangan selalu pura-pura kuat. Gak apa-apa Ra kalo kamu mau ngeluh sekalipun sama aku. Aku gak mau kamu meresa sendirian, aku juga mau jadi sahabat yang ada disaat sahabatnya butuh"
"Iya, makasih ya Arinda udah mau jadi sahabat aku yang luar biasa baiknya. Terimakasih juga udah mau bantu aku kuat selama ini"
"Huuu sayang Dara" seraya memeluk sahabatnya itu
"Aku juga sayang sahabatku yang cantik ini. Duhh kok jadi melow gini sih" tanpa disadari ada setetes air mata disudut mata keduanya
"Hahaha iya ya. Tapi janji ya Ra kalo ada apa-apa cerita"
"Iya Arinda yang cantik"
"Eh tapi Ra, kamu tuh cantik juga loh. Buktinya banyak yang diam-diam suka sama kamu"
"Yaampun Arinda, gak usah punya pikiran yang aneh-aneh deh"
"Beneran tau Ra, asal kamu tau ya disekolah ini kamu tuh terkenal sebagai murid yang cantik imut juga pintar luar biasa"
"Semakin berlebihan"
"Gak berlebihan dong Dara sayang. Makanya kamu tuh peka sedikit lah sama sekitar"
"Maksudnya ikut ngegosip kayak kamu sama anak-anak kelas sebelah gitu"
"Ihh Dara, itu tuh bukan ngegosip tapi cari info hehehe"
"Tapi ya gak mungkin lah kalo sampai ada kagum sama aku gitu Nda"
"Nah ini nih, kamu tuh seneng banget merendah. Padahal ya orang lain tuh pengen ada diposisi kamu"
"Hahaha mereka hanya mengagumi apa yang mereka lihat Nda" suara tawa lirih itu seakan menyadarkan Arinda betapa beratnya hidup sebagai Dara
"Iya, dan mereka juga gak tau seberapa hebatnya sahabat aku ini. Seberapa kuatnya kamu jadi seorang perempuan Ra. Bahkan aku aja gak tau gimana aku kalo ada diposisi kamu sekarang"
"Aku gak sekuat itu Nda. Aku juga masih manusia yang terkadang rasanya menyerah mungkin lebih menyenangkan"
"Jangan pernah ngulangin hal itu lagi ya Ra. Aku takut kehilangan sahabat" Arinda langsung memeluk erat tubuh Dara. Iya dekap dengan erat seolah jika ia lepaskan Dara akan menghilang
"Doain aku agar bisa bertahan lebih lama ya Nda" Dara pun membalas pelukan sang sahabat
Matahari disiang hari kali ini seolah menghangatkan persahabatan mereka. Betapa Dara begitu beruntung punya sahabat seperti Arinda yang bersedia membantunya untuk tetap kuat dan bertahan. Kejadian masa lalu lah yang membuat Arinda kini mencoba lebih perhatiannya pada Dara.
Selama ini memang Dara tak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya selama disekolah. Sampai tak peduli juga sebutan apa yang diberikan murid lain padanya. Karena baginya datang kesekolah ya untuk belajar, bukan untuk urusan yang lain. Termasuk tak pernah peduli dengan para murid laki-laki yang tanpa ia sadari suka memandangnya dengan kagum.
Dara adalah Dara walau yang terkesan cuek dengan sekitarnya tapi ia tetap berusaha ramah ketika bertemu dengan orang lain. Itulah mengapa banyak yang mengagumi Dara tanpa ia sadari. Gadis cantik dan imut itu punya prestasi yang luar biasa dengan kepintarannya, tapi dia juga tidak sombong dan selalu menampilkan senyum manisnya. Walau semua yang melihat tak pernah tau bagaimana dia selalu berusaha keras menyembunyikan sesaknya tangisan.
Tapi, bagi Dara itu cukup. Baginya biarlah luka ini dia simpan sendirian tanpa perlu orang lain tau, kecuali Arinda sahabatnya yang sudah memahami bagaimana cerita hidup Dara. Cerita hidup yang lukanya terkadang berusaha ia samarkan, tapi tetap saja Arinda tau luka apa itu. Luka yang bagi Dara tak sesakit luka batinnya selama ini. Sampai pada luka yang mungkin tak terlihat oleh Arinda.
...
"Jangan pulang larut, ada yang khawatir sama lu dirumah"
...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments