NovelToon NovelToon

Mahadara

episode 1

Pagi ini, ada seorang siswi yang sedang berlari menuju kelasnya diujung lorong lantai 2. Berkejaran dengan waktu dan langkah kaki sang guru yang juga sedang menuju kelas itu.

"Huft, untuk aku gak telat" ucapnya sambil menyeka keringat sesampainya di kursi kelas

"Ada kejadian apa lagi hari ini, Ra?" ucap sang teman sebangkunya sekaligus sahabatnya

"Hahaha ga ada kejadian apa-apa kok"

"Kamu yakin? Tapi muka kamu pucet gitu Ra" ya benar, wajah Dara memang terlihat pucat pagi ini

"Iya aku ga apa-apa kok, cuma belum makan aja dari tadi malam" ucap gadis itu santai bahkan dengan senyum

"Astaga Dara..."

"Selamat pagi anak-anak" suara guru pelajaran memotong pembicaraan dua sahabat ini

...

Setelah Arinda mengetahui sang sahabat belum mengisi perutnya sejak pagi bahkan sejak semalam katanya. Sekarang disinilah mereka berdua, di pojok kantin. Ya, Arinda menarik paksa sahabatnya itu untuk mengisi perut. Namun, Dara tetaplah Dara yang tak ingin merepotkan sahabatnya itu. Karena Dara tau ujung-ujungnya Arinda lah yang akan membayar makanan mereka di kantin hari ini. Namun, dengan segala wajah sedihnya akhirnya Dara menerima pemberian sahabatnya itu. Tapi dengan syarat Arinda hanya boleh membelikannya air minum, biar Dara yang membeli makannya. Dengan susah payah Dara meyakinkan Arinda jika dirinya masih punya uang untuk membayar makanannya hari ini.

"Gimana Dar hasilnya?"

"Alhamdulillah aku dapat juara 2 Nda"

"Alhamdulillah, selamat ya sahabatku yang cantik dan pintar" Arinda pun memeluk sahabatnya itu dengan bangga

"Makasih ya kamu udah mau dukung aku terus"

Tadi, setelah jam istirahat pertama selesai Dara dipanggil oleh kepala sekolah untuk pengumuman hasil olimpiade sains yang di ikutinya 2 minggu lalu. Dara adalah salah satu siswa berprestasi di sekolah dan sering kali mengikuti olimpiade. Karena itu lah Dara dikenal sebagai gadis cantik yang pintar, sehingga banyak murid laki-laki yang mengagumi Dara. Tapi Dara adalah gadis pendiam yang tak terlalu peduli dengan itu semua. Baginya belajar dan berprestasi adalah hal yang paling penting. Dia adalah Dara Senjana.

"Dara, 2 bulan lagi akan ada olimpiade tingkat propinsi. Apakah kamu bersedia mewakili sekolah kita lagi ?"

"Iya pak, saya bersedia"

"Terimakasih ya Dara, kamu selalu bersedia mewakili sekolah yang membuat sekolah kita semakin terkenal karena prestasi siswanya"

"Iya sama-sama pak"

Flashback on

Plak

Suara tamparan tertengar disudut rumah. Dimana seorang ayah yang telah menampar anaknya

"Saya gak mau tau, pokoknya kamu harus selalu mendapat nilai sempurna"

"Tapi ayah, aku gak sepintar kakak"

"Jangan pernah panggil saya ayah, sebelum kamu bisa buat saya bangga. Dan 1 lagi, kamu bukan anak saya"

Tess

Setetes air mata jatuh dipipi tirus Dara. Perihnya tamparan dipipi yang membuat pipinya kinu tambah terlihat lebam dan sakitnya ucapan sang ayah membuatnya tak kuasa menahan tangis. Walau sebenarnya kata-kata menyakitkan itu sudah terlalu biasa ia dapatkan dari kecil. Bahkan sejak sang kakak masih ada.

Flashback off

"Ra, kok bengong. Ada apa sih?"

"Gak ada apa-apa Nda. Cuma lagi mikir aja aku kapan ya bisa secantik kamu"

"Astaga Dara. Aku tuh gemes tau gak sih sama kamu tuh. Kalo ada apa-apa pasti bilangnya gak ada apa-apa kok Nda" dengan menirukan cara bicara sahabatnya itu

"Hahaha emang gak ada apa-apa, beneran" Dara mencoba senyum untuk meyakinkan Arinda, walau dia tau sahabatnya itu tak akan percaya

"Tapi beneran ya Ra, kamu kalo ada apa-apa tuh cerita. Biar aku bisa bantu kamu, jangan selalu pura-pura kuat. Gak apa-apa Ra kalo kamu mau ngeluh sekalipun sama aku. Aku gak mau kamu meresa sendirian, aku juga mau jadi sahabat yang ada disaat sahabatnya butuh"

"Iya, makasih ya Arinda udah mau jadi sahabat aku yang luar biasa baiknya. Terimakasih juga udah mau bantu aku kuat selama ini"

"Huuu sayang Dara" seraya memeluk sahabatnya itu

"Aku juga sayang sahabatku yang cantik ini. Duhh kok jadi melow gini sih" tanpa disadari ada setetes air mata disudut mata keduanya

"Hahaha iya ya. Tapi janji ya Ra kalo ada apa-apa cerita"

"Iya Arinda yang cantik"

"Eh tapi Ra, kamu tuh cantik juga loh. Buktinya banyak yang diam-diam suka sama kamu"

"Yaampun Arinda, gak usah punya pikiran yang aneh-aneh deh"

"Beneran tau Ra, asal kamu tau ya disekolah ini kamu tuh terkenal sebagai murid yang cantik imut juga pintar luar biasa"

"Semakin berlebihan"

"Gak berlebihan dong Dara sayang. Makanya kamu tuh peka sedikit lah sama sekitar"

"Maksudnya ikut ngegosip kayak kamu sama anak-anak kelas sebelah gitu"

"Ihh Dara, itu tuh bukan ngegosip tapi cari info hehehe"

"Tapi ya gak mungkin lah kalo sampai ada kagum sama aku gitu Nda"

"Nah ini nih, kamu tuh seneng banget merendah. Padahal ya orang lain tuh pengen ada diposisi kamu"

"Hahaha mereka hanya mengagumi apa yang mereka lihat Nda" suara tawa lirih itu seakan menyadarkan Arinda betapa beratnya hidup sebagai Dara

"Iya, dan mereka juga gak tau seberapa hebatnya sahabat aku ini. Seberapa kuatnya kamu jadi seorang perempuan Ra. Bahkan aku aja gak tau gimana aku kalo ada diposisi kamu sekarang"

"Aku gak sekuat itu Nda. Aku juga masih manusia yang terkadang rasanya menyerah mungkin lebih menyenangkan"

"Jangan pernah ngulangin hal itu lagi ya Ra. Aku takut kehilangan sahabat" Arinda langsung memeluk erat tubuh Dara. Iya dekap dengan erat seolah jika ia lepaskan Dara akan menghilang

"Doain aku agar bisa bertahan lebih lama ya Nda" Dara pun membalas pelukan sang sahabat

Matahari disiang hari kali ini seolah menghangatkan persahabatan mereka. Betapa Dara begitu beruntung punya sahabat seperti Arinda yang bersedia membantunya untuk tetap kuat dan bertahan. Kejadian masa lalu lah yang membuat Arinda kini mencoba lebih perhatiannya pada Dara.

Selama ini memang Dara tak terlalu peduli dengan apa yang terjadi di sekitarnya selama disekolah. Sampai tak peduli juga sebutan apa yang diberikan murid lain padanya. Karena baginya datang kesekolah ya untuk belajar, bukan untuk urusan yang lain. Termasuk tak pernah peduli dengan para murid laki-laki yang tanpa ia sadari suka memandangnya dengan kagum.

Dara adalah Dara walau yang terkesan cuek dengan sekitarnya tapi ia tetap berusaha ramah ketika bertemu dengan orang lain. Itulah mengapa banyak yang mengagumi Dara tanpa ia sadari. Gadis cantik dan imut itu punya prestasi yang luar biasa dengan kepintarannya, tapi dia juga tidak sombong dan selalu menampilkan senyum manisnya. Walau semua yang melihat tak pernah tau bagaimana dia selalu berusaha keras menyembunyikan sesaknya tangisan.

Tapi, bagi Dara itu cukup. Baginya biarlah luka ini dia simpan sendirian tanpa perlu orang lain tau, kecuali Arinda sahabatnya yang sudah memahami bagaimana cerita hidup Dara. Cerita hidup yang lukanya terkadang berusaha ia samarkan, tapi tetap saja Arinda tau luka apa itu. Luka yang bagi Dara tak sesakit luka batinnya selama ini. Sampai pada luka yang mungkin tak terlihat oleh Arinda.

...

"Jangan pulang larut, ada yang khawatir sama lu dirumah"

...

episode 2

...

Hari ini benkel cukup ramai, bahkan para montir harus lembur beberapa jam untuk bisa menyelesaikan pekerjaan mereka. Termasuk laki-laki berbadan tegap berkulit putih yang bisa dibilang ahli dalam bongkar pasang mesin kendaraan. Walau usianya masih muda, tapi dia cukup dihormati disini tanpa memandang latar belakangnya.

"Alhamdulillah selesai juga kerjaan" ucap lelaki itu setelah semuanya selesai

"Mau langsung pulang lo?" Tanya salah satu montir yang juga sahabatnya

"Biasa, mau ketemu Roland dulu"

"Tadi waktu lo istirahat dicariin sama bang Sukri tuh"

"Ada apaan?"

"Ga tau, katanya mau ngucapin makasih"

"Makasih apaan?"

"Ya mana gue tau Dika. Eh tapi lo mau ikut balapan malam ini?"

"Ga, tadi si Roland minta gue kesana katanya ada masalah sedikit"

"Hati-hati lo, awas jangan bikin yang dirumah khawatir nungguin lo pulang"

"Iya, Budi anaknya ibu Wati"

"Rese lo"

Laki-laki yang sehari-hari bekerja di bengkel itu memang terkadang menjadi joki balap motor dengan bayaran yang lumayan. Bahkan dia bisa membawa hadiah tambahan karena berhasil memenangkan balapan. Tapi, hasil dari itu semua tak ia nikmati sendiri tapi sering kali ia membagikannya pada orang lain juga, seperti saat ini.

"Bang nasi gorengnya 5 ya" tiba-tiba saja sebelum ia meninggalkan bengkel, ia memanggil tukang nasi goreng yang berkeliling dengan gerobak

"Siap mas"

"Nih lo makan pada makan dulu deh sebelum pulang, tenang aja udah gue bayar kok. Gue cabut dulu ya"

"Alhamdulillah, makasih Dik"

"Makasih mas Dika" ucapan itulah yang terdengar sesaat sebelum Dika menarik gas motornya.

Dia adalah Mahadika Utama.

Laki-laki dengan tubuh tegap ini adalah salah satu karyawan di bengkel yang selalu dipercaya oleh sang pemilik bengkel untuk membantu karyawan lainnya dalam memperbaiki keluhan pelanggan bengkel mereka. Dika yang terkenal ramah dan baik ini walau paling muda di bengkel tapi dia cukup dihormati oleh banyak orang.

Bahkan mereka tak pernah merasa bermasalah dengan masa lalu Dika yang kurang baik. Termasuk sang bos yang awalnya ragu menerima Dika bekerja, tapi seiring dengan berjalannya waktu dia tau jika Dika adalah orang yang bertanggung jawab. Dan masa lalu Dika hanyalah bentuk pembelaan dan rasa kasih sayangnya terhadap keluarga.

"Bro" sapa Dika saat sampai di tempat Roland berada

"Woy bro, akhirnya lu sampe juga"

"Ada apaan nih lu sampe manggil gue kesini?"

"Gue mau kasih tau lu, kalo minggu depan ada kejuaraan balap motor dan hadiahnya lumayan gede nih. Lu mau ikut gak?

"Berapa?"

"10 juta. Gimana?"

"Oke"

"Hahaha gue udah yakin lu pasti mau. Lumayan kan buat nambahin tabungan lu" tepukan dibahu Dika seolah memberi dukungan untuknya yang diberikan oleh Roland

"Tau aja lu, thanks ya"

"Yoi sama-sama. Sekarang lu mau main gak?"

"Gak deh, gue harus balik tadi gue lembur jadi kasian dia dirumah sendirian dan pasti belum makan"

"Oh yaudah kalo gitu. Hati-hati lu baliknya" mereka pun bersalaman ala laki-laki yang sering mereka lakukan

Bagi Dika, Roland adalah salah satu teman yang sudah ia anggap seperti kakak. Dika yang tak punya saudara laki-laki seolah merasa sekarang memiliki abang yang menjadi salah satu orang tau bagaimana kerasnya hidup yang dilalui oleh Dika selama ini.

"Kembaliannya ambil aja pak"

"Terimakasih banyak mas, semoga semakin lancar rejeki mas nya ya" ucap seorang kakek pedagang sate dengan gerobaknya dipinggir jalan emperan toko yang sudah tutup

"Aamiin, sama-sama pak"

Dengan senyum Dika kembali melajukan motornya menuju rumah. Setelah tadi berhenti untuk membeli makan untuk dia bawa pulang. Hari ini Dika membeli seporsi sate ayam lengkap dengan lontongnya. Tadi, saat perjalanan pulang ia melihat ada gerobak sate di emperan toko yang terlihat sepi dengan penerangan seadanya. Dika pun berhenti dan berniat membelinya yang kebetulan ia memang sedang mencari makanan untuk dibawanya pulang.

Dan ternyata penjual sate itu adalah seorang kakek kakek yang tertidur seperti orang kelelahan. Awalnya Dika tak tega membangunkannya tapi lebih tak tega melihat sang kakek yang seolah kelelahan berjualan namun dagangannya masih terlihat banyak. Dika sempat melihat gerobak sate itu yang satenya masih terlihat cukup banyak.

Setelah dibangunkan dengan tega tak tega kakek itu pun tersenyum begitu senangnya saat tau Dika berniat membeli dagangannya. Ternyata si kakek bilang jika hari ini ia baru menjual 2 porsi sate.

...

"Assalamu'alaikum"

"Wa'alaikumsalam, mas Dika?" ucap seorang gadis manis yang sedang duduk dikursi

"Iya, ini mas Dika. Maaf mas Dika pulang telat ya, tadi banyak kerjaan jadi mas Dika harus lembur deh"

"Iya gak apa-apa kok mas. Mas Dika pasti capek ya. Adek ambilin minum dulu ya" sang gadis berusaha bangun dari kursinya namun Dika keburu menahannya

"Udah gak usah deh. Nanti mas Dika ambil sendiri. Kamu belum makan kan, nih mas Dika bawain sate ayam buat adek mas tersayang"

"Wah sate ayam mas. Humm pasti enak banget deh"

"Iya dong pasti. Nih kamu makan dulu ya"

"Mas Dika udah makan belum"

"Udah kok tadi di kerjaan. Yaudah kamu makan dulu ya terus istirahat ini udah malem. Mas Dika mau mandi dulu"

"Iya mas, makasih ya mas Dika untuk satenya"

"Iya sama-sama adik mas yang manis"

Tak hanya mandi tapi malam ini Dika juga harus mencuci pakaiannya dan sang adik yang sudah menumpuk sejak kemarin.

"Mas Dika"

"Eh iya, ada apa dek? Udah selesai makannya ya. Sini mas Dika cuci piringnya"

"Mas Dika belum makan kan pasti. Nih sate sama lontongnya masih ada"

"Loh kok gak kamu habisin. Lagian kan mas udah bilang kalo mas udah makan tadi ditempat kerja"

"Iya, tapi pasti itu tadi siang kan. Dan malam mas Dika belum makan malam ini pasti. Mas Dika jangan bohongin aku"

"Duh yaampun adik mas ini perhatian banget sih sama mas nya"

"Mas Dika tuh udah capek kerja jadi harus di isi juga perutnya biar gak sakit"

"Iya adik mas sayang"

"Yaudah ini mas Dika makan ya. Biar nanti aku bantu jemur pakaiannya"

"Hahaha iya iya ini mas makan ya"

Suasanya didapur malam ini di isi dengan suara senda gurau adik kakak yang sedang bercerita hal-hal sederhana namun membuat hangat dihati keduanya. Dan sesuai janji adik Dika membantunya menjemur pakaian di teras depan rumahnya tentu saja ditemani oleh Dika.

Dika memang terbiasa mencuci dan menjemur pakaiannya di malam hari karena ia suka bangun pagi terlambat, jadi untuk menghemat waktu ia lebih memilih melakukannya dimalam hari. Agar besok paginya ia bisa mengerjakan tugas rumah yang lainnya.

...

"Dasar anak pembawa sial"

"Ra, jidat kamu luka lagi?"

...

episode 3

...

Sore ini disebuah cafe yang cukup ramai ada seorang gadis yang sedang bahagia karena baru saja menerima gaji.

"Seneng banget yang abis terima gaji"

"Hahaha iya dong mba"

"Hari ini cafe rame banget, kamu bantu Sena di kasir ya Ra"

"Oke, siap ratu hahaha" candanya pada karyawan senior di cafe itu

Dara, dia bekerja di cafe setelah pulang sekolah. Sudah 2 tahun ini dia bekerja sebagai pelayan di cafe untuk memenuhi kebutuhannya semenjak sang kakak tak ada. Untung saja orang-orang di cafe baik padanya.

Walau masih memiliki ayah tapi untuk biaya kebutuhan hidup Dara harus memenuhinya sendiri. Sang ayah yang sangat membenci Dara tak rela uang hasil kerjanya harus digunakan untuk menghidupi Dara. Teman-teman Dara di cafe pun tau bagaimana hidup Dara, meski mereka tak tau bagaimana cerita detail hidup gadis manis itu.

Selain Arinda yang tau tentang cerita hidup Dara, ada juga mba Dewi senior di cafe yang sudah Dara anggap seperti kakak sendiri. Dan pria bernama Awan pelayan di cafe juga yang diam-diam menyukai Dara. Tapi, Dara tak pernah peka terhadap sikap Awan, baginya Awan adalah sahabat dan kakak laki-lakinya.

"Ra, nanti pulangnya aku antar ya?" Awan berusaha kesekian kali untuk mengantar Dara pulang malam nanti

"Gak usah Wan, terimakasih"

"Kamu kenapa sih selalu nolak kalo aku mau antar kamu pulang?"

"Aku cuma gak mau ngerepotin kamu aja Wan"

"Kalo aku nawarin kamu itu berarti aku udah siap direpotin sama kamu Ra"

"Tapi, aku gak enak karena suka ngerepotin kamu terus"

"Kamu takut aku repot atau takut aku ketemu sama ayah kamu?"

"Ya, itu salah satunya juga" dengan suara lirih Dara menjawab

"Ra, aku tuh juga mau ngelindungi kamu. Aku juga mau pastiin kamu sampai rumah dengan selamat. Dan aku juga mau memastikan kamu gak dilukai sama ayah kamu lagi"

"Aku baik-baik aja, Wan. Terimakasih kamu udah mau peduli sama aku ya" senyum tulus itu terukir pada bibir tipis Dara

...

Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Setelah Awan kembali memaksa mengantarkan Dara pulang malam ini karena entah kenapa dia tiba-tiba merasa lebih khawatir pada gadis itu malam ini. Akhirnya Dara pun setuju untuk diantar pulang oleh Awan, tapi dengan syarat Awan hanya boleh mengantarnya sampai depan gang rumahnya saja. Sungguh Dara tak ingin Awan bertemu dengan ayahnya lagi.

Terakhir kali mereka bertemu sang ayah yang memaki Awan dan memukulinya. Dara sungguh tak enak hati dengan kejadian itu. Makanya Dara selalu berusaha untuk menolak ajakan Awan untuk pulang bersama. Tapi sebenarnya Awan tak masalah dengan masalahnya waktu itu, justru hal itulah yang membuat Awan selalu ingin mengantarnya pulang untuk memastikan Dara tak dimarahi oleh ayahnya itu.

Bugh

Prang

Suara vas bunga yang membentur dan akhirnya jatuh ke lantai menyambut kepulangan Dara malam ini. Darah yang menetes di kening Dara seolah tak lagi terasa sakit. Mungkin karena sudah terlalu biasa ia dapatnya perlakuan seperti itu dari ayahnya.

"Baru pulang kamu. Cepat bikinin saya makanan" suara tegas itu seolah memberi perintah tanpa boleh dibantah sedikit pun oleh Dara

"Iya ayah"

Dengan langkah lelahnya ia menuju dapur untuk memasak makanan untuk ayahnya itu. Setelah sebelumnya ia membereskan pecahan vas bunga tadi.

Bukan kali ini saja Dara pulang disambut dengan lemparan vas bunga oleh ayahnya. Sudah terlalu sering Dara mendapat perlakuan kasar itu. Bahkan Arinda pun sering kali melihat luka lebam atau luka berdarah bahkan goresan ditubuh Dara. Begitu pun dengan mba Dewi, yang setiap kali melihat Dara datang ke cafe dengan luka maka ia akan langsung membelikan gadis itu obat.

"Ini ayah makanannya"

"Hmm"

Setelah selesai menyediakan makanan untuk ayahnya itu Dara harus mencuci pakaian dan membereskan rumah yang berantakan. Ayahnya pergi kerja setelah Dara berangkat ke sekolah dan akan pulang sore hari.

Dengan seseorang yang bekerja sebagai salah satu karyawan di sebuah perusahaan tentu mempunyai gaji yang cukup untuk membiayai sekolah Dara. Tapi bagi sang ayah uang gajinya sangatlah haram jika digunakan untuk kebutuhan Dara.

"Ayah, Dara dapat juara 2 olimpiade sains kemarin"

"Apa? Cuma juara 2. Dasar anak gak berguna, bodoh. Harusnya tuh kamu belajar biar bisa dapat juara 1. Ingat kamu punya hutang sama saya untuk meneruskan hidup sebagai Rinjani kan"

Plak

Suara tamparan itu terdengar jelas ditelinga Dara disusul dengan tanda merah di pipi kirinya.

"Maaf ayah, tapi aku gak sepintar kakak"

"Iya, memang kamu bukanlah Rinjani anak saya. Kamu hanyalah anak pembawa sial yang membuat istri saya dan Rinjani meninggal"

"Hiks.." Dara hanya bisa memangis mendengar ucapan ayahnya

"Sampai saat ini pun saya masih mau menampungmu disini karena wasiat dari istri saya. Tapi sampai kapan pun kamu bukanlah anak saya"

"Hiks, tapi Dara sayang sama ayah. Gak bisakah ayah menganggap Dara anak ayah sedikit aja"

"Haram bagi saya menganggap orang yang sudah membunuh istri dan anak saya sebagai keluarga apalagi sampai harus saya sayangi"

Brak

Suara dobrakan pintu itu seolah menyadarkan Dara jika ayahnya sudah tak lagi ada dihadapannya.

"Aku sayang ayah"

"Bu, kak Rinjani. Apa segitu bencinya ayah sama Dara. Lalu sampai kapan Dara harus bertahan. Dara capek"

Isakan tangis pilu itu menemani Dara malam ini. Tak lagi peduli dengan luka dikening dan pipinya yang bahkan sudut bibirnya juga berdarah akibat tamparan tadi. Dara mencoba memejamkan matanya untuk tidur dan berharap besok pagi ia bisa memaafkan apa yang menyakitkan malam ini.

Bagi Dara semenyakitkan apapun perlakuan ayahnya, Dara tetap menyayangi sang ayah. Walau terkadang ia merasa lelah berpura-pura kuat dan berpura-pura baik-baik aja didepan orang lain.

Tapi, Dara tetaplah Dara yang tak mau dikasihani orang lain. Dia yang selalu berusaha menjad anak yang baik demi bisa dianggap oleh ayahnya itu. Bahkan sejak kecil tak sekalipun ayahnya menyebut namanya. Dulu disaat kakaknya masih ada, Dara selalu dibela oleh kakaknya itu jika sang ayah sudah mulai marah pada Dara. Sekarang setelah tak lagi ada sang kakak, maka ayahnya kini bebas untuk marah, memaki bahkan menyikas dirinya.

Dirinya pun harus rela bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk biaya sekolah. Dara pun dituntut untuk bisa seperti Rinjani sang kakak. Bukan hanya itu, tapi Dara juga dituntut untuk menggantikan Rinjani dalam memenuhi obsesi sang ayah yang selalu ingin putrinya berprestasi dengan nilai yang paling sempurna.

...

"Mas, jangan tinggalin Selly lagi ya"

"Iya, mas janji. Mas juga janji akan buat Selly bisa lihat dunia"

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!