...
Sore ini disebuah cafe yang cukup ramai ada seorang gadis yang sedang bahagia karena baru saja menerima gaji.
"Seneng banget yang abis terima gaji"
"Hahaha iya dong mba"
"Hari ini cafe rame banget, kamu bantu Sena di kasir ya Ra"
"Oke, siap ratu hahaha" candanya pada karyawan senior di cafe itu
Dara, dia bekerja di cafe setelah pulang sekolah. Sudah 2 tahun ini dia bekerja sebagai pelayan di cafe untuk memenuhi kebutuhannya semenjak sang kakak tak ada. Untung saja orang-orang di cafe baik padanya.
Walau masih memiliki ayah tapi untuk biaya kebutuhan hidup Dara harus memenuhinya sendiri. Sang ayah yang sangat membenci Dara tak rela uang hasil kerjanya harus digunakan untuk menghidupi Dara. Teman-teman Dara di cafe pun tau bagaimana hidup Dara, meski mereka tak tau bagaimana cerita detail hidup gadis manis itu.
Selain Arinda yang tau tentang cerita hidup Dara, ada juga mba Dewi senior di cafe yang sudah Dara anggap seperti kakak sendiri. Dan pria bernama Awan pelayan di cafe juga yang diam-diam menyukai Dara. Tapi, Dara tak pernah peka terhadap sikap Awan, baginya Awan adalah sahabat dan kakak laki-lakinya.
"Ra, nanti pulangnya aku antar ya?" Awan berusaha kesekian kali untuk mengantar Dara pulang malam nanti
"Gak usah Wan, terimakasih"
"Kamu kenapa sih selalu nolak kalo aku mau antar kamu pulang?"
"Aku cuma gak mau ngerepotin kamu aja Wan"
"Kalo aku nawarin kamu itu berarti aku udah siap direpotin sama kamu Ra"
"Tapi, aku gak enak karena suka ngerepotin kamu terus"
"Kamu takut aku repot atau takut aku ketemu sama ayah kamu?"
"Ya, itu salah satunya juga" dengan suara lirih Dara menjawab
"Ra, aku tuh juga mau ngelindungi kamu. Aku juga mau pastiin kamu sampai rumah dengan selamat. Dan aku juga mau memastikan kamu gak dilukai sama ayah kamu lagi"
"Aku baik-baik aja, Wan. Terimakasih kamu udah mau peduli sama aku ya" senyum tulus itu terukir pada bibir tipis Dara
...
Jam sudah menunjukkan pukul 11 malam. Setelah Awan kembali memaksa mengantarkan Dara pulang malam ini karena entah kenapa dia tiba-tiba merasa lebih khawatir pada gadis itu malam ini. Akhirnya Dara pun setuju untuk diantar pulang oleh Awan, tapi dengan syarat Awan hanya boleh mengantarnya sampai depan gang rumahnya saja. Sungguh Dara tak ingin Awan bertemu dengan ayahnya lagi.
Terakhir kali mereka bertemu sang ayah yang memaki Awan dan memukulinya. Dara sungguh tak enak hati dengan kejadian itu. Makanya Dara selalu berusaha untuk menolak ajakan Awan untuk pulang bersama. Tapi sebenarnya Awan tak masalah dengan masalahnya waktu itu, justru hal itulah yang membuat Awan selalu ingin mengantarnya pulang untuk memastikan Dara tak dimarahi oleh ayahnya itu.
Bugh
Prang
Suara vas bunga yang membentur dan akhirnya jatuh ke lantai menyambut kepulangan Dara malam ini. Darah yang menetes di kening Dara seolah tak lagi terasa sakit. Mungkin karena sudah terlalu biasa ia dapatnya perlakuan seperti itu dari ayahnya.
"Baru pulang kamu. Cepat bikinin saya makanan" suara tegas itu seolah memberi perintah tanpa boleh dibantah sedikit pun oleh Dara
"Iya ayah"
Dengan langkah lelahnya ia menuju dapur untuk memasak makanan untuk ayahnya itu. Setelah sebelumnya ia membereskan pecahan vas bunga tadi.
Bukan kali ini saja Dara pulang disambut dengan lemparan vas bunga oleh ayahnya. Sudah terlalu sering Dara mendapat perlakuan kasar itu. Bahkan Arinda pun sering kali melihat luka lebam atau luka berdarah bahkan goresan ditubuh Dara. Begitu pun dengan mba Dewi, yang setiap kali melihat Dara datang ke cafe dengan luka maka ia akan langsung membelikan gadis itu obat.
"Ini ayah makanannya"
"Hmm"
Setelah selesai menyediakan makanan untuk ayahnya itu Dara harus mencuci pakaian dan membereskan rumah yang berantakan. Ayahnya pergi kerja setelah Dara berangkat ke sekolah dan akan pulang sore hari.
Dengan seseorang yang bekerja sebagai salah satu karyawan di sebuah perusahaan tentu mempunyai gaji yang cukup untuk membiayai sekolah Dara. Tapi bagi sang ayah uang gajinya sangatlah haram jika digunakan untuk kebutuhan Dara.
"Ayah, Dara dapat juara 2 olimpiade sains kemarin"
"Apa? Cuma juara 2. Dasar anak gak berguna, bodoh. Harusnya tuh kamu belajar biar bisa dapat juara 1. Ingat kamu punya hutang sama saya untuk meneruskan hidup sebagai Rinjani kan"
Plak
Suara tamparan itu terdengar jelas ditelinga Dara disusul dengan tanda merah di pipi kirinya.
"Maaf ayah, tapi aku gak sepintar kakak"
"Iya, memang kamu bukanlah Rinjani anak saya. Kamu hanyalah anak pembawa sial yang membuat istri saya dan Rinjani meninggal"
"Hiks.." Dara hanya bisa memangis mendengar ucapan ayahnya
"Sampai saat ini pun saya masih mau menampungmu disini karena wasiat dari istri saya. Tapi sampai kapan pun kamu bukanlah anak saya"
"Hiks, tapi Dara sayang sama ayah. Gak bisakah ayah menganggap Dara anak ayah sedikit aja"
"Haram bagi saya menganggap orang yang sudah membunuh istri dan anak saya sebagai keluarga apalagi sampai harus saya sayangi"
Brak
Suara dobrakan pintu itu seolah menyadarkan Dara jika ayahnya sudah tak lagi ada dihadapannya.
"Aku sayang ayah"
"Bu, kak Rinjani. Apa segitu bencinya ayah sama Dara. Lalu sampai kapan Dara harus bertahan. Dara capek"
Isakan tangis pilu itu menemani Dara malam ini. Tak lagi peduli dengan luka dikening dan pipinya yang bahkan sudut bibirnya juga berdarah akibat tamparan tadi. Dara mencoba memejamkan matanya untuk tidur dan berharap besok pagi ia bisa memaafkan apa yang menyakitkan malam ini.
Bagi Dara semenyakitkan apapun perlakuan ayahnya, Dara tetap menyayangi sang ayah. Walau terkadang ia merasa lelah berpura-pura kuat dan berpura-pura baik-baik aja didepan orang lain.
Tapi, Dara tetaplah Dara yang tak mau dikasihani orang lain. Dia yang selalu berusaha menjad anak yang baik demi bisa dianggap oleh ayahnya itu. Bahkan sejak kecil tak sekalipun ayahnya menyebut namanya. Dulu disaat kakaknya masih ada, Dara selalu dibela oleh kakaknya itu jika sang ayah sudah mulai marah pada Dara. Sekarang setelah tak lagi ada sang kakak, maka ayahnya kini bebas untuk marah, memaki bahkan menyikas dirinya.
Dirinya pun harus rela bekerja demi memenuhi kebutuhan hidupnya termasuk biaya sekolah. Dara pun dituntut untuk bisa seperti Rinjani sang kakak. Bukan hanya itu, tapi Dara juga dituntut untuk menggantikan Rinjani dalam memenuhi obsesi sang ayah yang selalu ingin putrinya berprestasi dengan nilai yang paling sempurna.
...
"Mas, jangan tinggalin Selly lagi ya"
"Iya, mas janji. Mas juga janji akan buat Selly bisa lihat dunia"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
Catatan 5detik
terimakasih🙏
2023-03-03
0