Pelita

Pelita

Bab 1

"Innalilahi wa innailaihi raji'un!" ucap Tommy, 40 tahun ketika berbicara di telepon dengan seseorang.

Anisa, 38 tahun istri Tommy pun segera berdiri dan mendekati sang suami. Ketika dia mendengar sang suami berkata seperti itu.

Apalagi Tommy terlihat sangat syock dan matanya berkaca-kaca.

"Ya Allah, bibi Irma. Padahal dua hari lalu aku masih teleponan sama bi Irma. Bu. Katanya lebaran nanti minta di belikan mukena yang ada rendanya. Astaghfirullah!" tangis Tommy pun pecah.

Menyadari suaminya menangis, Anisa langsung mengusap punggung suaminya beberapa kali dengan lembut.

Sementara Tommy sudah mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata.

"Iya Bu, aku dan Anisa juga anak-anak akan segera kesana. Paling lama setengah hari. Iya tidak apa-apa Bu, memang pemakaman harus di segerakan. Toh anak-anak bi Irma juga sudah kumpul semua. Tommy gak papa Bu, iya waalaikumsalam!" kata Tommy langsung terduduk lemas di sofa.

"Bi Irma, ma. Bi Irma meninggal dunia tadi malam, di rumah sakit setelah terjatuh di kamar mandi. Astaghfirullah, padahal lebaran nanti dia minta mukena, astagfirullah...!" Tommy tampak sangat sedih dan begitu menyesal kenapa dia harus menunggu sampai lebaran untuk memenuhi permintaan dari bibinya itu. Adik kandung ibunya itu.

"Kenapa aku gak belikan dari kemarin-kemarin, astagfirullah!" Tommy masih terus menyesal.

"Sabar ya pa, ini semua sudah di gariskan oleh yang maha kuasa. Lebih baik, sekarang kamu ganti baju. Aku akan jemput anak-anak di sekolah...!"

"Aku saja ma!"

"Papa kan masih shock, mama saja pa!"

"Mama kan harus siapkan keperluan apa saja yang akan kita bawa pulang ke desa, kita akan menginap di sana. Sampai tujuh harian bibi Irma!" kata Tommy.

Akhirnya Anisa pun mengalah, meski sebenarnya dia khawatir karena suaminya terlihat sangat sedih. Memang wajar kalau Tommy sangat sedih, sebab dulu bibi Irma itu memang sangat sayang pada Tommy. Maklumlah, Tommy adalah cucu pertama keluarga Suwito. Dan ibu kandung Tommy, Nilam adalah anak pertama Suwito. Jadi begitu Tommy lahir, adik-adik Nilam begitu menyayangi Tommy. Termasuk Irma, adik kedua Nilam itu sangat sayang pada Tommy. Kemanapun dia pergi, dia selalu mengajak Tommy dulu.

Bahkan saat Tommy sekolah pun, Irma ikut membiayai pendidikan Tommy. Sangking sayangnya. Saat Tommy menikah, Irma bahkan adalah penyumbang paling besar. Tommy sangat menyayangi Irma. Wajar kalau dia sangat sedih.

Tapi hal itu juga yang di cemaskan olah Anisa. Karena suaminya itu sedang sedih, dia takut Tommy tidak fokus saat mengemudi. Namun Tommy bersikeras tidak masalah. Dan akhirnya dia pun pergi membawa mobil SUV nya dan menjemput kedua anaknya yang sedang bersekolah agar bisa pulang bersamanya ke desa.

Dua anak Tommy itu adalah Panji, 18 tahun yang sudah kelas 12 di salah satu SMA di kota Surabaya ini. Dan satu lagi adalah Pelita, 15 tahun, sudah kelas 10 juga. Karena memang saat masuk SD usia Pelita memang lebih muda dari Panji.

Tommy pun ke sekolah kedua anaknya itu, dia langsung pergi ke ruang kepala sekolah untuk langsung minta ijin pada kepala sekolah, karena mereka juga harus ikut ijin selama tujuh hari juga.

Setelah mendapatkan ijin, Pelita dan Panji pun ikut pulang bersama Tommy. Di perjalanan Panji melihat sang ayah yang terus mengusap wajahnya yang terus mengeluarkan air mata.

"Papa, biar Panji saja yang menyetir bagaimana?" tanya Panji yang mencemaskan ayahnya.

Tapi kemudian Tommy menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak usah nak, papa saja. Kita harus cepat. Perjalanan ke desa juga kurang lebih setengah harian, nanti kamu bisa gantikan papa menyetir saat perjalanan ke desa saja!" kata Tommy.

Sementara itu Pelita hanya duduk diam di bangku belakang. Dia juga terus menangis ketika mendengar nenek kesayangannya meninggal. Nenek Nilam memang baik, tapi menurut Pelita, nenek Irma lebih baik lagi. Bahkan nenek Irma tak pernah marah pada Pelita meskipun pelita melakukan kesalahan yang akan membuat kesal semua orang. Dan masakan nenek Irma juga yang paling enak. Pelita jadi sangat sedih.

Hingga saat mereka sampai di lampu merah. Tommy terlihat sangat gusar.

"Kenapa lama sekali lampu merahnya?" tanya Tommy yang merasa sangat gelisah.

Sementara Pelita yang duduk di kursi bagian belakang pun merasakan hal yang sama. Tapi anehnya dia begitu ingin menoleh ke arah belakang. Benar saja, ketika dia menoleh ke arah belakang. Sebuah truk besar sedang menuju ke arah mobil yang mereka tumpangi.

"Papa, lihat di belakang ada truk yang sepertinya tak terkendali!" teriak Pelita.

Sontak saja Tommy dan Panji langsung menoleh ke arah belakang. Namun semuanya sudah terlambat. Truk besar itu menabrak mobil SUV di depannya yang di dalamnya ada Tommy, Panji dan Pelita.

"Allahuakbar"

Semua orang yang berada di tempat itu langsung berteriak histeris. Mobil SUV itu terseret beberapa meter. Tak ada yang bisa membayangkan bagaimana situasi dan keadaan penumpang yang ada di dalam mobil tersebut.

***

Tujuh hari kemudian...

Suara mesin EKG terdengar di sebuah ruangan dimana seorang gadis remaja sedang terbaring seorang diri dengan penyangga di leher, perban tebal di kepala dan juga banyak alat medis menempel di tubuhnya.

"Pelita, sayang... bangun nak. Ya Allah, tolong selamatkan putriku!" lirih Anisa terus berdoa tanpa henti demi kesadaran dan kesembuhan putrinya.

Di samping tempat tidur pasien itu, Tommy berdiri dengan tongkat, karena kaki kanannya patah. Namun sudah di gips. Sementara Panji terlihat lebih baik kondisinya dari Tommy dan Pelita.

Setelah kecelakaan itu terjadi, orang-orang yang ada disana membawa Tommy, Panji dan Pelita ke rumah sakit. Kondisi yang paling parah di alami Pelita, dia sudah satu minggu belum sadarkan diri juga. Dan mereka pun tidak jadi pulang ke desa karena kecelakaan tersebut.

"Ma, mama sudah beberapa hari tidak pulang. Mama pulang saja dan beristirahat, biar Panji yang gantian jaga Pelita!" kata Panji.

"Iya ma, kita pulang dulu yuk. Mama juga harus istirahat! kata dokter Pelita sudah melewati masa kritisnya" kata Tommy.

Setelah di bujuk akhirnya Anisa mau pulang ke rumah setelah tujuh hari tidak pulang karena terus menunggui Pelita.

Malam harinya, Panji merasa lapar. Dia pun memutuskan untuk mencari makan keluar, lagipula botol infus Pelita masih penuh. Jadi dia pikir tidak masalah dia pergi sebentar.

Setelah kepergian Panji itu, jemari tangan Pelita perlahan bergerak. Dan akhirnya gadis remaja lima belas tahun itu membuka matanya perlahan.

"Ha ha ha akhirnya dia bangun!"

"Kami lama menunggu mu!"

"Bisa dengar kami kan?"

"Lihat kami!"

"Agkhhh....!" pekik Pelita yang langsung kembali pingsan karena mendengar dan melihat sesuatu yang begitu mengerikan baginya.

***

Bersambung...

Terpopuler

Comments

lina

lina

makhluk aneh, setan

2023-06-27

1

lina

lina

ngeri

2023-06-27

1

nacl

nacl

jangan nangis cucuku 😭😭😭

2023-02-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!