NovelToon NovelToon

Pelita

Bab 1

"Innalilahi wa innailaihi raji'un!" ucap Tommy, 40 tahun ketika berbicara di telepon dengan seseorang.

Anisa, 38 tahun istri Tommy pun segera berdiri dan mendekati sang suami. Ketika dia mendengar sang suami berkata seperti itu.

Apalagi Tommy terlihat sangat syock dan matanya berkaca-kaca.

"Ya Allah, bibi Irma. Padahal dua hari lalu aku masih teleponan sama bi Irma. Bu. Katanya lebaran nanti minta di belikan mukena yang ada rendanya. Astaghfirullah!" tangis Tommy pun pecah.

Menyadari suaminya menangis, Anisa langsung mengusap punggung suaminya beberapa kali dengan lembut.

Sementara Tommy sudah mengusap wajahnya yang penuh dengan air mata.

"Iya Bu, aku dan Anisa juga anak-anak akan segera kesana. Paling lama setengah hari. Iya tidak apa-apa Bu, memang pemakaman harus di segerakan. Toh anak-anak bi Irma juga sudah kumpul semua. Tommy gak papa Bu, iya waalaikumsalam!" kata Tommy langsung terduduk lemas di sofa.

"Bi Irma, ma. Bi Irma meninggal dunia tadi malam, di rumah sakit setelah terjatuh di kamar mandi. Astaghfirullah, padahal lebaran nanti dia minta mukena, astagfirullah...!" Tommy tampak sangat sedih dan begitu menyesal kenapa dia harus menunggu sampai lebaran untuk memenuhi permintaan dari bibinya itu. Adik kandung ibunya itu.

"Kenapa aku gak belikan dari kemarin-kemarin, astagfirullah!" Tommy masih terus menyesal.

"Sabar ya pa, ini semua sudah di gariskan oleh yang maha kuasa. Lebih baik, sekarang kamu ganti baju. Aku akan jemput anak-anak di sekolah...!"

"Aku saja ma!"

"Papa kan masih shock, mama saja pa!"

"Mama kan harus siapkan keperluan apa saja yang akan kita bawa pulang ke desa, kita akan menginap di sana. Sampai tujuh harian bibi Irma!" kata Tommy.

Akhirnya Anisa pun mengalah, meski sebenarnya dia khawatir karena suaminya terlihat sangat sedih. Memang wajar kalau Tommy sangat sedih, sebab dulu bibi Irma itu memang sangat sayang pada Tommy. Maklumlah, Tommy adalah cucu pertama keluarga Suwito. Dan ibu kandung Tommy, Nilam adalah anak pertama Suwito. Jadi begitu Tommy lahir, adik-adik Nilam begitu menyayangi Tommy. Termasuk Irma, adik kedua Nilam itu sangat sayang pada Tommy. Kemanapun dia pergi, dia selalu mengajak Tommy dulu.

Bahkan saat Tommy sekolah pun, Irma ikut membiayai pendidikan Tommy. Sangking sayangnya. Saat Tommy menikah, Irma bahkan adalah penyumbang paling besar. Tommy sangat menyayangi Irma. Wajar kalau dia sangat sedih.

Tapi hal itu juga yang di cemaskan olah Anisa. Karena suaminya itu sedang sedih, dia takut Tommy tidak fokus saat mengemudi. Namun Tommy bersikeras tidak masalah. Dan akhirnya dia pun pergi membawa mobil SUV nya dan menjemput kedua anaknya yang sedang bersekolah agar bisa pulang bersamanya ke desa.

Dua anak Tommy itu adalah Panji, 18 tahun yang sudah kelas 12 di salah satu SMA di kota Surabaya ini. Dan satu lagi adalah Pelita, 15 tahun, sudah kelas 10 juga. Karena memang saat masuk SD usia Pelita memang lebih muda dari Panji.

Tommy pun ke sekolah kedua anaknya itu, dia langsung pergi ke ruang kepala sekolah untuk langsung minta ijin pada kepala sekolah, karena mereka juga harus ikut ijin selama tujuh hari juga.

Setelah mendapatkan ijin, Pelita dan Panji pun ikut pulang bersama Tommy. Di perjalanan Panji melihat sang ayah yang terus mengusap wajahnya yang terus mengeluarkan air mata.

"Papa, biar Panji saja yang menyetir bagaimana?" tanya Panji yang mencemaskan ayahnya.

Tapi kemudian Tommy menggelengkan kepalanya dengan cepat.

"Tidak usah nak, papa saja. Kita harus cepat. Perjalanan ke desa juga kurang lebih setengah harian, nanti kamu bisa gantikan papa menyetir saat perjalanan ke desa saja!" kata Tommy.

Sementara itu Pelita hanya duduk diam di bangku belakang. Dia juga terus menangis ketika mendengar nenek kesayangannya meninggal. Nenek Nilam memang baik, tapi menurut Pelita, nenek Irma lebih baik lagi. Bahkan nenek Irma tak pernah marah pada Pelita meskipun pelita melakukan kesalahan yang akan membuat kesal semua orang. Dan masakan nenek Irma juga yang paling enak. Pelita jadi sangat sedih.

Hingga saat mereka sampai di lampu merah. Tommy terlihat sangat gusar.

"Kenapa lama sekali lampu merahnya?" tanya Tommy yang merasa sangat gelisah.

Sementara Pelita yang duduk di kursi bagian belakang pun merasakan hal yang sama. Tapi anehnya dia begitu ingin menoleh ke arah belakang. Benar saja, ketika dia menoleh ke arah belakang. Sebuah truk besar sedang menuju ke arah mobil yang mereka tumpangi.

"Papa, lihat di belakang ada truk yang sepertinya tak terkendali!" teriak Pelita.

Sontak saja Tommy dan Panji langsung menoleh ke arah belakang. Namun semuanya sudah terlambat. Truk besar itu menabrak mobil SUV di depannya yang di dalamnya ada Tommy, Panji dan Pelita.

"Allahuakbar"

Semua orang yang berada di tempat itu langsung berteriak histeris. Mobil SUV itu terseret beberapa meter. Tak ada yang bisa membayangkan bagaimana situasi dan keadaan penumpang yang ada di dalam mobil tersebut.

***

Tujuh hari kemudian...

Suara mesin EKG terdengar di sebuah ruangan dimana seorang gadis remaja sedang terbaring seorang diri dengan penyangga di leher, perban tebal di kepala dan juga banyak alat medis menempel di tubuhnya.

"Pelita, sayang... bangun nak. Ya Allah, tolong selamatkan putriku!" lirih Anisa terus berdoa tanpa henti demi kesadaran dan kesembuhan putrinya.

Di samping tempat tidur pasien itu, Tommy berdiri dengan tongkat, karena kaki kanannya patah. Namun sudah di gips. Sementara Panji terlihat lebih baik kondisinya dari Tommy dan Pelita.

Setelah kecelakaan itu terjadi, orang-orang yang ada disana membawa Tommy, Panji dan Pelita ke rumah sakit. Kondisi yang paling parah di alami Pelita, dia sudah satu minggu belum sadarkan diri juga. Dan mereka pun tidak jadi pulang ke desa karena kecelakaan tersebut.

"Ma, mama sudah beberapa hari tidak pulang. Mama pulang saja dan beristirahat, biar Panji yang gantian jaga Pelita!" kata Panji.

"Iya ma, kita pulang dulu yuk. Mama juga harus istirahat! kata dokter Pelita sudah melewati masa kritisnya" kata Tommy.

Setelah di bujuk akhirnya Anisa mau pulang ke rumah setelah tujuh hari tidak pulang karena terus menunggui Pelita.

Malam harinya, Panji merasa lapar. Dia pun memutuskan untuk mencari makan keluar, lagipula botol infus Pelita masih penuh. Jadi dia pikir tidak masalah dia pergi sebentar.

Setelah kepergian Panji itu, jemari tangan Pelita perlahan bergerak. Dan akhirnya gadis remaja lima belas tahun itu membuka matanya perlahan.

"Ha ha ha akhirnya dia bangun!"

"Kami lama menunggu mu!"

"Bisa dengar kami kan?"

"Lihat kami!"

"Agkhhh....!" pekik Pelita yang langsung kembali pingsan karena mendengar dan melihat sesuatu yang begitu mengerikan baginya.

***

Bersambung...

Bab 2

Flashback On

"Allahuakbar"

Pelita melihat mobil truk itu menabrak mobil ayahnya dengan sangat kencang. Kerasnya benturan membuat kepala Pelita terbentur, entah terbentur dengan apa? Pelita tidak menyadari karena Pelita langsung tak sadarkan diri.

Begitu dia membuka mata, dia merasa seluruh tubuhnya sakit dan begitu berat. Dia melihat ibunya menangis dan Panji kakaknya terlihat menangis juga dengan noda berwarna merah di seluruh pakaian bahkan di wajahnya.

"Astaghfirullah, astagfirullah...!" kata itulah yang terus di ucapkan oleh ibunya Pelita dan juga Panji secara terus menerus sambil berjalan mengikuti Pelita yang sepertinya berada di tandu, atau apalah.

Tapi kemudian Pelita tak sadarkan diri lagi. Sepertinya dia juga tidak membuka matanya. Tapi dia bisa melihat semua itu. Awalnya dia juga terheran-heran.

Hingga saat Pelita di bawa masuk ke dalam suatu ruangan, karena terdengar suara pintu tertutup jelas di telinga Pelita. Namun saat Pelita berusaha untuk membuka matanya lagi dan berhasil. Dia melihat semuanya gelap.

"Astaghfirullahaladzim...!" ucap Pelita yang terkejut karena semua di sekelilingnya mendadak gelap.

Pelita lantas merasa kalau seluruh tubuhnya yang tadinya sangat sakit dan berat, kini menjadi sangat ringan. Pelita bahkan sangat terkejut ketika dia merasa kalau dirinya terbang, dan benar saja. Dia mang sedang terbang. Dengan pakaian yang sudah berganti menjadi pakaian yang putih bersih, seperti baju pasien rumah sakit tapi dengan lengan panjang yang kebesaran dan celana panjang yang juga sama kebesaran.

Pelita seperti di tarik ke atas, dan dia tidak bisa melawan tarikan itu. Hingga dia melihat sebuah cahaya yang awalnya kecil, ukurannya awalnya sangat kecil bahkan hanya seperti sebuah titik. Namun semakin dia naik ke atas, semakin di tarik ke atas oleh sesuatu yang Pelita juga tak tahu apa itu. Dia melihat cahaya yang awalnya hanya sebuah titik itu semakin lama semakin besar, sebesar bola basket dan semakin lama seperti sebuah sumur dan semakin lama, dia bahkan sangat silau pada cahaya yang berasal dari cahaya itu.

Ketika Pelita berusaha menutup matanya dengan kedua tangannya, sinar itu bahkan bisa menembus kulit tangannya itu. Tangannya seperti menjadi transparan dan di lewati cahaya itu begitu saja.

Dan saat itulah, banyak bayangan melintas di dalam ingatan Pelita. Bayangan yang bahkan Pelita tidak kenal siapa orang-orang yang ada di dalam peristiwa di dalam bayangan itu. Pelita menjerit ketakutan ketika melihat darah, melihat kecelakaan dan melihat peristiwa yang menurutnya sangat menakutkan semuanya. Semuanya benar-benar peristiwa yang menakutkan, tak ada satupun hal baik yang dia lihat.

Pelita berteriak, meminta agar bayangan-bayangan itu pergi. Namun sepertinya percuma saja, bayangan peristiwa-peristiwa menakutkan itu bukannya hilang malah semakin bertambah banyak.

Flashback Off

Seorang suster tanpa sengaja lewat di dekat kamar rawat Pelita. Suster itu langsung masuk ke dalam kamar rawat Pelita, ketika dia mendengarkan suara teriakan Pelita.

Dan suster itu bertambah panik ketika melihat Pelita yang sudah berubah posisi, namun dalam keadaan tidak sadarkan diri.

Setelah memeriksa denyut nadi Pelita, segera suster itu keluar lagi dari kamar rawat tersebut untuk memanggil dokter jaga yang bertugas.

Dokter dan dua orang suster lalu masuk ke dalam kamar rawat Pelita. Panji yang melihat ada dokter dan suster yang berjalan terburu-buru masuk ke dalam kamar adiknya pun segera bergegas menyusul dokter dan suster itu.

"Dok, ada apa dengan adik saya?" tanya Panji dengan raut wajah cemas.

"Tadi pasien berteriak, lalu tidak sadarkan diri!" jelas suster yang mendengar Pelita teriak tadi.

Panji langsung mendekati adiknya dan memegang ujung kaki Pelita.

'Maaf dek, harusnya Abang gak tinggalin kamu meski untuk makan! maaf dek!' sesal Panji dalam hati.

Dokter masih fokus memeriksa, dan beberapa saat kemudian dokter pun membuka stetoskop yang tadi terpasang di telinganya dan mendekat ke arah Panji.

"Alhamdulillah, tidak ada hal yang mengkhawatirkan. Semua organ tubuh pasien berfungsi dengan baik dan normal, seharusnya tak lama lagi pasien akan sadar. Teriakan tadi, mungkin refleks pasien terhadap suatu hal. Tidak apa-apa!" jelas sang dokter yang membuat Panji menghela nafasnya lega.

"Baiklah, kami permisi dulu. Kalau ada apa-apa segera panggil kami ya!" kata dokter itu.

"Terimakasih dok!" sahut Panji sambil mengangguk paham.

Setelah dokter dan dua suster tadi keluar. Panji lalu duduk di dekat tempat tidur pasien Pelita.

"Dek, bangun dek. Abang, papa dan mama sangat merindukan tawa candamu di sisi kami. Mama sampai tidak pulang loh dek tujuh hari ini, bangun ya dek. Memang kamu mau gak naik kelas karena kebanyakan alpha di sekolah?" gumam Panji yang berusaha bicara pada adiknya yang masih menutup rapat matanya itu.

Sementara di alam bawah sadar Pelita, dia masih terus berusaha berlari dan sembunyi dari beberapa sosok yang tadi sempat dia lihat saat dia sadar untuk pertama kalinya dari komanya selama tujuh hari itu.

Pelita menemukan sebuah ruangan yang tak terkunci, dia pun masuk lalu bersembunyi di belakang pintu sambil berjongkok.

'Astagfirullah... makhluk apa itu ya, kok gak ada kakinya, yang satu matanya gak ada hitamnya, putih semua. Ih...!' gumam Pelita dalam hatinya sambil bergidik ngeri dan berjongkok sambil memeluk lututnya di belakang pintu itu.

"Dimana dia, kabur-kaburan aja. Padahal gak bakal bisa kabur dari kita juga kan?"

"Tahu tuh, padahal kita mau bantu dia!"

"Iya, belum tahu ya, kalau lagi ada yang nyari dia buat jadi rumah barunya. Kita kan mau jagain dia!"

Pelita yang mendengar suara itu lagi, mencoba menutup mulutnya dan menahan nafas. Seingatnya di film-film horor yang pernah dia tonton, vampir itu tidak akan menemukan orang yang menahan nafasnya. Mungkin para makhluk itu juga masih kerabat vampir, jadi dia bisa pakai cara itu agar para makhluk itu tidak menemukannya.

"Ha ha ha... emang kalau tahan nafas kita gak bakal nemuin kamu. Malah cepat kita nemuin kamu nya!"

Pelita tersentak kaget begitu melihat sosok itu ada di depannya.

Dan saat dia tersentak kaget itu, di dunia nyata dia pun membuka matanya dan tersadar kembali.

Panji yang melihat adiknya membuka matanya langsung tersenyum lega.

"Dek, Alhamdulillah. Akhirnya kamu sadar, Abang panggil dokter dulu ya dek!"

Panji pun bergegas keluar dari ruang rawat Pelita untuk memanggil dokter. Dan di saat itulah tiga sosok mengerikan itu muncul lagi di hadapan pelita.

"Hai...!"

"Kamu tuh gak usah takut, kita gak jahat kok!"

"Kita tuh mau malah mau bantu kamu...!"

"Dok, adek saya sudah sadar!"

Pelita yang awalnya tertegun melihat penampakan ketiga makhluk aneh itu pun terkejut bukan main. Karena begitu Panji masuk ke dalam ruangan itu. Ketiga sosok mengerikan itu pun menghilang.

***

Bersambung...

Bab 3

Panji segera menghubungi kedua orang tuanya, saat itu ada beberapa tetangga yang masih datang ke rumah Anisa untuk memberi support pada wanita yang juga menjadi bendahara pengajian di kompleks tempat dia tinggal itu.

Beberapa tetangga yang tadinya mendengar peristiwa kecelakaan itu dan menjenguk Pelita sampai kaget mendengar Pelita sudah sadar dan sudah bisa bicara, bahkan sudah bisa duduk. Dari yang diceritakan Panji, dia juga sudah memberikan Pelita minum dari gelas. Menurut pata tetangga itu seperti sebuah mukjizat atau keajaiban, di lihat dari lukanya saja mereka bahkan mengira Pelita akan koma selama berbulan-bulan atau paling tidak akan bisa bicara itu ya, sekitar beberapa bulan.

Setelah mendengar anaknya sudah sadar dengan perkembangan yang sangat baik. Anisa dan suaminya pun segera bergegas ke rumah sakit.

Sementara itu di rumah sakit, Panji sejak tadi di tahan oleh Pelita untuk tidak pergi kemanapun. Karena Pelita takut tiga makhluk yang sejak tadi muncul di hadapannya itu akan muncul lagi.

"Dek, Abang tuh cuma mau pipi5! di situ, di kamar mandi!" kata Panji sambil menunjuk pintu kamar mandi di dalam ruang rawat Pelita itu juga.

Tapi Pelita yang masih ketakutan pun terus menarik tangan Panji agar jangan pergi.

"Ya sudah, Abang gak jadi ke kamar mandinya!" kata Panji mengalah.

Beberapa menit kemudian, masuklah seorang suster yang berniat mencatat keadaan Pelita.

"Saya periksa sebentar ya!" kata suster itu meminta ijin sebelum memeriksa Pelita menggunakan stetoskopnya.

Saat itulah Panji berkata pada Pelita.

"Nah, sudah ada suster kan. Abang ke kamar mandi sebentar ya?" tanya Panji.

"Loh, kalau mas-nya mau ke kamar mandi ya pergi saja mas. Mau itu buang air kecil tau bunga air besar, itu gak boleh di tahan loh mas. Bisa jadi penyakit!" sambung suster itu setelah mencatat hasil pemeriksaannya di kertas yang terpasang di alas papan yang dia pegang.

"Iya sus, tolong temani adik saya sebentar ya!" kata Panji.

Suster itu lantas mengangguk. Dan Panji pun akhirnya segera masuk ke dalam kamar mandi.

"Semuanya sudah baik. Besok kamu sudah bisa pulang!" kata suster itu sambil tersenyum pada Pelita.

Mendengar penjelasan suster itu, Pelita hanya mengangguk tanpa ekspresi. Dia masih bingung memikirkan hal-hal aneh yang terjadi padanya. Kata Panji dia sudah koma selama tujuh hari, tapi Pelita merasa dia hanya mengalami hal-hal di alam bawah sadarnya itu beberapa saat saja.

Ceklek

Begitu Panji keluar dari kamar mandi suster itu pun pergi. Tak lama Tommy dan Anisa pun datang. Anisa langsung memeluk Pelita dan menangis haru karena putrinya sudah sadar dan selamat.

Tapi Pelita sangat sedih melihat papa-nya berjalan menggunakan tongkat.

"Papa, kakinya...!"

Tommy hanya tersenyum ketika sang putri bertanya seperti itu.

"Tidak apa-apa nak, yang penting kamu selamat!" kata Tommy.

Pelita yang mengira kalau makhluk-makhluk aneh itu adalah penunggu rumah sakit tempat dia di rawat pun meminta pada ayah dan ibunya untuk segera pulang sebelum malam. Karena kalau Pelita tertidur, Pelita takut makhluk-makhluk aneh itu akan datang ke mimpinya lagi.

"Sayang, pulangnya besok pagi saja ya. Dokter kan bilang masih harus habiskan infus yang baru di pasang sore tadi!" kata Anisa menasehati Pelita.

"Sekarang saja ya ma, aku sudah tidak mau tinggal di rumah sakit lagi. Ya ma, pa!" rengek Pelita.

Dan.pada akhirnya, kedua orang tua Pelita pun langsung mengurus kepulangan Pelita saat itu juga. Pelita menghela nafasnya lega karena Alan segera meninggalkan rumah sakit itu.

Dan tepat pada pukul 19.00 malam, Pelita, papa dan mamanya juga Panji tiba di rumah Pelita.

Anisa pun segera mengantarkan Pelita untuk istirahat di kamarnya yang ada di lantai dua. Kamar Panji juga ada di sebelah kamar Pelita. Namun kamar orang tuanya ada di lantai satu.

Panji dan Anisa duduk di tepi kasur dimana Vita sedang duduk sambil menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur.

"Kamu istirahat dulu ya, kalau ada apa-apa panggil Abang aja di sebelah!" kata Panji.

"Mama mau ke bawah dulu lihat makan malam sudah siap belum. Nanti mama bawakan makanan kamu ke sini ya!" kata Anisa.

Lalu keduanya pun keluar dari kamar Pelita. Baru juga pintu tertutup. Ketiga makhluk aneh itu kembali muncul.

Membuat Pelita berteriak-teriak, namun suara Pelita seolah tak keluar. Dia berteriak tapi tidak ada suaranya. Mau turun dari tempat tidur lalu berlari meninggalkan kamarnya juga tidak bisa. Karena badannya seperti tidak bisa di gerakkan sama sekali.

"Pelita, sudah cukup ya. Semakin kamu buang-buang waktu kamu sendiri. Kamu semakin berada dalam bahaya!" kata makhluk yang tak berkaki.

Makhluk pertama itu berkata sambil melayang persis di depan Pelita. Gaun merah seperti putri-putri bangsawan Eropa lengkap dengan hiasan kepalanya. Wajahnya putih, benar-benar putih. Bahkan bibir dan alisnya juga berwarna sama dengan wajahnya. Putih bersih. Hanya manik matanya saja terlihat kebiruan.

"Kami mau membantumu, kamu itu sedang jadi incaran Kuntilan4k hitam yang jahat itu. Dia lagi cari rumah baru!" kata makhluk kedua.

Makhluk kedua yang wajahnya separuh hitam separuh putih, begitu pula dengan rambut nya yang tergerai panjang sampai kakinya. Sebelah kanan hitam dan sebelah kiri putih. Mahkluk itu juga melayang dan berada di samping kiri makhluk yang pertama.

"Diam dan dengarkan penjelasan kami!" kata makhluk ketiga.

Makhluk ketiga itu bentuknya nyaris hanya seperti bayangan hitam, tapi ada kaki dan tangan. Dengan mata yang putih semua, tidak ada pupil matanya.

Karena Pelita juga tidak dapat berbuat apa-apa. Maka dia pun berpikir untuk mendengarkan apa mau ketiga makhluk aneh itu. Pelita lantas mengangguk ke arah makhluk yang ketiga.

Setelah dia mengangguk, tubuhnya terasa s

ringan dan dapat di gerakkan. Suaranya juga sepertinya sudah kembali.

"Aku Jem, itu Carolina, dan itu Shaka. Kami sudah berabad-abad bermusuhan dengan Mak Kondang. Mahkluk yang tak pernah menerima takdirnya, dan terus berusaha bangkit dari kematiannya!" ujar Jem.

"Sejak dulu, kami berusaha menghentikan niatnya itu karena, dia sudah menyakiti banyak orang dan menghilangkan nyawa banyak orang untuk tujuannya itu!" tambah Carolina.

"Mak Kondang, itu Kuntilan4k hitam yang memakan jiwa-jiwa gadis polos dan menjadikannya rumah, sebelum memakan habis jiwa itu untuk mendapatkan banyak jiwa lainnya. Jika kekuatannya sudah cukup dengan 99 gadis terpilih, maka dia akan membangkitkan kerajaan hitamnya, dan saat itu semua manusia akan mudah di rasuki untuk saling menyakiti bahkan membunuh!" jelas Shaka.

Pelita terdiam, dia tidak menyangka dia akan mendengar hal seperti itu. Selama ini dia bahkan tidak suka menonton film horor. Dan sekarang dia di hadapkan dengan tiga sosok yang begitu horor dan cerita yang membuat buku kuduknya merinding.

"Tapi kenapa aku...!"

"Karena kamu adalah gadis ke 99 yang lahir di tanggal satu suro, di jam 12 malam tepat!" jawab Jem membuat Pelita bungkam seribu bahasa. Dia sekarang tahu, kalau nyawanya sedang terancam oleh makhluk yang mereka sebut Mak Kondang itu.

***

Bersambung...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!