Mendadak Jodoh

Mendadak Jodoh

Mendadak Jodoh 1

Pukul lima petang, Laisa baru turun dari mobil travel yang membawanya pulang ke kampung halamannya. Desa Arga makmur, desa transmigrasi tahun 1970-an semasa pemerintahan presiden kedua Indonesia. Desa tempat Laisa dilahirkan dan bertumbuh.

Sudah setahun lamanya, Laisa kembali menginjakkan kaki ke desa tempat dimana keluarganya tinggal menetap. Tentu hatinya sangat senang. Perlahan Laisa menghirup udara yang dirindukannya. Matanya menatap jeli kearah rumahnya. Ada yang aneh dan tentu berubah. Tenda mewah berdiri kokoh. Terdapat panggung dan pelaminannya. Hati Laisa bertanya-tanya, "Siapa yang akan menikah?"

Suara cempreng Sarah mengudara, membuat Laisa berlari kecil. Lalu memeluk tubuh tua perempuan yang melahirkannya. Tangis haru melingkupi keduanya. Sarah mengajak putrinya ke dalam rumah. Lagi-lagi Laisa terkejut, rumahnya sudah di dekorasi dengan cantik menurut matanya. Laisa ingin bertanya pada mamanya namun Sarah menyuruhnya untuk bersih-bersih karena sebentar lagi magrib akan datang.

Usai sholat, Laisa kembali dikejutkan dengan penuhnya ibu-ibu, tante-tantenya di dapur milik sang mama. Jangan lupakan halaman belakang rumahnya di sulap menjadi dapur dadakan. Dapur dadakan itu dipenuhi bapak-bapak dan ibu-ibu yang memasak dengan kesibukannya sendiri-sendiri.

Mulut Laisa tentu gatal ingin bertanya, namun lagi-lagi gagal karena dia harus menyalami satu-persatu saudara ibu dan ayahnya itu.

"Kamu udah besar Ca, cantik juga anggun." Ucap tante Mia.

"Makasih tante."

Laisa menjauh dari kerumunan ibu-ibu setelah usai mengisi perut. Mamanya juga memerintahkannya untuk segera istirahat. Laisa tentu menerimanya dengan anggukan. Tentu saja tubuhnya letih setelah menempuh perjalanan sembilan jam lamanya.

Sementara itu di lain tempat sosok lelaki berperawakan tinggi dibuat terkejut oleh kedua orang tuannya. Mereka memintanya besok pukul 9 pagi untuk menikahi seorang gadis yang tidak dikenalnya. Sang ayah mengancam akan menghilangkan nyawa jika permintaannya tidak dituruti, sedang ibunya tidak mau membelanya. Kedua orangtuanya berdalih sudah cukup sabar dengannya yang belum kunjung membawa wanita untuk dinikahi untuk membuat cucu-cucu ucul.

Papanya mengatakan jika dia akan bahagia menikahi perempuan itu, sedangkan sang mama berucap jika perempuan itu sosok menantu idamannya. Ketika ditanya alasannya kedua orangtuanya sepakat mengatakan jika dirinya memang sudah dijodohkan sejak kecil. Apalagi sekarang di usianya yang menginjak 27 tahun masih menyandang predikat lelaki tanpa pasangan.

"Seandainya kamu punya pacar, papa juga tidak akan menikahkan mu dengan anak teman papa. Walaupun kalian memang dari kecil dijodohkan." Ucap Wandra pada sang putra.

Laki-laki itu mengacak rambutnya tanda kesal, "tapi kenapa harus besok? Rai butuh mengenal dulu perempuan itu pa."

Dengan angkuh Wandra berkata pada anaknya, "Setelah menikah kalian akan saling mengenal juga toh. Lagian papa dan mamamu ini sudah tidak sabar untuk menimang cucu-cucu ucul."

"Betul yang diucapkan papamu sayang. Lagian kalian berteman kok dulu, meski tidak begitu akrab."

"Ma, pa, gimana kalau Rai tidak cocok dengan perempuan itu." Protesnya ingin membatalkan rencana konyol kedua orangtuanya.

"Laisa, Laisa namanya. Laisa itu cantik anaknya. Papa yakin kamu akan bahagia jika bersamanya."

"Betul yang dikatakan papamu sayang. Mama percaya kamu akan bahagia jika punya istri sebaik Laisa." Ucap Leha berharap.

"Baiklah-baiklah Rai akan menikahi Laisa-Laisa itu." Ucapnya dengan terpaksa. "Papa gak perlu bunuh diri di pohon toge segala buat ngancam Rai. Rai akan menikahinya besok." Lanjutnya membuat kedua orang tuanya menjerit bahagia. Sepasang paru baya itu berpelukan mesra karena akhirnya putra pertamanya itu menyetujui permintaan mereka. "Akhirnya kita akan punya cucu ucul ma." Jerit Wandra di pelukan Leha.

Laisa menggerutu kesal. Pasalnya sejak subuh dia sudah dipaksa mandi. Mana dinginnya membekukan tubuh. Kekesalannya bertambah, Laisa dipaksa mengenakan kebaya putih. Kebaya itu memang cantik, Laisa tentu tidak keberatan mengenakannya namun pertanyaannya untuk apa dia memakainya. Belum lagi muka dan rambutnya dipermak habis oleh tante Susi yang merupakan MUA langganan sang mama.

"Kamu memang cantik Laisa." Puji tante Susi pada anak perempuan sahabatnya itu.

"Makasih tante Uci, tapi Ica memang cantik dari kecil." Senyum mengembang di wajah oval nya.

"Tan sebenarnya ini ada acara apa si Tan? Kok Ica didandani kayak gini." Tanyanya penasaran.

"Jadi Ica belom tahu?" Ucap tante Susi, Laisa menggeleng lemah. "Belom Tan, Ica kan baru pulang sore kemaren. Tahu-tahu rumah Ica ramai dan ada tenda juga pelaminannya. Emang siapa si Tan yang bakal dikawinin?" Tanyanya polos.

Susi terdiam, dia tidak ingin salah bicara. Tugasnya di sini cuma mendandani Ica. Dia tidak bisa mengatakan jika Ica lah yang akan dinikahkan, toh semua orang juga merahasiakannya.

Laisa dikejutkan oleh kedua sepupunya. "Kak Ica ayo turun, mempelai laki-lakinya udah selesai mengucap ijab kabulnya." Ucap Raya menarik Laisa dibantu dengan Rani. "Ayo kak Ica buruan, om Tante dan tamu-tamu udah nungguin kak Ica."

Laisa hanya menurut saja, dia belum sadar jika dirinya didudukan disamping pria yang berhadapan dengan sang ayah. Otaknya masih berkelana mencerna apa yang terjadi. Tangannya disuruh mengambil pulpen untuk membubuhkan tanda tangan di sebua kertas. Laisa juga menurut saja. Laisa masih belum mengerti dengan apa yang terjadi.

Laisa masih belum mengerti dengan ucapan penghulu. "Silahkan mempelai perempuan sambut tangan suaminya." Namun Laisa masih cuek saja, toh dia tidak merasa punya suami. Namun lelaki di sampingnya menaruh tangan di depan mukanya. "Apa ini?"

"Cium," Pria itu mengambil tangan kanan Laisa mengajak bersalaman kemudian mendorong tangan keduanya ke muka Laisa. Kemudian lelaki itu menarik tubuh Laisa menghadap kearahnya. Lalu sebua ciuman mendarat ke keningnya.

Reflek tangan Laisa menampar pipi sang lelaki. "Kurang ajar kamu yah. Gue bukan perempuan murahan." Ucapnya marah. Lelaki itu tentu tak terima dengan perlakuan Laisa. Dia juga ingin melayangkan tangannya ke pipi Laisa namun saat mata mereka bertemu, betapa terkejutnya keduanya.

"Kamu," ucap mereka bersama.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!